There is always the first time for everything, and there is always an ending for what we have started.
Saya rasa, setiap orang yang bekerja dalam suatu perusahaan atau yang tergabung dalam sebuah organisasi, pasti sepakat dengan judul saya di atas. Masuk ke dalam suatu perusahaan/organisasi dengan cara yang baik dan diharapkan pada akhirnya keluar atau berakhir dengan cara yang baik pula.
Tapi banyak juga yang memulainya dengan baik, namun karena suatu permasalahan, berakhir dengan cara yang tidak baik. Jadi ketika saya memutuskan untuk resign dari perusahaan tempat pertama kali saya bekerja secara profesional, saya juga berharap seperti judul di atas.Â
Karena saya sudah masuk dengan cara yang baik, maka sebisa mungkin saya keluar juga dengan cara yang baik. Tapi apa mungkin?
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan Resign/Mengundurkan DiriDalam hal pekerjaan, umumnya ada dua hal yang membuat karir seseorang di suatu tempat berakhir, yakni pemutusan kerja oleh perusahaan (PHK) dan pemutusan kerja oleh karyawan itu sendiri (resign). PHK biasanya tidak didasari sikap sukarela karena pastinya ada suatu masalah fatal yang terjadi dibalik langkah tersebut, misalnya efisiensi perusahaan karena masalah ekonomi yang dihadapi, perusahaan pailit, hingga perilaku karyawan yang mencemarkan nama baik perusahaan dan sebagainya.
Sementara itu, resign biasanya pemutusan kerja yang dilakukan oleh karyawan itu sendiri dengan sukarela, meski penyebabnya bisa positif (misal karena pindah domisili, melanjutkan pendidikan, memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik dan sebagainya), tapi bisa juga negatif (misal karena bermasalah dengan rekan kerja atau atasan).
Jadi yang akan saya bahas disini supaya lebih relevan dengan judul di atas adalah mengakhiri pekerjaan dengan resign.
Alasan ResignSaya rasa, 'alasan resign' adalah salah satu faktor utama yang akan menentukan apakah nantinya karir seseorang akan berakhir dengan baik atau tidak baik. Dan seperti yang sudah saya singgung di atas, alasan seseorang untuk memutuskan resign dari pekerjaan bisa disebabkan oleh hal positif maupun negatif.
Kalau yang positif tadi kelihatannya tidak perlu dibahas karena saya rasa jika berakhir dengan baik dan hubungan dengan mantan rekan kerja mungkin akan tetap harmonis tanpa dendam, sehingga bila bertemu di kemudian hari, nostalgia lah yang terjadi. Tapi kalau resign karena alasan negatif, kemungkinan besar hanya akan meninggalkan kesan yang buruk atau bahkan dendam.
Inilah yang sempat saya cemaskan ketika sedang menimbang-nimbang dalam mengambil keputusan untuk resign atau tidak. Karena boleh dibilang, alasan saya resign memiliki perbandingan 50:50 antara positif dan negatif.
Saya sempat ragu karena jika saya resign, berarti saya harus meninggalkan zona nyaman yang sudah saya lalui selama kurang lebih 5.5 tahun, baik dalam hal pekerjaan maupun hubungan dengan rekan kerja lainnya. Tapi disisi lain, sistem kerja yang saya jalani tampaknya sudah mulai tidak sehat dan tidak bisa membuat kompetensi diri dan karir saya berkembang alias stagnan.
Jadi ketika saya mendapat tawaran yang lebih baik dari perusahaan lain disaat saya memang membutuhkan penawaran yang lebih itu, saya sempat merasa dilema. Tapi setelah banyak pertimbangan dan berdoa, saya memutuskan untuk keluar dari zona nyaman.
Masalah berikutnya adalah, apakah saya bisa resign dengan suasana yang baik? Apalagi sepanjang sejarah saya bekerja di tempat tersebut, beberapa kolega saya yang sudah lebih dulu resign, selalu mengalami suasana yang tidak baik terutama dengan atasan.
Sikap dan Niat Baik Kita untuk MengakhiriSetelah saya memahami betul alasan saya untuk resign, berikutnya saya merasa harus menunjukkan bahwa saya akan mengakhirnya dengan baik, meskipun ada faktor negatif yang mempengaruhi keputusan saya. Tujuannya tentu bukan hanya supaya supaya tidak terjadi bentrok dengan atasan seperti yang selalu terjadi sebelumnya, tapi lebih kepada bagaimana saya meninggalkan kesan yang baik di mata mereka. Karena meskipun kelak saya dan mantan rekan kerja saya tidak akan lagi memiliki pengaruh secara langsung terhadap karir saya, mungkin suatu saat saya akan membutuhkan mereka kembali. Suatu saat.
Jadi bagi Kompasianer di luar sana yang mungkin mengalami hal yang sama dengan saya, saya ingin membagikan apa yang sudah saya lakukan untuk mencapai tujuan seperti judul di atas:
- Berbicara pada atasan dengan baik
Akan lebih baik jika kita memberitahu atasan jauh-jauh hari dan bila perlu sounding lebih dulu sebelum mengajukan surat resign.Selain itu coba sebisa mungkin mencari waktu yang tepat untuk berbicara dan kemukakan alasan yang logis. Dari sini, akan ada dua hal yang mungkin terjadi, pengajuan resign akan langsung disetujui atau kita akan ditahan.
Jika kita memang sudah mantap dengan keputusan resign, maka kita pun harus berani mempertahankan keputusan tersebut meski kita dihadapkan dengan penawaran lainnya.
Tapi jika memang alasan utama resign adalah masalah nominal gaji, ketika ditawarkan kenaikan gaji atau promosi, mungkin layak untuk dipertimbangkan kembali.
- Tunjukkan bahwa kita tetap akan melaksanakan tanggung jawab kita hingga hari terakhir bekerja.
Kebanyakan orang ketika sedang melewati hari-hari terakhir bekerja malah bersikap cuek, sering bolos dan sebagainya. Toh gue juga gak bakal megang kerjaan ini lagi.Mungkin terdengar idealis, tapi saya tidak berpikir demikian. Mungkin tidak perlu bekerja mati-matian hingga detik terakhir, tapi paling tidak kerjakan sisa pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya sesuai kemampuan kita. Tunjukkan bahwa kita memiliki dedikasi dan bertanggung jawab terhadap tugas yqng sudah diberikan.
- Siapkan ringkasan pekerjaan kita yang belum selesai untuk karyawan pengganti.
Mungkin ada yang berpikir, 'Untuk apa? Itu kan tugas perusahaan untuk menjelaskan job desc kepada karyawan baru?'Ya memang benar. Tapi apa salahnya membantu sedikit perusahaan dan pengganti kita? At least hanya pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai sempurna dan membutuhkan follow up.
Coba bayangkan posisi Anda sebagai pegawai baru yang akan menggantikan seseorang, kemudian tidak diberikan informasi apa-apa tentang pekerjaan yang masih tertunda. Pasti merasa bingung kan?
- Sampaikan salam perpisahan
Entah itu dalam bentuk lisan dengan bertatap langsung maupun tidak langsung (via email atau telepon), usahakan kita menyampaikan salam perpisahan dengan baik. Pun jika kita memiliki hubungan yang kurang baik dengan pihak tertentu, tetaplah berbesar hati untuk mengucapkan perpisahan, sama seperti kita mengucapkan salam saat pertama kali bergabung di perusahaan tersebut.Masalah baik atau tidaknya respon / balasan yang kita terima, itu urusan belakangan.