Dulu sebelum ada yang namanya smartphone dan media sosial eksis seperti sekarang ini, untuk menjadi seseorang yang terkenal tidak mudah. Mereka harus muncul lebih dulu di media cetak sebangsa koran atau majalah, atau media elektronik seperti televisi, barulah ketenaran bisa didapatkan. Itu pun kita harus mengeluarkan biaya untuk penayangannya. Tapi kini dengan adanya media sosial, tinggal upload foto dan klik 'post' atau 'share', semua orang bisa melihat apa yang kita post. Hanya bermodal smartphone dan jaringan internet. Mudah dan cepat.
Pada masa-masa awal kemunculannya, menambah jaringan pertemanan atau koneksi dan relasi adalah fungsi utama media sosial. Namun kian hari, fungsi media sosial telah bergeser menjadi sarana untuk ajang pamer. Semakin banyak 'like' atau komentar yang didapatkan si pemilik akun, semakin terkenalah dia. Dan 'pengakuan' semacam inilah yang dicari oleh mereka, para social climber.
Belakangan ini, salah satu portal berita online yang boleh dibilang sangat terkenal di Indonesia (dan saya yakin banyak masyarakat yang men-download-nya), semakin sering menayangkan berita tentang akun-akun media sosial para social climber itu. Judulnya biasanya berupa "Intip Gaya Hidup Anak-Anak Tajir di Negara A" atau "Potret Liburan Mewah Anak-Anak Tajir dari Negara B yang Bikin Iri" dan sebagainya. Isinya? Apalagi kalau bukan hanya berupa foto-foto pamer seperti mandi uang, deretan kunci mobil mewah, kegiatan belanja barang-barang branded, liburan di atas yachtatau pulau pribadi, hingga berpose di depan jet pribadi. Kumpulan foto-foto ini kemudian dilengkapi keterangan-keterangan foto yang sesuai. Sudah, itu saja.
Mungkin Anda sekalian pernah ada yang membaca artikel seperti itu? Setelah sekali dua kali membaca artikel semacam itu, reaksi saya biasanya hanya "wah, beneran ada yah orang-orang sekaya ini". Tapi ketika artikel-artikel serupa ditayangkan berulang dari negara-negara berbeda, saya jadi berpikir, sebenarnya apa sih yang ingin disampaikan ke masyarakat dengan menayangkan artikel seperti ini?
Jujur, menurut saya artikel-artikel semacam itu tidak ada manfaatnya sama sekali bagi mereka yang membacanya. Jika hanya bertujuan untuk memperoleh sebanyak mungkin 'klik' dari para pembaca yang penasaran, bukankah hal seperti itu dangkal sekali?
Saya memang tidak tahu persis bagaimana etika jurnalistik terkait penayangan artikel semacam ini. Tapi tanpa bermaksud buruk, saya hanya berpendapat bahwa seharusnya sebuah protal media online (apalagi yang sudah punya nama karena kredibilitas dan kualitas isi beritanya), tidak seharusnya menayangkan artikel-artikel bernuansa pamer kekayaan semacam itu, karena saya yakin artikel semacam itu hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial dan rasa minder dan iri bagi para pembaca yang mungkin kebetulan kurang bijak.
Bukan tidak mungkin ketika seorang anak remaja tiba-tiba meminta orangtuanya berlibur ke luar negeri karena terlalu sering melihat berita semacam itu, padahal kemampuan ekonomi orangtuanya pas-pasan. Bukan tidak mungkin ketika artikel semacam ini ditayangkan, justru akan menimbulkan chaos di suatu daerah tertentu karena tokoh yang ditampilkan, berasal dari daerah yang sedang konflik.
Salah satu ciri khas isi berita online biasanya memiliki judul yang menarik dan isinya tidak terlalu panjang. Tapi kembali lagi dengan tujuan penayangan artikelnya, apakah bermanfaat bagi masyarakat? Kalau hanya untuk membuat pembacanya iri dan minder, lebih baik tidak usah ditayangkan.
Pamer kekayaan di media sosial menurut saya bukan suatu hal yang patut dibanggakan, karena itu berarti si pemilik akun memiliki jiwa sosial yang kurang peka. Jadi, hendaknya media juga tidak perlu ikut-ikutan membantu dan mendukung mereka dalam memamerkan kekayaan yang dimiliki kepada dunia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI