Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyambut Hari Pangan Sedunia: Habiskan Makananmu!

15 Oktober 2017   14:57 Diperbarui: 15 Oktober 2017   15:01 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: huffingtonpost.com

 Saat ada sebuah pesta berlangsung (mau itu pesta pernikahan, pesta ulang tahun, pesta syukuran dll), satu komponen yang paling utama dan dicari oleh para tamu undangan adalah? Yap, MAKANAN. Alias bagian ramah tamah. Bukan pesta namanya kalau tidak ada sajian makanan yang disediakan. Bahkan banyak yang sengaja mengosongkan perutnya (kalau perlu tidak makan seharian), supaya bisa makan banyak saat di pesta nanti (Kalian begitu gak?)


Normalnya dalam setiap pesta, pastilah yang punya hajatan sudah memperhitungkan jumlah makanan yang disediakan dengan jumlah tamu yang diundang. Bahkan kadang dilebihkan untuk mengantisipasi kekurangan. Malu dong kalau sampai ada tamu yang tidak kebagian makanan karena datangnya telat? Jelas malu! Jika hal semacam ini sampai terjadi, pastilah akan menjadi'aib' tersendiri bagi yang punya hajatan, yang akan terus diingat sampai tujuh turunan. Berlebihan? Memang!


Oleh sebab itulah konsep'berlebih lebih baik daripada kekurangan' dalam hal jumlah makanan berbanding tamu undangan, banyak dianut oleh masyarakat kita. Makanan yang disajikan dalam suatu pesta harus enak dan banyak sehingga bisa memuaskan perut para tamu undangan.


Tapi... pernahkah kalian berpikir kenapa makanan di pesta itu terkesan tidak pernah cukup sehingga harus dilebihkan (paling tidak sepuluh persennya)? Ya jelas saja, begitu aba-aba untuk makan dimulai, tamu akan bergerak cepat ke arah prasmanan dan meraup makanan sebanyak-banyaknya. Seakan-akan mereka takut kehabisan. Masalah bisa menghabiskannya atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting piring terisi penuh dulu. Pernah melihat fenomena ini? Saya sering. Dan saya rasa pasti ada orang yang seperti ini di setiap pesta.


Jujur saja, kebiasaan masyarakat kita yang satu ini sering membuat saya kesal dan malu. Kenapa? Karena banyak dari mereka yang sudah mengambil makanan dalam jumlah berlebihan, akhirnya tidak dihabiskan! Sisa-sisa makanan itu berakhir di ember piring kotor. Bahkan kadang masih ada yang sisa setengah piring loh. Biasanya alasannya karena rasanya tidak enak atau tidak sesuai selera, atau tiba-tiba saja mereka merasa kenyang.


Tapi sayangnya, menurut saya alasan-alasan semacam itu sangat tidak masuk akal. Pertama, kalau memang tidak yakin rasanya tidak sesuai dengan selera, kenapa tidak diambil sedikit-sedikit dulu? Kalau ternyata sesuai, barulah segera antri lagi untuk mengambil lebih banyak. Lagipula biasanya dalam suatu pesta kan tidak hanya ada satu jenis hidangan. Masa sih diantara beberapa jenis itu sama sekali tidak ada yang sesuai selera lidah?


Kedua, kalau alasannya tiba-tiba sudah kenyang, masa sih sebegitu tidak bisanya mengukur kapasitas perut masing-masing? Dari porsi makanan sehari-hari, tentunya kita sudah tahu dong seberapa banyak makanan yang bisa masuk ke dalam perut kita pada suatu waktu?


Menyambut Hari Pangan Sedunia (World Food Day) yang dicanangkan olehFood and Agriculture Organization (FAO) untuk diperingati setiap tanggal 16 Oktober, saya merasa meski fenomena ini tampak sederhana, tapi tetap perlu mendapat perhatian khusus. Dan tentunya kesadaran semacam ini harus muncul dari diri masing-masing.


Menurut informasi yang dikutip dari Koran Tempo pada bulan Juli lalu, ada sekitar 37.2% atau 9 juta anak di Indonesia mengalami kondisi gizi buruk (stunting). Sementara itu, menurut Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) seperti yang diberitakan dalam CNN Indonesia, jumlah orang dewasa di Indonesia yang berusia di atas 18 tahun dan menderita obesitas, justru mengalami peningkatan menjadi 20.7%. Ironis sekali bukan? Di satu sisi ada kelompok masyarakat yang masih mengalami kemiskinan dan kekurangan makanan, di sisi lain ada banyak juga kelompok masyarakat yang berlimpah makanan hingga obesitas, bahkan membuang-buang makanan tanpa merasa bersalah.


Baik kasus kekurangan gizi maupun obesitas, tidak ada yang memberikan efek positif. Oleh sebab itu teman-teman sekalian, marilah kita mulai memandang serius fenomena ini. Mulai dari diri sendiri.


Caranya sangat sederhana, yakni dengan tidak membuang-buang makanan. Selalu mengukur kapasitas perut kita dan habiskan setiap makanan yang ada di piring kita. Bila sekiranya ada makanan yang berlebih, jangan ragu membagi sedikit kepada mereka yang membutuhkan. Jangan sengaja menimbun makanan hingga menjelangexpired baru diberikan kepada orang lain. 

Saat kita merasa memiliki jumlah makanan yang berlebih, percayalah ada orang lain yang sedang susah payah menahan lapar bahkan mengais-ngais sisa makanan .

 

 

"Take what you need, eat what you take. Don't waste the foods."

 

 

Referensi:

Tempo

CNN

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun