Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Anak Keranjingan Internet, Yes or No?

28 Juli 2017   15:55 Diperbarui: 30 Juli 2017   20:18 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: activeforlife.com

Siapa sih yang zaman sekarang gak kenal internet? Boleh dikatakan, semua orang di dunia (kecuali mereka yang masih tinggal di daerah-daerah pedalaman) bergantung pada internet, termasuk saya. Dan tak bisa dipungkiri, kini hidup kita dikelilingi oleh gadget-gadget canggih yang terkoneksi dengan jaringan internet super cepat. Bahkan banyak dari kita yang merasa lost dan mati gaya saat tidak ada internet, betul gak?

Tapi internet kini bukan hanya milik kita-kita alias orang dewasa, namun internet juga milik para remaja bahkan anak-anak! Coba diingat-ingat berapa banyak anak yang pernah kalian lihat sudah pegang smartphone dan mengakses internet bahkan punya akun media sosial (medsos)? Adik sepupu saya yang belum sekolah pun kini sudah mengerti menggunakan smartphone. Luar biasa ya! (luar biasa keren atau luar biasa miris?).

Masih dalam suasana Hari Anak Nasional (meskipun sudah lewat hampir seminggu sih), topik saya kali ini tidak jauh-jauh dari anak juga. Dari beberapa pengamatan yang saya alami sendiri, anak-anak kini sudah terlihat begitu akrab dengan penggunaan gadget (terutama smartphone), internet dan media sosial. 

Dan boleh dibilang, internet itu adiktif loh. Jangankan kita-kita para orang dewasa yang selalu terlihat pemalu karena nunduk terus ngeliatin smartphone, anak-anak zaman sekarang juga mulai berperilaku sama. Baik itu karena faktor sekolah maupun buat kesenangan sendiri / gaya-gayaan saja.

Sejak beberapa tahun yang lalu fenomena ini memang sudah sering dibahas dan meskipun mungkin sudah banyak yang menyadari, rasa-rasanya hingga saat ini tidak ada perubahan signifikan. 

Segala sesuatu yang berlebihan memang tidak pernah menghasilkan sesuatu yang baik. Begitu pun dengan penggunaan gadget dan internet, terutama pada anak-anak. Ada begitu banyak resiko buruk (meskipun efeknya tidak secara langsung) ketika seorang anak ketagihan internet.

1. Kesehatan Fisik

Ilustrasi: activeforlife.com
Ilustrasi: activeforlife.com
Namanya juga anak-anak, tubuh dan pikirannya masih dalam tahap berkembang. Ketika seorang anak ketagihan main gadget dan internet, frekuensi mereka beraktivitas di luar ruangan pun berkurang. Akibatnya mereka akan jadi gampang sakit, lemah dan tidak ceria. 

Selain itu menatap layar gadget yang terlalu lama akan merusak mata dan gelombang radiasinya juga berefek buruk pada otak. Padahal mereka butuh sinar matahari, kontak dengan lingkungan di luar untuk meningkatkan imunitas tubuh, latihan fisik untuk melatih koordinasi anggota tubuh dan memperlancar metabolisme tubuh. Dan itu semua sangat penting dalam tumbuh kembang anak.

2. Psikologis

Ilustrasi: devascounseling.com
Ilustrasi: devascounseling.com
Sudah banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa anak-anak yang ketergantungan internet dan medsos akan berpeluan untuk merasa kesepian, rendah diri hingga depresi. Boleh dibilang, konten-konten medsos saat ini cenderung digunakan untuk pamer. 

Anak-anak yang kehidupan ekonominya terbatas, bisa jadi akan mengalami minder/rendah diri dan kurang bersyukur karena mereka tidak bisa memiliki apa yang orang lain pamerkan. Sudah sering dengar kan, banyak juga anak-anak yang menuntut orangtuanya membeli ini itu, padahal belum tentu orang tuanya mampu. Pada titik tertentu, tidak menutup kemungkinan anak tersebut mudah mengalami depresi.

3. Kemampuan Bersosialisasi

Ilustrasi: thestar.com.my
Ilustrasi: thestar.com.my
Ini paling terlihat jelas. Anak-anak yang hobinya berselancar di dunia maya, mungkin saja sangat supel dan memiliki banyak teman maya. Tapi sayangnya teman-teman maya itu bukan orang sungguhan. Jadi ketika dia dihadapkan di tengah-tengah orang banyak, bisa jadi si anak malu untuk berbicara di depan umum dan berinteraksi secara langsung, karena ia terbiasa dengan dunianya sendiri alias autis.

4. Kognitif

Boleh dibilang segala informasi ada di dalam internet. Tinggal ketik satu kata, akan muncul semua informasi yang kita inginkan. Orang dewasa tentunya bisa membedakan mana sumber-sumber yang bisa dipercaya atau tidak. Tapi pada anak, jika tidak ada yang mendampingi, mereka akan sulit membedakan mana fakta atu fiksi.

Selain itu, sekolah saat ini juga sudah mulai mengarahkan para muridnya menggunakan internet untuk menyelesaikan tugas. Bahkan bagi yang setingkat SD. Alih-alih internet, saya pribadi lebih setuju para siswa setingkat SD diajarkan mencari sumber melalui buku atau media cetak. 

Cara semacam itu lebih melatih anak untuk mengenal dan mencari sendiri  sumber informasi yang terpercaya untuk tugas mereka. Barulah setingkat SMP mereka mulai diperkenalkan menggunakan internet untuk tugas sekolah. Itu pun perlu diarahkan juga supaya mereka jangan sampai terbiasa dengan plagiarisme.

Ilustrasi: speechbuddy.com
Ilustrasi: speechbuddy.com
5. Tindak Kejahatan

Resiko ini juga perlu diperhitungkan. Banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab di luar sana yang memanfaatkan anak-anak yang masih polos dan belum memiliki pola pikir analitis untuk memberikan informasi-informasi pribadi. 

Anak-anak bisa saja memasukkan informasi tentang alamat rumah, nomor telepon dan informasi lainnya, terutama ketika berselancar di medsos. Belum lagi hal-hal berbau pornografi yang tiba-tiba suka muncul tanpa disengaja.

Lalu bagaimana supaya anak-anak ini terhindar dari efek-efek buruk semacam itu? Kembali pada keluarga. Bagaimanapun, seorang anak pastilah masih berada di bawah pengawasan orangtua. Oleh sebab itu, peran orangtua sangat penting, misalnya:

Pertama. Orangtua harus tegas pada anaknya. Usia berapa mereka diperbolehkan punya gadget (misalnya ponsel). Banyak orangtua yang memberi anaknya ponsel karena alasan kasihan. Kasihan kalau anaknya jadi gaptek (gagap teknologi) dan minder karena teman-temannya punya ponsel. Atau supaya bisa mereka bisa mengawasi keamanan anaknya.

Kalau memang sekadar untuk mengetahui keberadaan, lebih baik diberikan ponsel biasa tanpa koneksi internet. Kalaupun internet diperlukan untuk kepentingan sekolah, lebih baik menggunakan laptop atau PC (Personal Computer) di rumah.

Bila perlu, beri mereka juga pengertian di usia berapa mereka boleh membuat akun medsos sendiri. Bahkan Facebook saja mempersyaratkan supaya yang membuat akun haruslah berusia di atas 13 tahun. Begitu juga dengan Presiden Joko Widodo yang menekankan pada orangtua-orangtua supaya membatasi usia anaknya untuk diperbolehkan memiliki akun medsos.

Kedua. Jika di rumah disediakan laptop / PC yang terkoneksi internet, pilihlah provideryang memiliki sistem untuk mem-block website-website yang mengandung konten pornografi dan radikalisme.

Ketiga. Dampingi anak selama mereka menggunakan internet. Tempatkan laptop/PC di ruang keluarga supaya orangtua lebih mudah untuk mengawasi.

Ilustrasi: techaddiction.ca
Ilustrasi: techaddiction.ca
Yah, tulisan saya ini bukan bermaksud menggurui para orangtua (apalagi saya sendiri juga belum punya anak). Tapi anak-anak jelas adalah masa depan bangsa yang perlu dipersiapkan dengan baik. Karena itu membimbing seorang anak di zaman digital nan modern ini adalah tantangan tersendiri bagi semua orangtua, guru, kakak dan abang yang punya adik kecil. 

Tugas kita semua untuk mendampingi mereka supaya tidak hanya menjadi anak yang melek teknologi, tetapi juga mampu bersosialisasi, bertenggang rasa dan berbudi luhur serta berguna bagi masyarakat, bangsa, Negara dan dunia. Halaaahhh!

"The internet provides very serious challenges to our ability to keep from children the kinds of things that are destructive to them" -- John Ashcroft.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun