Mohon tunggu...
Irma Indah Sinarwulan
Irma Indah Sinarwulan Mohon Tunggu... Editor - UX Writer

Hallo, I am UX Writer. Writing is my passion.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saat Cinta Kandas, Apakah Seberat Itu?

29 Desember 2019   14:51 Diperbarui: 29 Desember 2019   14:56 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis oleh Irma Indah Sinarwulan

Sebelumnya, aku tak pernah terburu-buru perihal kapan pernikahan akan menjemputku. Bahkan, jika ada orang lain yang mendekatiku, aku tak terlalu menghiraukannya. Kebetulan, sudah ada seseorang yang bersemayam di hatiku. Dan aku merasa dia cukup sebagai pelengkap hidupku untuk saling berbagi.

Aku sengaja tak menyebutkan namanya di sini, Biarlah aku saja yang tahu. Sudah banyak hal yang kujalani dengannya dari sedih hingga momen bahagia. Aku bahkan sudah berfikir jauh ke depan bersamanya. Bahkan dalam keadaan paling benci sekalipun, aku tetap mencintainya dan aku tetap menantinya hadir mewarnai hidupku lagi. Meski begitu, dia hanya melihat sisi keegoisanku saja.

Aku tak tahu bahwa pertengkaran hebat yang terjadi beberapa waktu lalu membuat kami menjauh begitu saja. Tak hanya aku, diapun terluka olehku dan akupun terluka olehnya. Sementara menjauh, aku fokus untuk menghilangkan rasa sakit di dada atas pertengkaran yang terjadi beberapa waktu lalu.

Aku terlalu dini menyimpulkan bahwa apa yang kulakukan juga sama dengan apa yang dia lakukan. Tapi ternyata semua itu berbanding terbalik dengan kenyataan. Dia sudah tidak ingin bersamaku. Dia ingin membuang semua yang pernah kita jalani bersama-sama. Sesuatu yang selalu membuatku terkaget-kaget adalah dia mencoba untuk berproses dengan wanita lain. Dan itu adalah sesuatu yang sulit untuk aku pahami dan maafkan.

Setelah mengetahui itu, berpisah dengannya pun aku tak bisa, bertahan pun sulit. Dan akhirnya kita memutuskan untuk menjalin pertemanan biasa meski bagiku adalah sesuatu yang sulit.

Menjadi teman dengannya berarti harus memaksa cinta ini pergi. Tapi aku memutuskan untuk mencoba berdamai tak perlu mengendalikan apapun, termasuk perasaannya kepadaku.

Aku tak tahu akan bertahan berapa lama. Apakah hatiku akan terus kosong dan menatap orang tak mencintaiku lagi? Ataukah aku hanya perlu berdamai dengan diriku sendiri dan ikhlas kemana takdir akan membawaku pergi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun