Mohon tunggu...
Irma Susanti Irsyadi
Irma Susanti Irsyadi Mohon Tunggu... -

hanya seorang pecinta kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Marshanda: Judging is Never Our Right

26 Juli 2014   07:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:11 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hebohnya Marshanda melepas hijab termasuk dari salah satu berita hot minggu ini, berdampingan dengan 'perang susulan' di media sosial pasca pilpres, aksi genosida yang terus menerus dilancarkan salah satu bangsa yang bangga disebut pembunuh yaitu Israel terhadap Palestina sampai ke berita soal Ahmad Dhani yang ngeles ketika ditagih nazar sebelum pengumuman resmi pilpres. Berita terakhir kabarnya palsu, dan Dhani menjadi korban kebrutalan pesta demokrasi. Saya sempat membahas soal Marshanda ini dengan teman-teman di kantor, sekedar mengecek apdetan berita sehari-hari. Banyak orang menyayangkan keputusannya menanggalkan hijab, karena ternyata (saya baru tau hehe) Marshanda adalah salah seorang motivator hijab di negeri ini. Kekhawatiran bahwa aksinya akan menjadi contoh yang buruk bagi para penggemar adalah salah satu alasan utama. Begitu dapat berita soal ini, saya merasa biasa saja. Orang biasa banyak yang lepas pasang jilbab setiap hari. Memang, Marshanda seorang public figure yang segala tindak tanduknya mesti diperhatikan, dikomentari, dibicarakan. Ini terbukti dari laris manisnya acara infotainment di seluruh stasiun televisi. Tapi, tolong deh, memangnya kalo orang biasa yang buka jilbab, ga akan jadi contoh buruk gitu? Sama aja sih, pasti dia punya keluarga, anak, suami. teman, orangtua yang ketiban malu ketika dia berbuat begitu. Bedanya, dia orang biasa, Marshanda artis. Iseng saya tonton video curhatan Marshanda di youtube, saya baca curhatannya, yang ramai menghiasi pelbagai pemberitaan. Beberapa sukses bikin saya ngakak. Masak ada satu headline bunyinya "Lepas hijab tak membuat Marshanda kehilangan hak asuh anak" ; hel to de loooo??? sejak kapan masalah hak asuh anak bergantung pada hijab? Lah trus yang pada belum berhijab, ketika bercerai, anaknya ikut mantan suami semua dooong. Heran. Sebagian orang menyimpulkan Marshanda mengalami gangguan kejiwaan, bipolar dan sejenisnya. Saya tidak mengerti psikologi, tapi rasanya kejauhan kalau sampai harus meneliti kejiwaan seseorang yang mengambil langkah untuk membuka aurat yang sebelumnya rapi tertutup. Kalau begitu, berarti Tri Utami dan Tya Subyakto juga wajib dikunjungi psikiater, supaya adil. Semua muslim dan muslimah  (saya asumsikan) memahami benar bahwa panggilan untuk menutup aurat merupakan sesuatu yang penting dan tidak bisa dianggap main-main. Ketika kau memutuskan menutup auratmu, dengan Tuhanmulah kamu melakukan ijab qabul, bukan dengan manusia. Saya ingat, ketika pertamakali memutuskan memakai jilbab kelas 1 SMA belasan tahun lalu, saya sampai merinding saking takutnya harus menanggung tanggungjawab yang demikian besar. Tahu sendirilah, orang berjilbab itu  (idealnya) pasti dianggap bener, sholehah, pasti bisa ngaji, pasti rajin sholat, harus berakhlak mulia. Padahal kenyataannya, berakhlak baik dengan jilbab hampir tidak berbanding lurus. Ketika seorang muslimah berjilbab, bisa dipastikan ia taat pada perintah agamanya, itu saja. Soal akhlak, jilbaban atau engga, semuanya juga dapat ujian. *ini jleb banget buat diri sendiri :'( * Dulu, pertamakali saya melihat seorang teman  menanggalkan jilbabnya setelah lulus, saya kaget. Menghakimi? Iya. Waktu itu saya sempet membatin (tidak diucapkan pada siapapun), "Ih kok bisa sih, ga malu apa, padahal jaman sekolah dulu, suka ngerasa paling alim sedunia gitu" (astaghfirullah, maafkan teman, saya sudah menyesal dan bertaubat). Saya gagal paham kenapa dia berbuat seperti itu. Di mata saya, dia salah, salah, salah. Dunia berkembang, saya juga. Semakin lama (baca= semakin tua) saya melihat berbagai hal, saya jadi tahu kalau segala sesuatu tidak dapat ditinjau dari hanya satu sisi saja. Kita tidak pernah tahu seperti apa kehidupan orang lain, ujian seperti apa yang dia hadapi, kesulitan apa yang dia mesti tanggung, mimpi apa yang dia ingin capai. Kita hanya tahunya, kalau orang itu tidak hidup sesuai dengan harapan kita, maka ia salah, salah, salah. Padahal kita sendiri diuji. Semua diuji. Orang yang berkelebihan harta, diuji dengan hartanya. Berilmu, diuji dengan ilmunya. Yang cantik, diuji dengan rupanya. Beratnya ujian, hanya kita yang tahu. Jatuh bangunnya kita menghadapi ujian, kita juga yang tahu. Ketika akhirnya kita mengambil keputusan ini dan itu, masak harus diumumkan dulu ke seluruh dunia alasannya, minta maaf kemudian baru melakukan? Dulu, murid saya suka mengadu, "Bu, si  anu (nama temannya) udah ga pake jilbab lagi sekarang" kemudian dia bercerita tentang si anu tersebut. Saya selalu bilang, "Oh ya? Mmh ... kita doakan atuh ya, semoga dia bisa jalani episode hidupnya ini". Seorang murid lain sempat sulit saya lacak setelah lulus, saya add di sosial media, dia tidak merespon, saya twit bertanya apa kabarnya, dia ga jawab. Saya tahu, itu semua karena dia sudah buka jilbab, mungkin merasa sungkan, karena saya gurunya. Setelah sekian lama, ia akhirnya mengirim pesan kepada saya betapa ia malu karena sudah tak berhijab. Dia kemukakan alasannya kenapa, bla bla bla. Saya bilang, "Kamu sudah dewasa, bukan anak kecil yang masih harus dikasih tau, ini hidupmu, jalani saja; saya hanya akan ada, kalau kamu butuh komentar/nasihat saya." Iya, saya tahu, kalau kasus Marshanda beda. Marshanda itu artis, dan saya ga kenal dia. Tapi Marshanda juga manusia. Seperti kita. Makan, minum, buang hajat, bergaul, punya masalah. Sama-sama diuji. Cuma kita tidak tahu jelas apa ujian yang menimpa Marshanda sehingga membuatnya mengambil langkah sedemikian besar. Kita hanya tahunya dari berita-berita soal perceraian, soal hak anak. Jangan berasumsi macam-macam. "Kayaknya berjilbabnya disuruh suami deh, makanya pas cerai jadi dibuka". Beuuuh. Padahal yah, sekali lagi, kita ini bisanya hanya ngomentari aja. Dan cenderung tak mudah melupakan kesalahan/masa lalu orang. Barusan saya lihat berita tentang "Inneke Koesherawati juga menyayangkan keputusan Marshanda lepas hijab", eh ada orang komentar di bawahnya, "Alaah ga usah sok suci deh, loe sendiri dulu kelakuannya kayak apa, mantan bintang po*no jugaa" Ya Allah ya Rabb, padahal sampai hari ini saya selalu salut sama Inneke yang sudah berani hijrah ke jalan yang lurus. Mengenai masa lalunya, biarkan saja dia yang punya, Allah yang menilai, jangan kita. Emang kita sendiri sebersih apa sih? Saya juga sedih dan menyayangkan, sama seperti semua orang. Saya suka waktu Marshanda berjilbab. Tapi ketika ia berkeputusan seperti ini, ya sudah, jangan dihujat. Sedih boleh, tapi tak usah marah, biasa saja. Kenal juga engga :D Well, saya tahu orang-orang berbuat begitu karena perhatian, karena (mungkin) mengidolakan Marshanda. Yah, kan bisa disampaikan dengan cara yang lebih baik, bikin status yang lebih santun, tidak nyinyir, dan yang paling penting doakan. Doakan dia dan juga kita, supaya bisa tetap kuat dan konsisten dengan pilihan benar yang kita buat. nih, kata Bob Marley jugaa (yang dilihat kata-katanya ya, jangan track record orangnya :D)

salam :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun