Penulis yang baik adalah pembaca yang handal. Saya selalu percaya itu. Sebab menulis dan membaca erat sekali kaitannya, seperti perut kenyang sehabis makan. Seperti perasaan yang dilahirkan dari sepotong kenangan. Halaaah.
Saya biasanya akan betah membaca tulisan yang 'kaya rasa'. Ibarat cheese cake, ia tidak hanya cantik di tampilan, tapi juga melebur dengan lembut di dalam mulut. Banyak penulis yang tahu kata-kata bagus, namun tidak mampu merangkainya menjadi bukan hanya sekedar kalimat yang juga bagus, tapi kalimat yang mampu membuat pembaca nyaman dengannya.
Untuk mengolah 'rasa' ini tidak mudah. Sebab menulis juga seni. Tahukah Anda arti dari kata 'text'? Ia berasal dari bahasa Latin abad pertengahan yang berarti to weave atau "menenun". Seorang penulis hendaknya mampu menenun untaian kata-kata yang ia tahu dan menjadikannya utuh, sehingga pembaca senang menikmatinya.
Bagaimana cara mengolah rasa?
Saya percaya pada kebiasaan membaca.
Para penulis yang saya kagumi rata-rata sangat suka membaca. Memang terasa dalam tulisan-tulisan mereka, jangkauan pengetahuan seluas apa yang mereka tahu.
Membaca Sidney Sheldon, seperti betulan menjadi karakter di dalamnya. Seperti nyata, mengunjungi setiap lekuk kehidupan kota di dalamnya.
Saya sampai sempat bercita-cita menjadi agen rahasia gara-gara Sidney Sheldon. Jika dulu Indonesia pernah punya agen rahasia tangguh berkode Mata Hari, mungkin kode saya bakalan menjadi Bulan. Meskipun tidak indah ketika dalam novel, sosok saya dinarasikan seperti ini, "... kemudian datang, Bulan mengunjungi kota itu ..."
Eeaaaa ... krik krik.
Ketika seorang penulis banyak membaca, tulisannya akan lebih berisi dan greget. Sebab lewat tarian kata-kata, ia menyelipkan ribuan giga pengetahuannya. Semua hal yang pernah ia baca akan menjadi referensinya, akan memperkaya dan menggenapkan pesan yang ingin ia sampaikan.
Tidak percaya?