Mohon tunggu...
Irma Susanti Irsyadi
Irma Susanti Irsyadi Mohon Tunggu...

hanya seorang pecinta kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Verba Volant, Scripta Manent"

22 Desember 2017   20:35 Diperbarui: 22 Desember 2017   20:45 2696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Mengapa kau suka menulis?"

"Sebab aku ingin memerangkap adegan kehidupan yang ingin aku jadikan utuh. Supaya ia tak pergi kemana-mana, bisa aku tengok kapanpun"

Itu jawaban yang pernah saya lontarkan atas pertanyaan seorang teman. Terdengar clich dan norak, tapi itulah sesungguhnya yang selalu ingin saya lakukan. Menulis itu memerangkap waktu. Saat biasanya kenangan pergi menjauh, dengan goresan pena, ia menjadi diam dan terperangkap dalam tulisan saya. Kapanpun saya ingin mengulangnya, ia akan bercerita kembali, lagi dan lagi. Ia menjadi abadi.

Verba volent, scripta manent adalah peribahasa Latin. Artinya, "spoken words fly away, written words remain". Segala yang terucap akan menguap, menghilang bersama udara. Sementara, segala yang tertulis akan tetap ada, membeku bersama waktu.

Kekuatan pena untuk 'berbicara' lebih dari bahasa lisan sudah tercatat rapi oleh sejarah.  Harriet Beecher Stowe menulis Uncle Tom's Cabin di tahun 1852, yang memengaruhi jutaan orang dan dunia untuk melawan sistem perbudakan. Manifest der Kommunistischen Partei (1848) yang lebih dikenal dengan judul The Communist Manifesto, adalah buku yang menjadi rujukan paling banyak untuk pergerakan sistem sosialis komunis. Karl Marx adalah lelaki yang menuliskannya. Hingga kini dunia mengenal sistem komunisme Marxisme, yang diambil dari nama penulis buku fenomenal tersebut.

Di ranah fiksi, tahun 1997 tercatat sebagai sejarah lahirnya novel fiksi fantasi paling laris di dunia, Harry Potter. Joan Kathlene Rowling, seorang ibu tunggal beranak satu, mencurahkan segenap imajinasinya untuk menciptakan penyihir anak-anak, Harry Potter di dunia sihirnya. Goresan pena J.K Rowling mengantarkan Harry Potter sebagai salah satu karya fiksi paling dikenal di seluruh dunia.

Tak jarang, kita mengenal karya-karya besar yang ditorehkan di dalam penjara. Soekarno, Pramoedya Ananta Toer, dan Tan Malaka pernah merasakan dinginnya dinding tahanan, namun mereka membiarkan pena mereka 'melesat' melewati tembok keras penjara, menjelma menjadi karya. Tetralogi Pulau Buru, karya Pram, merupakan salah satu karya fiksi yang paling banyak diminati, tak hanya di Indonesia, namun juga di manca negara. Di tahun 1997, saya menemukan buku Pram di perpustakaan CCF (Centre Culturel Franais -- sekarang dikenal sebagai IFI), dalam versi Bahasa Prancis. Buku-buku Pram mulai bebas dicetak ulang dan diperjualbelikan setelah era reformasi.

Buya Hamka, ulama besar kelahiran Maninjau, Sumatera Barat, menyelesaikan tafsir 30 juz Quran dengan judul Tafsir Al Azhar juga di dalam penjara. Terenggut kebebasannya selama dua tahun empat bulan, Buya Hamka dituduh melakukan tindakan subversive, yaitu merencanakan melawan kekuasaan presiden. Selama waktu itulah, pena Buya Hamka menari-nari, menggulirkan karya penting yang tak hanya dijadikan acuan di Indonesia, melainkan juga di negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei.

Verba volent, scripta manent.

--- yang terucap akan sirna, yang tertulis akan abadi ---

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun