Isi gudang milik Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) rupanya bukan Cuma bahan pangan saja. Tapi juga sekian banyak alasan, terutama untuk urusan impor. September tahun lalu, Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog, Budi -Buwas- Waseso menggelontorkan banyak alasan terkait posisinya yang menolak penugasan impor beras.
Ketika itu, Buwas berkukuh bahwa stok beras cukup hanya dengan pengadaan dalam negeri. Bulog akan memaksimalkan penyerapan gabah dari petani bukan membeli beras impor. Ia ingin agar harga diri bangsa dan negara kita tetap terjaga, sehingga kita tidak perlu lagi impor beras. Alasan lainnya, stok beras Bulog sudah mencapai 2,6 juta ton. Gudang beras Bulog sudah penuh sehingga tidak mampu lagi menampung beras impor.
Sikap Buwas yang berkeras menolak tugas impor beras itu pun berbuah teguran dari Presiden Jokowi. Namun sikapnya tidak berubah.
Bagi kalangan awam, alasan Buwas waktu itu mungkin masuk di akal. Bila gudang Bulog sudah penuh dengan beras, untuk apalagi mendatangkannya dari luar negeri. Padahal belakangan baru terkuak kebenarannya.Â
Minimnya penyerapan beras petani ini terjadi karena harga pembelian gabah dari pemerintah melalui Bulog lebih rendah dibandingkan harga di lapangan. Padahal Menteri Pertanian Amran Sulaiman sudah meminta BUMN itu menyerap beras petani sebanyak mungkin dengan harga sekitar Rp 8000 per kg.Â
Minimnya penyerapan beras oleh Bulog bisa menjadi disinsentif bagi petani. Karena mereka berharap Bulog bisa membeli dari petani dengan harga yang layak. Selain itu, petani juga harus diberikan insentif dan dukungan.
Penuhnya gudang Bulog itu ternyata terjadi karena mereka selama ini tidak mampu menyalurkan beras secara optimal. Bahkan ada ribuan ton beras yang sampai membusuk di gudang Bulog.Â