Mohon tunggu...
Irma Setyani
Irma Setyani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Full Day School Ditolak Mentah-Mentah

17 Agustus 2016   01:56 Diperbarui: 17 Agustus 2016   02:00 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belum lama ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi, mengusulkan kebijakan Full Day School (FDS) atau terkait siswa bersekolah seharian penuh. Masyarakat menolak wacana 'Full Day School' yang dicetuskan oleh Menteri yang baru menjabat setelah reshuffle 27 Juli 2016 lalu itu. Penolakan itu diantaranya dilakukan dengan membuat petisi melalui laman change.org. , 'Full Day School' justru dianggap akan melepas tanggung jawab masing-masing orang tua terhadap anaknya dengan menyerahkannnya ke sekolah. Selain itu juga akan merenggut interaksi antara anak dengan orang tua. Diharapkan pemerintah segera menyadari bahwa pilihan 'Full Day School' justru berbahaya.

Adapun yang menjadi pertanyaan masyarakat ialah dalam waktu hingga pukul 17.00 tersebut apa saja yang harus disiapkan dan diskusi jelas sangat perlu dilakukan terhadap para orang tua atau wali murid. Belum selesai kita membenahi masalah kurikulum yang kerap kali diacak-acak, sekarang muncul wacana untuk anak sekolah sehari penuh. Bagaimana jika FDS ini terjadi pada anak anda? Tentunya anak anda akan kurang bersosialisasi dengan lingkungan rumahnya.

Berbagai masukan positif pun juga bertebaran mengenai kebijakan tersebut. FDS ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran formal sampai dengan setengah hari, selanjutnya dapat diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler. Dengan begitu siswa akan dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif, seperti penyalahguaan narkoba, tawuran, dan sebagainya. Penerapan full day school juga dapat membantu orang tua dalam membimbing anak tanpa mengurangi hak anak.

Walau sudah dijelaskan dari segi posiftinya, tapi, tetap saja mayoritas masyarakat menolak wacana itu. Jika pemerintah memang berniat untuk membangun siswa untuk menanamkan karakter dan ingin siswa di Indonesia semakin cerdas, seharusnya bisa saja dengan mengubah metode pembelajarannya yang harus diperbaiki, bukan jam pelajarannya. Metode pembelajaran yang paling penting, bukan jam pelajarannya yang ditambah.

Justru metode sekolah di negara-negara maju adalah dengan mengurangi jam sekolah, tidak ada pekerjaan rumah, serta lebih mengedepankan pembangunan karakter. Dan homeschooling merupakan pilihan paling tepat dibandingkan mengirimkan anak-anak ke pendidikan yang bernama sekolah sehari penuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun