Mohon tunggu...
Irma Susanti
Irma Susanti Mohon Tunggu... -

Mother | Blogger | Admin Kumpulan Emak Blogger | Fiksi Lover | YogaPilates Lover | www.irmasenja.com | @irmairmasenja

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ruang Harapan

27 September 2013   07:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:20 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalimat yang manis Sus, mengendurkan ketegaranku menerima rasa sakit. Setelah beberapa kali tusuk, akhirnya jarum itu terpasang dilenganku lagi. Lalu suster itu mulai memasukan rangkaian obat khemoku, dia bilang cairan pertama sejenis pelancar/pembersih supaya obat khemo masuk dengan baik, lalu botol kedua cairan penenang,vitamin atau apalah supaya obat khemo tidak terlalu keras menghantam tubuhku. Yang terakhir cairan sejenis racun (obat khemo) yang katanya akan membunuh sel-sel kanker di dalam tubuh, sekaligus membunuh sel baikku di sana. Rasa hangat dan perih menjalar merayap dari ujung jari saat obat itu dimasukan dengan perlahan. Suster kali ini begitu perlahan dan lembut, hanya menyisakan perih saat obat itu memasuki venaku dan menjalar ke seluruh aliran darah. Suster yang lain pernah membuatku berteriak karena dia memasukan obat terlalu cepat dan membuatku merasa terbakar dan sakit luar biasa. Menyisakan memar yang melebar disepanjang tanganku. Setelah selesai rangkaian memasukan obat kedalam vena,suster itu memberiku kantung muntah dan beberapa majalah lalu meninggalkanku sendiri di ruang harapan.

Iya, aku menyebutnya ruang harapan. Ruangan di mana aku membuat pengharapan tentang bayangan kesembuhan, ruang di mana aku menjalani ikhtiarku untuk bertahan. Aku membolak-balik majalah, enggan membaca tapi rasa sunyi selalu membuatku sedih. Aneh, aku sok bijaksana menolak keluarga menemaniku karena alasan radiasi. Tapi aku nelangsa sendirian tanpa teman menjalani proses ini, akhhh....

Akhirnya aku hanya memandang keluar jendela, menatap atap bangunan dan lalu lalang kendaraan disepanjang ruas jalan. Merasakan perlahan reaksi obat menghadirkan rasa pusing dan mual, saat khemo pertama kali reaksinya tidak secepat ini. Mungkin ini karena lima hari berturut-turut racun khemo disuntikkan ke dalam tubuhku, maka bisa dipastikan kondisiku sudah tidak fit lagi menerima serangannya, aku mencoba menganalisa sambil terus berdiskusi dengan hatiku sendiri. " Kamu bisa,... Rasakan, sakit, mual dan sejenisnya hanya label dari pikiranmu. Fokus  "

Gagal, sepanjang sisa hari itu aku muntah-muntah. Tidak ada makanan yang masuk, bahkan seteguk air lancar jaya akan didorong keluar kembali. Aku mulai demam, dan nyeri hebat diseluruh tubuh dan persendian. Aku terduduk di toilet dengan tubuh lemas, bolak-balik muntah membuatku lebih memilih diam di kamar mandi sampai merasa lebih baik. Aku menggapai perlahan menuju tempat tidurku lagi, dan meringkuk sepanjang sore sampai suster ruang inap menjemput kembali dan mendorongku ke kamar perawatan. Hari ini tidak terlalu baik, kondisiku menurun dan dokter memaksaku tetap dalam perawatan RS. Aku mulai diare, sariawan, wajah pucat dan sensitif menerima apapun. Menatap bayangan tubuhku di cermin, aku tahu tubuhku mulai dihancurkan secara perlahan dari dalam.

kanker menimpaku seperti kabut, membuatku limbung, terluka dan samar menatap masa depan. Dan Khemotheraphy intravena atau Oral yang kujalani tidak kurang menyakitkan, meski tidak terlalu buruk dan masih sepadan jika bayarannya adalah kesembuhan dan tawa bahagia bersama orang-orang terkasih.

# Tulisan ini untuk seorang teman yang bertanya, " Emang khemotheraphy itu sakit ? masa...? "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun