Mohon tunggu...
Irma Nurhidayah
Irma Nurhidayah Mohon Tunggu... Guru - ASN Guru

Saya adalah seseorang yang senang membaca, suka menulis, kreatif, dan berwawasan luas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

11 Agustus 2024   13:00 Diperbarui: 11 Agustus 2024   13:07 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sebuah institusi moral, sekolah adalah sebuah miniatur dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya, nilai-nilai,  dan moralitas  dalam diri setiap murid.  Perilaku warga sekolah dalam menegakkan penerapan nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah teladan bagi murid. 

Etika sendiri berasal dari bahasa Yunani kuno, Ethikos yang berarti kewajiban moral. Sementara moral berasal dari bahasa Latin, mos jamaknya mores yang artinya sama dengan etika, yaitu, 'adat kebiasaan'. Moralitas sebagaimana dinyatakan oleh Bertens (2007, hal. 4) adalah keseluruhan asas maupun nilai yang berkenaan dengan baik atau buruk. Jadi moralitas merupakan asas-asas dalam perbuatan etik. Istilah lain yang mirip dengan etika, namun berlainan arti adalah etiket. Etiket berarti sopan santun. Setiap masyarakat memiliki norma sopan santun. Etiket suatu masyarakat dapat sama, dapat pula berbeda. Lain halnya dengan etika, yang lebih bersifat 'universal' etiket bersifat lokal (Rukiyanti, Purwastuti, Haryatmoko, 2018).

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, pendidikan merupakan sarana manusia membentuk etikanya agar menjadi teladan bagi siapa saja orang di sekitarnya. Semakin baik etikanya maka telah berhasil pula orang tersebut berproses dalam mengenyam pendidikan. Pendidikan harus mampu menjadi tempat bertumbuh dan berkembanganya nilai-nilai kebajikan universal. Akan tetapi, dalam merealisasikan nilai-nilai kebajikan tersebut diperlukan pemahaman, strategi implementasi, komitmen yang kuat, juga konsistensi.

Sebagai guru hendaknya kita tidak hanya mengajarkan tentang materi pelajaran. Akan tetapi, makna dari pembelajaran itu sendiri. Hal ini dikarenakan, hal tersebutlah yang akan mereka manfaatkan di masa depan. Pembelajaran bermakna akan membuat siswa merasa optimis akan pentingnya ilmu pengetahuan. Setelahnya mereka akan siap untuk menerapkan ilmu pengetahuan tersebut untuk kehidupan mereka sehari-hari. Mereka tidak lagi menjadi generasi yang pesimis akan kemampuan yang dimilikinya, melainkan merasa berharga karena tahu kelebihan yang mereka miliki dan siap menentukan arah kehidupannya.

Nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh guru harus berdampak pada lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai yang guru anut/yakini akan berimplikasi terhadap hasil yang ingin  didapatkan. Bila saja nilai yang guru ambil adalah nilai-nilai untuk kebaikan bersama, tidak merugikan salah satu pihak, kemudian berdasarkan hasil penelusuran yang telah guru lakukan sehingga menentukan langkah yang tepat, maka hasil yang didapat pun akan berjalan sesuai harapan. Manusia adalah makhluk sosial, itu artinya manusia harus meyakini bahwa lingkungan merupakan tempat mereka tumbuh dan berkembang. Oleh karena, komunikasi dan kolaborasi merupakan hal penting dalam menciptakan keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan universal. Selain itu, nilai diri berupa kasih sayang, empati, kejujuran, dan tanggung jawab adalah pondasi utama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik bagi semua pihak. Berdasarkan hal itulah akan muncul kesejahteraan psikologis terhadap lingkungan yang kita tempati di manapun kita berada.

Sebagai pemimpin pembelajaran, guru adalah ujung tombak perubahan peserta didik. Keputusan-keputusan yang diambil oleh guru akan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Maka, keputusan yang diambil oleh guru hendaknya berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal.  Guru memiliki kendali terhadap dirinya dalam memberikan pengajaran terhadap peserta didik. Oleh karena itu, dalam melakukan pembelajaran, guru hendaknya menyiapkan apa saja yang harus diberikan pada peserta didik. Guru harus melakukan observasi terlebih dahulu untuk menentukan langkah yang tepat pada peserta didik. Seperti misalnya guru melakukan tes diagnostik nonkognitif untuk menentukan gaya belajar dan lainnya. Setelah itu, guru akan mampu memutuskan desain pembelajaran apakah yang tepat pada peserta didik. Guru bisa melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian atas keputusan-keputusan yang akan diambil dalam mengeksekusi pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Tidak lupa juga, guru harus menguasai 4 paradigma dilema etika dan 3 prinsip resolusi dalam mengambil keputusan, sehingga tidak akan mengalami kendala bahkan kegagalan ketika mengambil keputusan. Jika saja, semua guru dalam melaksanakan pembelajaran yang melibatkan pengambilan keputusan kepada peserta didik, mereka mengimplementasikan nilai-nilai kebajikan melalui analisis 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip resolusi, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, maka murid akan merasa nyaman dan sejahtera secara psikologisnya. Berdasarkan hal tersebut, bukan tidak mungkin performa akademik dan nonakademik peserta didik pun akan meningkat. 

Menurut Georg Wilhelm Friedrich Hegel, "Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis".Maksud dari kutipan tersebut adalah pendidikan harus menjadi role model atau contoh teladan bagi "penghuninya". Sekolah merupakan institusi moral yang mengatur etika bagi masyarakat didalamnya. Melalui pendidikan, manusia belajar tentang banyak hal. Pendidikan tidak hanya mengajarkan tentang materi pelajaran. Lebih daripada itu, pendidikan mengajarkan makna kehidupan melalui proses pembelajaran. Dalam dunia pendidikan semua orang berproses, bukan hanya siswa. Di dalamnya mereka hidup bersosialisasi, terkoneksi satu sama lain, yang tentunya semua karakter, sifat dasar, kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang beragam, bersatu di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut diperlukan kontroling agar hidup sejajar dan harmonis. Maka, melalui sistem pendidikan nasional, semua warga sekolah perlu kiranya belajar menjadi seorang pemimpin bagi dirinya sendiri agar bisa mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya juga berdampak positif pada orang lain karena apa yang diputuskan merupakan hal yang berlandaskan nilai-nilai kebijakan universal.

Sistem Pendidikan Nasional Indonesia yang mengadaptasi nilai-nilai filosofis Ki Hajar Dewantara, mengenal istilah mengenai trilogi kepemimpinan yang disebut dengan Patrap Triloka, yaitu terdiri dari tiga semboyan yaitu ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Semboyan tersebut memiliki arti di depan memberi teladan, di tengah memberi motivasi dan di belakang memberikan dukungan. 

Dalam hal ini mengandung arti bahwa seorang guru harus menjadi panutan bagi murid dan masyarakat di sekitarnya. Melalui nilai-nilai yang dimilikinya guru harus memberikan keteladanan pada siswa. Ketika proses pembelajaran, guru harus senantiasa menjadi motivator yang hebat bagi peserta didik dengan memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik agar mereka bisa mencapai kesuksesan belajarnya. Setelah itu, guru juga senantiasa memberikan dukungan bagi fisik dan psikis peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Tiga komponen ini yang akan mempersenjatai guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik.

Berdasarkan hal tersebut, guru kiranya perlu memiliki nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya yang berpengaruh terhadap prinsip-prinsipnya dalam menghasilkan sebuah keputusan. Nilai-nilai tersebut adalah hendaknya keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran adalah berpihak pada murid, yang senantiasa reflektif, mandiri tidak selalu bergantung pada orang lain, mampu menciptakan ide yang inovatif, dan mengedepankan kerja sama yang kolaboratif sehingga mampu menciptakan perubahan yang berarti.

Seorang guru yang menanamkan nilai-nilai tersebut dalam pembelajarannya, tentunya akan selalu memikirkan langkah apa yang akan diambil dalam menyukseskan belajar muridnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip yang diambil oleh guru dalam mengambil keputusan dengan berbasis nilai-nilai kebajikan. Guru tidak akan gegabah dalam menentukan bahan ajar, memilih strategi pembelajaran, dan menyusun instrumen penilaian. Hal ini dikarenakan guru memiliki tujuan yang jelas dan terarah sebagai pemimpin pembelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun