Dari tahap kegiatan pada siklus 1 dan 2, hasil yang diharapkan adalah agar (1) peserta didik memiliki kemampuan dan kreativitas serta selalu aktif terlibat dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris; Â (2) guru memiliki kemampuan merancang dan menerapkan model pembelajaran interaktif dengan kerja kelompok khusus pada mata pelajaran Bahasa Inggris, dan (3) terjadi peningkatan prestasi peserta didik pada mata pelajaran Bahasa Inggris.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran bahasa Inggris yang terjadi belum optimal, dan masih banyak permasalahan dalam pelaksanaannya, khususnya pada aspek keterampilan menulis (writing). Guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif, sehingga siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran, kemudian guru juga kurang memberi kesempatan kepada siswa dalam melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan komunikasi dengan mengemukakan gagasan, pendapat dan perasaannya secara sederhana baik lisan maupun tertulis khususnya dalam menulis teks berbentuk procedures. Hal tersebut dilihat dari siswa yang mampu menulis teks prosedure masih sangat kurang. Diskusi banyak didominasi oleh beberapa siswa sedangkan yang lain tidak berpartisipasi aktif. Hal ini menyebabkan jndikator yang diharapkan dalam keterampilan menulis teks procedure tidak tercapai, dan nilai atau hasil yang diharapkan juga belum optimal.
- Hasil penelitian yang telah dilakukan mencakup siklus ke satu dan siklus kedua sesuai perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Hasil penelitian dapat tergambar melalui tahapan sebagai berikut.
- Data hasil analisis penilaian proses dan test tulis sebagai instrumen evaluasi yang telah di refleksikan dapat dilihat bahwa pada siklus ke 1 pembelajaran menyusun kalimat menjadi teks procedure menggunakan model pembelajaran make a match tidak berhasil secara maksimal karena hasil test dan proses tidak mencapai nilai yang diharapkan. Hal ini dapat ditemukan sebanyak 12 orang (41%) siswa saja yang secara aktif mengikuti pelajaran sesuai dengan harapan. Sedangkan mayoritas siswa, yaitu sebanyak 17 orang (59%) siswa masih terlihat pasif dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran make a match. Nilai yang diperoleh siswa pun belum menunjukkan hasil yang signifikan, bahkan dalam indikator mengidentifikasi generic structure dan language feature tidak ada satu siswa pun yang memperoleh nilai A (excellent). Mayoritas siswa, atau sebanyak 18 orang (0,62%) mendapat nilai E (poor), satu orang siwa (0,03%) mendapat nilai B (Very Good), satu orang siswa (0,03%) mendapat nilai C (Good), enam orang siswa (0,21%) mendapat nilai D (fair). Dengan kata lain implementasi tindakan pada siklus ke 1 tidak berhasil dan dapat dikatakan pembelajaran tersebut mengalami kegagalan dan akan diperbaiki di siklus ke 2.
- Pada tindakan siklus ke 2 guru mulai melakukan beberapa perbaikan dari kelemahan tindakan pembelajaran. Kelemahan yang ditemukan dalam siklus ke 1 meliputi media pembelajaran yang kurang relevan, siswa belum terbiasa/ belum akrab dengan mode pembelajaran make a match, serta pembatasan alokasi waktu tiap tahapan belajar yang kurang diperhatikan oleh guru. Hal tersebut menjadi dasar perbaikan di siklus ke 2. Guru kemudian memperbaikinya dengan menggunakan media video berupa film yang menyajikan tata cara/ prosedur menggunakan mesin ATM, siswa terlihat antusias dan fokus pada proses pembelajaran. Selain itu, guru membagikan kartu ke tiap kelompok masing-masing, satu siswa mendapat satu buah kartu untuk di cocokkan dengan teman satu kelompok. Batasan waktu dan penjelasan permainan make a match juga disampaikan oleh guru.
- Setelah peneliti melakukan analisis data dari hasil observasi yang dilakukan melalui penilaian proses dan test menulis, peneliti dan para obeserver yang terdiri dari para guru Bahasa Inggris SMA Negeri 3 Sape melakukan refleksi. Refleksi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan tindakan siklus ke 2. Data akhir hasil dari pengolahan data dan analisis menunjukkan peningkatan yang signifikan bahwa 21 dari 29 siswa (72,41%) terlihat aktif dalam proses pembelajaran. Nilai siswa hasil dari evaluasi test tulis hanya 1 orang siswa (0,3%) saja yang masih belum mencapai KKM (kriteria ketuntasan minimal). Nilai post test siswa berupa evaluasi individu melalui Lembar Kerja Siswa menunjukan Sebanyak 2 siswa (0,07%) mendapat nilai C 'good', 12 siswa (0,41%) mendapat nilai D 'fair', 14 siswa (0,48%) mendapat nilai E 'poor'.
- Dengan demikian hasil pelaksanaan tindakan siklus ke 2 telah mengalami kenaikan yang cukup signifikan, walaupun peneliti belum merasa puas akan hasil yang telah ditemukan. Hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran menggunakan model make a match dapat mengatasi masalah siswa dalam menyusun kalimat acak menjadi teks padu berbentuk procedure dan dapat membuat siswa berpartisifasi aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini membuktikan bahwa implementasi tindakan pada siklus ke 2 mendapat respon yang dar siswa.
- . Kenaikan hasil belajar siswa dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
- Tabel 1. Peningkatan Hasil Proses Pembelajaran
- Aktifitas Siswa
- Siklus ke 1
- Siklus ke 2
- Progress
- Prosentase keaktifan siswa dalam pembelajaran
- 41,38%
- 72,41%
- 31,03
- Â
- Tabel 2. Peningkatan Hasil Test SiswaÂ
- Aktifitas Siswa
- Siklus ke 1
- Siklus ke 2
- Progress
- Prosentase Nilai Siswa Yang Mencapai KKM (65)
- 0,21%
- 0,48%
- 0,27%
- Prosentase Siswa yang melebihi KKM (> 70)
- 0,28%
- 0,72%
- 0,44%
- Hasil Rata-rata Nilai Test Writing
- 62,81
- 70,10
- 7,29
- Berdasarkan data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan penelitian yang telah dilaksanakan mengalami keberhasilan. Dengan kata lain, implimentasi tindakan pembelajaran melalui model pembelajaran make a match dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis teks berbentuk procedure dan meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran.
Â
- SIMPULAN DAN SARAN
- Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, Penggunaan Model Pembelajaran make a match dapat meningkatkan kemampuan menulis teks procedure bagi siswa kelas XI Mipa 2 SMA Negeri 3 Sape pada semester 2 tahun pelajaran 2020/2021. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui evaluasi/ test tulis dengan rata-rata nilai siswa pada siklus pertama 62,81 meningkat pada siklus ke 2 menjadi 70,10. Kedua, Penggunaan Model Pembelajaran make a match dan media pembelajaran video dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan prosentase keaktifan siswa pada siklus pertama sebesar 41,38% meningkat pada siklus kedua menjadi 72,41%.
- Berdasarkan hasil refleksi kedua siklus, peneliti membuat catatan beberapa saran untuk perbaikan di masa mendatang sebagaimana berikut: (1) Guru hendaknya senantiasa melakukan pengamatan sejauh mana peningkatan belajar siswa di kelas. (2) Penulis menyarankan agar guru mulai mencoba menggunakan model pembelajaran kelompok seperti model pembelajaran make a match dalam pembelajaran karena siswa dapat termotivasi dan bekerjasama melalui pembelajaran yang menyenangkan disesuaikan dengan konteks yang menjadi tujuan pembelajran. (3) Perhatian guru terhadap peningkatan mutu pendidikan Bahasa Inggris khususnya perlu ditingkatkan demi keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Keterampilan menulis sangat essensial dihubungkan dengan aspek pengembangan diri siswa ke depan. (4) Model pembelajaran yang variatif hendaknya selalu dicoba sebagai upaya menciptakan proses pembelajaran aktif, inovatif, komunikatif, efektif dan menyenangkan sesuai dengan prinsip PAIKEM. (5) Guru hendaknya mengembangkan model pembelajaran yang efektif, efisien dan menyenangkan yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris untuk meningkatkan kompetensi menulis mereka. (6) Dalam upaya Membantu memperbaiki/meningkatkan proses hasil belajar dan mengajar guru hendaknya terus menggali potensi siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis (writing) teks bahasa inggris.
- DAFTAR PUSTAKA
- Â
Anita  Lie. Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia , 2005
Arikunto, Suharsimi. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen PMPTK.
Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Deakin:
 Deakin University.
Mulyana, Slamet.2007. Penelitian Tindakan Kelas Dalam PengembanganÂ
 Profesi Guru. Bandung: LPMP.
Mulyasa. (2003). Â Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, KarakteristikÂ
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!