Oleh Irman Syah
‘MEMBANGUNKAN’, adalah kata kerja yang bisa mewakili sesuatu dalam memaknai tindakan, atau sebuah usaha untuk memberikan kesadaran bagi siapa saja yang tertidur. Tidur itu sendiri dapat pula dimaknai dengan ‘ketidaksadaran’ akan kenyataan sekitar yang selalu saja bergerak dengan dinamikanya yang tersendiri pula. Dan ini pun beragam. Demikianlah makna, demikianlah kata, ya, sebuah nilai kerja yang dapat dilihat dari kenyataan hidup manusia pada manusia lain agar tak lagi tidak sadar.
Keterlenaan akan sebuah permainan kehidupan bagi personil atau individu, atau pun kelompok orang, malah telah menjadi bahan pembicaraan harian bagi siapa saja yang suka bercerita baik di lingkungan tempat tinggal atau pun di mana saja ia berada. Kadang bisa dengan serius hingga bersitegang urat-leher dan terkadang pula menceritakannya dengan cara bercanda. Meskipun begitu, tentu punya tujuan yang sama agar orang lain tidak lupa atau selalu ingat pada keyataan hidup yang sesungguhnya.
Dengan memelihara ingatan yang semacam itu tentulah akan banyak pandangan dan rambu-rambu yang mengarahkan perjalanan manusia pada kesungguhan tujuan. Kebutuhan apa saja dalam hidup akan selalu menuntut untuk dipenuhi, dan ini akan dapat teringankan oleh ingatan yang selalu terpelihara dengan sempurna. Kebutuhan yang terpenuhi dalam tujuan hidup itulah yang selalu mencerminkan nilai budaya melalui apa yang dipancarkannya. Manusia yang memperolehnya itu tentu pula akan menjadi panutan dan bahkan selalu diimpikan.
Menjadikan diri untuk mencapai predikat ‘manusia impian’, yang selalu memelihara nilai-nilai budaya kemanusiaan, memang sudah jarang ditemukan. Ya, sikap semacam itu sangat sulit untuk didapatkan dan malah yang demikian itu kini telah terlupakan begitu saja karena arah dan tujuan hidup yang kian berubah. Orang tidak begitu lagi mengarah pada nilai manusianya dan bahkan kini memandang manusia atas kesuksesan yang dicapainya berdasarkan harta yang dia peroleh. Nilai material semacam inilah yang menggejala dan telah menjadi fenomena sosial bangsa kita, dan bahkan telah menyeluruh: baik yang hidup di kota atau pun tinggal di desa, semua sama saja.
Denga begitu, tidak akan ditemukan lagi kelemah-lembutan tegur-sapa serta rasa sopan santun yang jujur. Semua terjadi begitu saja dalam kurun yang singkat dan ukuran prilaku budaya menjadi hilang hanya tersebab pamrih karena imbalan. Usaha dan pertemuan yang tercipta hanya semata-mata karena uang. Makanya, begitu gampang tercipta jarak, perbedaan, dan perselisihan. Prilaku menyimpang dan emosi yang tidak terkendali telah begitu pula merampas nilai-nilai budaya luhur bangsa ini.
Keterlenaan pada permainan hidup dari hasil temuan baru telah menumbuhkan ‘budaya’ baru pula di negeri ini. Budaya konsumtif telah memaksa manusia Indonesia tidak lagi hirau pada tenggang rasa dan cinta sesama. Kebiasaan dan perkembangan arah pandang yang salah kaprah itu sudah jelas-jelas tidak sesuai dengan nilai hidup manusia Indonesia itu sendiri. Banyak lagi soal lain yang bermunculan dan ujungnya selalu mengakibatkan prilaku buruk sebagai akibat yang ditimbulkan dari padanya.
Disinilah fungsi kesenian yang terlupakan, ya, padahal nilai kerohanian yang dikemas secara kreatif. Kenyataan berdasarkan rasa yang kering tentu sangat menuntut adanya siraman kesejukan bagi jiwa. Terlebih lagi bagi generasi mendatang: apa yang akan terjadi bagi bangsa ini jika generasi mudanya tak berjiwa, dan tidak pula bersentuhan dengan kegiatan serta kreatifitas. Keseharian mereka tentu hanya menerima dan menonton. Padahal, dengan  maraknya industri hiburan yang tak mendidik yang mereka dapatkan dari beragam media maupun program televisi tetap saja mengajarkan ketololan. Semua itu sangat memporak-porandakan kebudayaan.
Sudah saatnya tercipta peluang kreativitas sebagai ransangan mencipta bagi generasi muda dalam memberdayakan rasa, pikiran, dan akal budi. Dari yang demikian itu akan dapat ditemukan jalan keluar untuk mencairkan gagasan tentang segala soal kehidupan dari pengaruh negatif ‘budaya serapan’. Kepentingan untuk membangun ruang ekspressi berdasarkan kesadaran hidup melalui imajinasi yang terarah dan penuh kecerdasan ini adalah jalan keluar untuk membangun jiwa yang matang.
Kegemaran mencipta tentu sangat diharapkan untuk menumbuhkan usaha yang menghasilkan karya-karya yang sarat dan dibutuhkan. Kesenianlah sesungguhnya yang teramat penting untuk dimarakkan karena dengannya akan mampu dijadikan media ekspressi, semacam ‘candu’ yang dibutuhkan untuk kembali mencintai kebudayaan. Dengan begitu akan tumbuhlah jiwa dengan matang dan sempurna. Kegiatan berkesenian tentu saja menghargai proses yang melapangkan jalan kreativitas. Dan ini setidaknya mampu menjadi magnit komunikasi.  Kalau tidak, bisa saja keruntuhan budaya ini akan berlarut-larut, manusia Indonesia akan hanyut dan sudah bisa dipastikan tidak akan mampu mencapai tepian peradaban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H