Mohon tunggu...
Irman Syah
Irman Syah Mohon Tunggu... -

Penyair Minangkabau, Esais, Aktor, Blogger dan Performer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puisi dan Hakikat Keistimewaan

19 September 2014   08:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:15 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh Irman Syah

Ketika seseorang menyebutkan kata puisi, maka yang pertama sekali melintas ke permukaan adalah rangkaian kalimat-kalimat dengan kata-kata yang indah dan menarik serta diikat oleh bait-baitnya. Secara umum pandangan ini tidaklah salah karena memang demikianlah puisi bagi orang yang baru terlibat apresiasi. Hanya saja, puisi tentulah tidak sesimpel itu, baik dalam format dan kandungannya.

Pandangan umum semacam itu menyebar begitu saja, karena demikianlah bangunan informasi ringan untuk dapat mengajak semua orang agar bisa dengan cepat respek terhadap karya sastra. Kalau hal ini berhasil, maka tidak begitu susah lagi mengajak mereka untuk melanjutkan pemahaman berikutnya. Diskusi dan dialog tentu akan mengantarkan sesuatu yang memang merupakan tujuan sesungguhnya.

Untuk memahami hal semacam ini ada beberapa hal yang mesti dimiliki oleh calon penulis puisi yang nanti akan bergelar penyair itu oleh orang lain yang telah membaca tulisan-tulisannya. Tidak berat sesungguhnya, tapi tidak pula bisa digampangkan begitu saja, karena untuk menghasilkan karya memang membutuhkan pemahaman yang tajam tentang makna kehidupan, ukuran dan kesimpulan.

Semua itu akan menjadi bagian yang kait-mengait dalam mengutuhkan kualitas penciptaan karya sastra. Tak dapat dibayangkan kalau calon penulis hanya punya kemampuan menulis saja tapi pemahaman tentang hakikat hidup dan manusia tidak dimiliki mereka, tentu karya yang dihasilkannya juga akan berada di permukaan saja: jauh dari kedalaman, hanya bermain di kulit dan bisa dipastikan tidak berisi.

Karya-karya yang hampa adalah sebuah usaha sia-sia, menghabiskan waktu, menyenangkan hati sesaat agar telepas dari beban rasa yang sepele. Banyak orang yang tergoda dengan kenyataan semacam ini: menulis puisi dan menghasilkan banyak tulisan, tapi isinya hanya menceritakan diri sendiri tanpa ada usaha untuk mengemasnya dalam hubungan kehidupan yang makro. Jadinya, berupa curhatan saja.

Padahal, sebuah puisi semestinya gumpalan yang mengkristal, yang mampu menggugah dan menyentuh pembaca untuk segera menggali hakikat makna yang ada dalam kandungannya. Bukan berarti mesti dengan tema-tema besar, tapi galian persoalannya yang harus betul-betul dipahami dan kemudian dikemas berdasarkan filosofi kehidupan yang jelas serta ukuran dan penilaian yang nyata dalam cermin  keseharian yang tidak pura-pura.

Alangkah bahagianya orang yang membaca puisi itu jika dia merasa berada di dalamnya. Sentuhan dan alunan kata-kata telah membawanya ke sebuah dunia yang membangun perenungan atas peradaban diri atas sikap hidup yang tertuang di dalam karya. Dan tentu pula, alangkah bahagianya lagi sang penyair yang sempat menulis karya itu karena diketahuinya bahwa puisi yang ditulisnya telah menjadi sebuah jalan pemahaman kehidupan bagi orang lain tanpa disangka.

Lebih jauh dari itu, sesungguhnya, kekuatan karya memang tak bisa disangkal: bahwa apa yang dihasilkan penyair dengan maksimalitas dan totalitasnya untuk memahami nilai hidup dan kehidupan tentunya akan membuahkan karya sastra yang matang. Apalagi dengan turut-sertanya dia berperan dalam mengikuti perkembangan yang terjadi pada ruang lingkup masyarakat melalui aktivitas budaya yang nyata dengan kesungguhan. Apa yang dia tuliskan akan tercermin dari kandungan tulisannya.

Semua ini tentu tak lepas pula dari pandangannya yang tajam tentang segala sesuatunya dan ditambah pula dengan ragam bacaan yang mendukung serta penguasaan bahan pengetahuan:   perihal hukum dan nilai-nilai kerohanian, serta rajin mengasah akal sehat berdasarkan bimbingan wahyu, yang kesemuanya itu menjadikan diri dan karya seiring sejalan dalam mempertanggung-jawabkan ungkapan: di sinilah hakikat keistimewaan puisi itu bermaqam.

RoKe’S, 19 September 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun