Senyum Bestari mengembang saat membaca obrolan di ruang chat sebuah komunitas profesi di dunia maya. Baru enam bulan ia bergabung di komunitas yang berlatar belakang profesi yang sama, engineering. Bestari memainkan jari-jari lentiknya memejet huruf-huruf yang berderet rapi di keyboard. Ramah juga, Bestari memberi kesimpulan pada pria kawan ngobrolnya.
Obrolan di chat malam itu adalah obrolan pertama Bestari dengan seorang pria yang usianya dua tahun di atasnya dan di profilnya tertera nama Tanu Siregar. Tak ada yang istimewa dari obrolan perkenalan itu. Bagi Bestari obrolan itu sama seperti obrolannya dengan pria-pria yang ia kenal di dunia maya. Sekedar tanya nama, padahal sudah jelas ia menulis Bestari Meutia sebagai namanya, tinggal di mana, usia, kerja dimana, dan hobi. Klise.
Bukannya tak ada pria yang ingin mendekatinya, tetapi Bestari selalu merasa ada hal yang kurang pas setiap kali dekat dengan pria. Orang tua, Abang dan kakaknya, bang Fi dan kak Tiara pun tak mau tinggal diam. Banyak sudah cowok yang dikenalkan kepada Bestari. Tapi selalu gagal. Mulai dari kawan sekantor bang Fi, anak-anaknya kawan sekolah bapak dan ibunya hingga kawan sekolah Kak Tiara dulu. Bisa dibayangkan hebohnya mencari jodoh untuk Bestari.
Sangat wajar kalau orang-orang terdekat Bestari tak kalah sibuk mencarikan jodoh untuknya. Tak terasa usia Bestari kini sudah merangkak ke angka 30. Untuk seorang perempuan, di lingkungan keluarganya usia 30 bisa dibilang perawan tua. Kawan-kawan sekolahnya dulu sudah menikah semua, bahkan ada yang sudah mempunyai anak empat. Rajin betul kan produksinya. Tinggal Bestari yang masih dengan kesendirian. Tetapi itu bukan kemauan Bestari. Hanya takdir yang belum membawa Bestari pada separuh jiwanya.
Setelah banyak cerita, obrolan berhenti. Bestari merasakan ngantuk sudah menyerangnya, ia berpamitan untuk off. Setelah perjumpaan di obrolan malam itu, Bestari sering chat dengan Tanu. Kemudian mereka saling bertukar nomer telpon. Akhirnya mereka janjian untuk nge-date. Sebuah kebetulan, Tanu yang seorang perantau bekerja di perusahaan sawit di kota Bestari.
Sabtu sore mereka janjian berjumpa di sebuah rumah makan. Rumah makan yang menyajikan mi Aceh Nyak Iyet menjadi pilihan mereka, selain letaknya yang strategis rumah makan itu sudah terkenal, sehingga mudah untuk Tanu mencari Bestari.
“Hai, Bestari ya?
Reflek Bestari mendongakkan kepala, yang sejak tadi fokus pada laptopnya. Sebuah senyum renyah dan akrab menghangatkan ruang hatinya. Ini pasti Bang Tanu, pikir Bestari. Seraut wajah yang sudah ia kenal. Tapi baru kali ini ia dapat menikmati wajah teduh itu secara nyata. Bestari menjawabnya dengan anggukan dan membalas senyum renyah itu dengan senyuman juga.
Perjumpaan sore itu semakin mengakrabkan hubungan mereka berdua. Namun....
“Bestari, kau boleh berteman dengan siapa saja, ibu hanya mengingatkan kalau untuk menjalin hubungan yang lebih serius apalagi sampai menikah dengan Siregar, ibu adalah orang pertama yang menentangnya!
“Bu...
“Kau sudah tahu semuanya, jadi tolonglah mengerti ibumu ini”
Sudah tiga bulan Bestari menjalin hubungan dengan Tanu. Merasa ada kecocokan, Tanu berniat untuk mengenal lebih jauh dengan keluarga Bestari. Kemarahan ibunya Bestari itu berawal dari saat Tanu mengenalkan dirinya dengan nama lengkapnya, Tanu Siregar, saat berkunjung ke rumah Bestari.
Nampaknya luka ibunya Bestari masih menganga hingga kini, sudah puluhan tahun lalu. Sebelum menikah dengan seorang laki-laki nan lembut dan penyabar yang telah mengaruniai tiga anak bang Fi, Kak Tiara dan Bestari, dulu ibunya akan menikah dengan laki-laki yang bernama Siregar. Tanggal pernikahan mereka tinggal menghitung hari, undangan sudah disebar entah mengapa pihak laki-laki membatalkan pernikahan secara sepihak.
Ibunya Bestari sempat mengalami depresi karena merasa di permalukan oleh laki-laki itu, laki-laki bermarga Siregar. Dan kini seolah luka lama ibunya berborok kembali setelah Bestari menjalin hubungan dengan laki-laki yang bermarga sama dengan orang yang telah mencampakkan dirinya. Ibunya sangat menentang hubungan Bestari bila berlanjut ke pelaminan.
“Tidak!
“Ayolah Bu, tolong Bestari...berilah ijin kami untuk menikah”
“Tetap tidak! Pantang bagi ibumu ini untuk menjadi keluarga Siregar!
“Bu, itu masa lalu, ibu sendiri sudah tahu bagaimana bang Tanu kan”
Tanu berniat untuk melamar Bestari dan segera melangsungkan pernikahan. Abang dan kakaknya sudah angkat tangan membujuk ibunya agar memberi lampu hijau hubungan adiknya itu. Hanya bapaknya yang masih gigih membujuk istrinya.
Hingga suatu malam…
“Apakah kau tak kasihan lihat Bestari, kawan-kawannya sudah menikah semua. Keluarga besar sudah setuju kalau Tanu melamar Bestari. Tolong pikirkan sekali lagi”
Bapaknya Bestari mencoba membujuk ibunya yang masih bersikukuh dengan ketidaksetujuannya.
“Tapi bapak sangat tahu kan, bagaimana saya dulu setelah batal menikah?
“Iya, saya sangat tahu, tapi tentang Bestari tolong pikir kembali. Ini demi masa depan dia, kasihan kalau ia harus menanggung cibiran tetangga sebagai perawan tua. Tak semua Siregar mempunyai perilaku tak bertanggung jawab, banyak pula yang tak bermarga Siregar yang tak bertanggung jawab. Semua itu tergantung orangnya, bukan karena nama atau marganya”
Ibunya Bestari terdiam mendengar penjelasan suaminya. Dalam hati ia membenarkan perkataan suami yang ia cintai. Demi mendengar perkataan suaminya itu rasa bersalah menyusup ke hatinya. Ia merasa bersalah sama Bestari yang sejak pertentangannya hubungannya dengan Tanu ia merasa jauh dengan anak bungsunya yang cantik itu. Sikap Bestari masih hormat padanya, meski sangat nampak kemurungan di wajah gadisnya itu. Dalam hati ibunya ingin menjalin kembali hubungannya yang sempat renggang dengan Bestari.
Setelah mencium tangan ibunya yang masih di dapur Bestari siap untuk berangkat kerja.
“Tunggu Bestari” Bestari menghentikan langkahnya. Ibunya mendekatinya.
“Nanti malam usahakan jangan pulang telat. Tak usah bertanya ada apa, ibu tahu kau pasti akan menanyakan hal itu”
“Baik bu”
Sepeninggal Bestari, ibunya menghubungi sebuah nomer ponsel. Ada senyuman tulus menghiasi wajahnya. Bestari pasti tak berfikir kalau beberapa hari yang lalu saat Abangnya Fi meminta nomer ponselnya Tanu adalah atas permintaan ibunya.
Bestari merasa heran melihat banyak makanan terhidang di meja makan namun ia tak punya nyali untuk bertanya pada ibunya. Kedatangan abang dan kakaknya serta kepanokannya juga turut menghadirkan rasa penasaran tapi tetap disimpan dalam hati.
Tak lama berselang Tanu juga datang, Bestari semakin bingung dibuatnya. Dengan tetap menyimpan rasa kebingungan, ia mencoba menikmati makan malam bersama dengan orang-orang terkasihnya.
Usai makan malam mereka menuju halaman depan, sambil ngobrol ringan mereka duduk di atas tikar yang dipayungi rindangnya pohon beringin. Bestari juga menangkap kebingungan di raut wajah Tanu. Sebenarnya apa yang telah bapak ibunya dan abang serta kakaknya rencanakan. Bestari berfikir keras.
“Jadi kapan Tanu datang melamar Bestari? Kalimat ibunya Bestari sangat mengejutkan Tanu. Tanu sangat tahu kalau ibu kekasihnya itu sangat menentang hubungan mereka. Bestari tak kalah terkejutnya demi mendengar pertanyaan ibunya itu. Tetapi pertanyaan ibunya telah menghadirkan senyum Bestari dan Tanu kembali berseri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI