Sudah mati-matian dibela, yang dibela malah tidak tidak kooperatif.
Menyebalkan sekali bukan? Tapi itulah yang terjadi di dunia ekspor baja stainless steel atau nirkarat saat ini dalam proses pembelaan atas tindak pengamanan dagang oleh China.
Ya, pemerintah China mulai menerapkan kebijakan bea masuk antidumping per Selasa (23/7) untuk produk baja asal Indonesia. Kebijakan tersebut diumumkan oleh Kementerian Perdagangan China setelah komite investigasi menemukan bahwa produk-produk baja impor telah menyebabkan kerugian pada industri baja dalam negeri.
Keputusan itu menyusul penyelidikan antidumping pada Juli tahun lalu setelah pengaduan diajukan oleh perusahaan baja di China yakni Shanxi Taigang Stainless Steel (000825.SZ).
Dikutip dari Reuters, bea antidumping tersebut diterapkan pada produk billet stainless steel dan plat stainless steel canai panas dari perusahaan-perusahaan di Uni Eropa serta Jepang, Korea Selatan dan Indonesia. Tarif yang dikenakan mulai dari 18,1% hingga 103,1%.
"Komite investigasi telah membuat keputusan akhir bahwa ada pembuangan produk-produk yang diselidiki dan telah menyebabkan kerusakan substantif pada industri di China," kata Menteri Perdagangan China seperti dikutip dari Reuters, kemarin.
Kementerian Perdaganan (Kemendag) sesungguhnya telah mengupayakan pembelaan di World Trade Organizations (WTO) atas tudingan praktik dumping kepada produk baja nirkarat asal Indonesia oleh China. Proses pembelaan tersebut bahkan dilakukan dengan mengajak perusahaan yang tertuduh mengikuti proses pemeriksaan yang dilakukan otoritas perdagangan China.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati bilang, "kekalahan" terjadi akibat eksportir atau produsen asal Indonesia yang tertuduh justru tidak kooperatif selama proses pemeriksaan. Hal itu membuat Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) akhirnya dengan mudah dikenakan oleh otoritas perdagangan China.
Padahal, sikap kooperatif juga perlu dilakukan saat diketahui mengalami dugaan tuduhan pelanggaran regulasi perdagangan di sebuah negara. Kelengkapan data perlu terpenuhi saat pemeriksaan oleh tim investigasi di lapangan.
"Kalau tidak kooperatif pengusaha dan pemerintah akan kehilangan hak membela dan memperjuangkan perusahaan. Misalnya hanya dengan tidak kooperatif Amerika Serikat bisa mengenakan rate gila-gilaan sampai ratusan persen," jelas dia.
Pradnya mewanti-wanti para eksportir untuk tidak langsung percaya dengan pemeriksaan tim verifikasi antidumping tersebut. Pembelaan bakal maksimal saat pelaku usaha memiliki bukti yang kuat agar terus mengembangkan usahanya.