Ketiga kasus diatas dan juga banyak kasus lain yang tidak disebutkan sama-sama harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama untuk yang muslim dan ke Pengadilan Negeri untuk non-muslim.Â
Melalui gugatan yang diajukan ke Pengadilan para mempelai pernikahan dini akan mendapat dispensasi untuk bisa melakukan pernikahan diluar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lalu apa yang menjadi faktor terjadinya pernikahan dini? Banyak faktor yang mendorong terjadinya pernikahan dini di Indonesia, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, keinginan segera memperoleh keturunan. Seperti yang disebutkan diawal, bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk meneruskan garis keturunan.
Ada beberapa kalangan masyarakat yang meyakini bahwa semakin tua usia seseorang, maka semakin sulit untuknya memperoleh keturunan. Oleh karenanya, sebagian kelompok masyarakat segera menikahkan anaknya bahkan diusia remaja, agar anaknya tidak terlambat menikah dan kesulitan memiliki keturunan.
Kedua, adalah kurangnya pengetahuan mengenai akibat buruk melakukan pernikahan diusia dini. Menurut Psikolog Anna surti mereka yang berumur di bawah 21 tahun sebetulnya masih belum siap untuk menikah. Ketidaksiapan anak menikah dapat dilihat dari 5 aspek tumbuh kembang anak yaitu :
Fisik
Fisik seorang anak pada usia remaja masih dalam proses berkembang. Kalau berhubungan seksual akan rentan terhadap berbagai penyakit, khususnya untuk perempuan.
Kognitif
Di usia anak dan remaja, wawasan belum terlalu luas, kemampuan problem solving dan decision making juga belum berkembang matang. Apabila ada masalah dalam pernikahan, mereka cenderung kesulitan menyelesaikannya.
Bahasa
Anak dan remaja tidak selalu bisa mengomunikasikan pikirannya dengan jelas. Hal ini dapat menjadi masalah besar dalam pernikahan.
Sosial
Jika menikah di usia remaja, kehidupan sosial anak akan cenderung terbatas dan kurang mendapatkan support dalam lingkungannya.
Emosional
Emosi remaja biasanya labil. Kalau mendapatkan masalah akan lebih mudah untuk depresi dan hal ini berisiko terhadap dirinya sebagai remaja, dan anak yang dilahirkan dalam pernikahan. Selain itu, dengan emosi yang labil, anak / remaja yang menikah lebih sering bertengkar, sehingga pernikahannya tidak bahagia.
Ketiga, mudahnya akses informasi. Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat, anak- anak dan remaja serta orang dewasa dapat dengan mudah mengakses informasi yang mereka butuhkan. Namun dengan demikian anak-anak dan remaja juga dapat mengakses informasi berupa gambar, tulisan atau video yang sebenarnya belum seharusnya mereka mengetahuinya.
Keempat, faktor hamil diluar nikah. Karena anak-anak dan remaja sudah terbiasa mengakses situs-situs berkaitan dengan sex, maka sex bukan lagi hal yang tabu bagi mereka, dan karena diusia remaja dorongan rasa ingin tahu sangat besar, maka memungkinkan mereka meniru apa yang mereka lihat.
Hamil menjadi konsekuensi yang harus ditanggung. Maka untuk mengurangi pandangan negatif masyarakat karena anak yang dikandung akan lahir tanpa ayah, akhirnya pernikahan dini terpaksa dilakukan.
Terakhir yang kelima adalah faktor adat. Di beberapa kelompok masyarakat, menikahkan anak di usia sangat dini adalah sebuah keharusan karena suatu hal tertentu. Walaupun faktor adat sudah jarang ditemukan, tapi kita tetap bisa menjumpai adat seperti demikian di beberapa wilayah tertentu.
Sekian ulasan saya semoga bermanfaat. Terima Kasih.