Halaman ini akan menjadi tempat untuk menuangkan passion, ide, gagasan, berdiskusi dan bertukar pikiran, mengenai perkembangan perpustakaan, komunikasi, layanan informasi, perbukuan dan minat baca khususnya terkait Ekonomi, Keuangan, serta Kebijakan Fiskal di Indonesia. Kegiatan menulis di Kompasiana merupakan salah satu upaya untuk mendekatkan diri kepada masyarakat, pembaca, pustakawan dan Kompasiner.Â
Sebagai suatu upaya untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa konsep perpustakaan juga berevolusi dan berubah bentuk menjadi sangat fleksibel. Perpustakaan kini dapat hadir di ruang-ruang publik, di angkasa maya, menyusupi jejaring sosial anda, di dalam gadget kita, di mana saja dan kapan saja.
Google dan kawan-kawannya merupakan salah satu perpustakaan terbesar di dunia karena esensi proses bisnis utama di perpustakaan adalah menemukan informasi. Peran perpustakaan sebagai sistem pencarian informasi telah digantikan oleh mesin yang disebut "search engine" yang memiliki kemampuan jutaan kali lipat lebih cepat, lebih luas, lebih handal dari perpustakaan manapun.Â
Namun demikian, perpustakaan konvensional masih memiliki pasarnya sendiri, the man behind the machine masih dibutuhkan. Sementara itu, manusia memang ditakdirkan mempunyai keinginan untuk "memiliki" sesuatu dalam arti dapat dipegang dan dirasakan, ditunjukkan kepada orang lain dan dibawa pulang, demikian halnya dengan informasi/ buku. Hal ini terbukti dengan tetap meningkatnya pengguna perpustakaan konvensional di era sekarang.
Ternyata bagi sebagian besar masyarakat kita, wujud empat dimensi (4D)/ buku dalam bentuk nyata masih menjadi pilihan utama dibandingkan teks dalam wujud 2D atau 3D. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa manusia Indonesia sesungguhnya adalah masyarakat yang memiliki karakteristik gemar belajar.Â
Semangat ini terwujud dalam setiap manusia Indonesia yang menguasai setidaknya dua atau tiga bahasa sekaligus. Satu bahasa ibu, satu bahasa nasional (bahasa Indonesia) dan satu lagi bahasa daerah terdekat atau bahasa asing.
Dari sudut pandang budaya, seni dan kesenian berlaku demikian juga, yaitu hampir setiap manusia Indonesia memiliki pengetahuan budaya yang khas, belajar/ mengerti paling tidak satu/ dua jenis kesenian daerah, serta suka belajar, dan dapat membuat satu bentuk karya seni lokal yang sangat bercitarasa.Â
Perpustakaan harus mampu memasak produknya sesuai selera masyarakat, karena esensi perpustakaan adalah belajar/ learn, sedangkan membaca hanyalah salah satu cara saja. Sementara itu tanggungjawab perpustakaan adalah pendidikan kepada masyarakat.Â
Saya percaya, masyarakat Indonesia disadari atau tidak sudah terbiasa dengan proses belajar itu (belajar bahasa, seni dan budaya/ social inteligent) meskipun pembelajaran itu tidak selalu diwadahi dalam suatu lembaga formal.
Oleh sebab itulah seharusnya tidak masuk akal apabila perpustakaan sebagai penyedia ilmu pengetahuan sepi pengguna. Yang ada adalah perpustakaan tidak mampu hadir, melayani dan memberikan informasi aktual yang dibutuhkan penggunanya.Â
Saya yakin masalahnya adalah gagalnya perpustakaan dalam mengaktualisasikan dirinya, tidak mampu mentransformasikan diri seiring dinamika kebutuhan informasi masyarakat sehingga dilupakan.Â