Habis manis, sepah dibuang. Setelah dipakai pencitraan, lalu ditinggalkan. Nasib buruk itu yang coba diadvokasi legislator Kalimantan Selatan (Kalsel) agar tidak terjadi di ratusan hektare sawah hasil program cetak sawah di wilayah mereka.
Informasi mengenai kekhawatiran para legislator itu mengemuka beberapa hari yang lalu, saat mereka bertandang ke kantor Kementerian Pertanian (Kementan) di Ragunan, Jakarta Selatan.
Kalimantan Selatan bisa diibaratkan sebagai panutan bagi program cetak sawah Kementan. Khususnya alih fungsi lahan rawa menjadi sawah. Tahun lalu, Kementan melaksanakan peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di sana, sembari merayakan panen dari 240 hektare sawah yang tadinya berupa rawa.
Sampai dengan tahun lalu, memang ada sekitar 240 hektare sawah di Kalsel yang berasal dari program konversi rawa. Untuk tahun ini, Kalsel kembali mendapatkan program cetak sawah di lahan rawa dari Kementan seluas 200 hektare. Cetak sawah itu akan dilaksanakan di empat daerah, yaitu Kabupaten banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan (HSS) dan Hulu Sungai Utara (HSU).
Tapi sayangnya, sejauh ini, warga dan petani setempat masih ragu untuk mengelola 240 hektare lahan yang dipanen saat HPS tahun lalu. Menurut pengakuan dari Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan Kementan, sawah ratusan hektare itu masih terendam air akibat hujan. Kondisi itu tidak muncul pada saat HPS kemarin, karena saat itu sedang musim kemarau.
Kondisi ini tentu membuat kita ragu, sawah cetakan yang berasal dari rawa itu akan mampu dipanen tiga kali dalam setahun. Atau tetap bisa ditanami, baik di musim hujan atau kemarau, seperti yang diharapkan Mentan Amran Sulaiman.
Tapi sayangnya, satu Juta Hektar di Kalimantan Tengah, tidak berakhir mulus, bahkan hampir setengah dari 15 ribu keluarga transmigran yang dahulu ditempatkan pada kawasan tersebut, meninggalkan lokasi.
Oleh karena itu, hendaknya Mentan tidak sekadar menjadikan Kalsel sebagai tempat percontohan atau panggung pencitraan saja. Tapi juga terus mengelola sawah-sawah yang tadinya berasal dari rawa. Sehingga mereka tidak terkonversi percuma. Melainkan benar-benar dimanfaatkan sebagai sumber lahan pangan/pertanian yang bisa diandalkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI