Mohon tunggu...
Irma Muthiah Saleh
Irma Muthiah Saleh Mohon Tunggu... Guru - Guru/Hidaytullah Balikpapan

Berkebun/Agriculture

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Merenda Asa

15 September 2022   21:13 Diperbarui: 15 September 2022   21:13 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bergegas dijajarinya langkah bapak tua tersebut  dan mencoba menanyakan tempat wudhu.  Bapak tadi mengarahkan ke arah samping surau, namun belum sempat bapak tersebut  bertanya, perempuan itu sudah menghilang dan sejenak sudah larut dalam sujud panjangnya. Hingga waktu ashar tiba dan dia ikut berjamaah bersama bapak tua tadi dan dua  jamaah bapak-bapak tua lainnya. Tidak tampak seorang pun jamaah perempuan.

Selepas shalat dia coba menanyakan alamat orang kaya kampung yang punya hajat bagi-bagi sembako tersebut pada salah seorang jamaah. Penasaran dengan penampilan perempuan paruh baya itu,
si bapak mulai mengejarnya dengan sejumlah pertanyaan. Mengetahui jika perempuan tua didepannya itu berasal dari dusun tetangga yang jaraknya cukup jauh, bapak tersebut menjadi kasihan dan menawarkan untuk singgah ke rumahnya. Namun  perempuan itu menolak dengan halus dan memohon untuk ditunjukkan rumah orang kaya yang dicarinya.

Mendengar desakan perempuan didepannya, dua orang bapak  yang menghampirinya saling pandang. Mereka salut dengan usaha keras si ibu  namun di satu sisi mereka tahu kalau ia tidak akan dapat memperoleh  yang dicarinya karena orang kaya yang dituju baru saja meninggalkan dusun menuju rumah orang tuanya di luar pulau. Sembako dan uang tunai yang akan dibagikan sudah terbagi habis hingga siang tadi.  

Tampaknya hujan di dusun tersebut tidak separah hujan badai  yang dialaminya dalam perjalanan sehingga meskipun hujan,  orang dusun dan orang-orang dari dusun terdekat tetap berdatangan ke rumah si kaya yang dermawan itu. Mendengar penuturan dari bapak tadi, perempuan tua yang kemudian di ketahui bernama Bu Surti itu menjadi lemas namun sekuat tenaga dicobanya untuk tegar.

Berbagai rasa membuncah dalam dadanya. Sedih, kecewa, putus asa, rasa bersalah. Meski berusaha tegar, di wajahnya tampak rasa sedih dan kecewa dan itu terbaca oleh bapak tadi.  Ada rasa iba terhadap perempuan tua bertubuh ringkih tersebut. Terbetik untuk memberikan sebagian jatah sembako yang diperolehnya namun dia tahu watak istrinya. Istrinya pasti akan mengomel  dari A sampai Z jika jatah itu dibagi ke orang lain karena mereka juga butuh.

Sementara bapak yang satunya tidak memanfaatkan kesempatan untuk ikut antrian sembako karena dia merasa masih banyak yang lebih butuh dari dia. Namun untuk saat ini dia tidak punya kelebihan untuk dibagi ke orang lain karena dia juga punya tanggungan yang banyak.

Perempuan malang itu tidak bisa berharap banyak, bergegas dia mohon izin kembali ke dusunnya meski dengan perasaan yang tidak menentu. Salah seorang bapak yang dari awal hanya mendengarkan karena sambil membereskan perlengkapan surau, mendekat. Dia mengajak perempuan tua itu ke rumahnya untuk bertemu dengan istrinya. Meski ragu karena ingin segera pulang , perempuan tua itu bergeming. Diikutinya bapak tadi hingga sampai di depan sebuah rumah sederhana namun bersih dan rapih.

Setelah mengucapkan salam,  dari dalam terdengar jawaban dari suara yang sangat bersahaja. Seorang perempuan paruh baya keluar menyambut dan mempersilahkan mereka masuk. Setelah berbasa - basi sejenak, sang suami menceritakan perihal perempuan lusuh yang bersamanya dan niatnya untuk menyisihkan sejumlah sembako yang mereka dapat dari orang kaya kampung yang dermawan. Istrinya tentu saja iba dan dengan senang hati mau berbagi. Awalnya Bu Surti menolak namun setelah di bujuk akhirnya dia mau menerima sembako pemberian suami istri yang baik itu dan juga beberapa lembar uang dua puluh ribuan.

Dengan kesyukuran dan rasa terima kasih yang sangat mendalam Bu Surti  pamit untuk kembali ke dusunnya. Hari semakin sore namun dengan kebahagiaan yang begitu besar dia bersemangat untuk melangkahkan kaki kembali ke dusunnya. Niatnya untuk segera memasak masakan istimewa untuk suaminya memompa semangatnya untuk segera sampai di rumah.

Hari mulai gelap ketika kaki kurusnya yang kini membawa  beban berat karena memanggul sembako melangkah menapaki pematang yang menuju gubuknya. Perjalanan jauh yang ditempuhnya berjam- jam saat berangkat karena kondisi hujan badai , disaat pulang terasa sangat dekat. Pada dasarnya jarak tempuh tetaplah sama. Namun karena cuaca yang sudah kembali normal dan semangat yang tinggi maka beban di pundaknya tidak menjadi penghalang untuk mempercepat langkah sehingga waktu tempuh menjadi lebih pendek.

Mendekati arah menuju gubuknya detak jantung Bu Surti seakan terhenti ketika menyaksikan beberapa orang berjalan dari arah rumahnya. Dipercepat langkahnya hingga bisa berpapasan dengan orang-orang tersebut. "Ada apa Bu?" kejar Bu Surti dengan suara bergetar. 
"Suami Bu Surti ... belum selesai tetangganya menjawab Bu Surti berlari menuju gubuknya. Didapatinya ada beberapa orang di dalam rumah sedang duduk sambil menunduk.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun