Mohon tunggu...
Irma Muthiah Saleh
Irma Muthiah Saleh Mohon Tunggu... Guru - Guru/Hidaytullah Balikpapan

Berkebun/Agriculture

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berdamai dengan Luka - Part 2

9 Juni 2022   13:15 Diperbarui: 9 Juni 2022   18:21 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ah masak sih Bu, hampir tiap malam dia ada di rumah kok. Kecuali malam Sabtu dia nginap di tempat kerjanya  karena sekalian ikut pengajian."  Arya memang sudah berhasil mendapatkan  pekerjaan, menjadi karyawan sebuah percetakan yang cukup jauh dari komplek tempat tinggalnya .

"Terus  ibu yakin dia benar-benar ikut pengajian, jangan-jangan malah ke rumah istri keduanya."

"Saya percaya padanya. Saat pertama kali datang kembali dia mengatakan kalau sudah melepasnya," sambung Rini meyakinkan. "Baguslah kalau begitu," pungkas bu Rita sambil berlalu masuk kantor.

Rini yang cerdas menangkap gelagat aneh rekannya tersebut. Dia bisa menebak jika temannya itu punya berita terkait  suaminya. Dan itu pasti bukan hal yang menggembirakan.

Hatinya tentu saja kembali gamang. Mulai muncul keraguan akan kebenaran perkataan rekannya. Namun tekadnya untuk menjaga keluarganya tetap utuh mengalahkan rasa cemburu yang mulai menyeruak mencari celah untuk membuka luka hatinya kembali.

"Aku harus kuat," ucapnya lirih.
"Apapun itu selama bang Arya masih pulang  menemani hari-hari kami, biarlah menjadi urusan dia. Mungkin memang aku harus mengalah berbagi kebahagiaan dengan yang lain. Dan itu mungkin juga kebahagiaan buat suamiku. Namun satu hal, aku harus memaksanya untuk jujur agar tidak ada lagi kebohongan . Agar dia  terbebas dari rasa bersalah yang justru hanya akan menyiksanya," pungkas Rini berdialog dengan dirinya.

"Bang, boleh  aku tahu tentang satu hal?" Tanya Rini sambil bersandar manja di lengan suaminya yang kekar.
"Ada apa dek?" Balik Arya bertanya. Sejak kembali lagi setelah menghilang beberapa bulan Arya memang lebih romantis. Dia yang sebelum prahara rumah tangganya terbiasa lebih sering memanggil istrinya dengan langsung menyebut namanya kini digantinya dengan panggilan yang lebih mesra.

"Abang bahagia ya?" Tanyanya sambil melirik wajah suaminya. Dia ingin memastikan seperti apa ekspresi suaminya mendengar hal itu.
"Tentu saja dek, masak Abang gak bahagia di dampingi istri cerdas dan cantik seperti kamu," jawabnya sambil mencolek hidung istrinya.

"Kalau Abang bahagia, Rini juga ikut bahagia. Kalau Abang sedih Rini pasti ikut sedih. Apalagi kalau itu karena ulah Rini."
"Maafin Rini yang bang, Rini mungkin egois mau memilki Abang sendiri. Padahal Rini yakin ada dua orang yang juga merindukan kehadiran Abang."

Arya yang mulai sadar ke arah mana pembicaraan Rini, tentu saja kaget. Namun iya berusaha menyembunyikan kekagetannya dengan mengangkat dagu istrinya dan menatapnya tajam.

"Apa maksudmu Rin?" kekagetan dan kekhawatirannya jika Rini telah mencium kebohongannya selama ini yang dia telah jaga dengan hati-hati membuatnya lepas kontrol. Panggilan Rini kepada istrinya secara spontan justru menguak bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun