Beberapa tahun belakangan, kondisi kesehatan mental pekerja kerah putih semakin menjadi sorotan, baik di dalam dan luar negeri. Istilah "burnout" kini populer sebagai kondisi yang merujuk pada stres kerja. Pasalnya, fenomena "burnout" tak hanya berdampak pada produktivitas, melainkan juga kehidupan pribadi dan keluarga pekerja.Â
Lantas, dari sisi perusahaan pemberi kerja atau "employer", seperti apa program yang dapat ditawarkan kepada pekerjanya? Menurut survei "Health on Demand", sejumlah program dapat disediakan oleh perusahaan di Indonesia untuk menjaga kesehatan mental tenaga profesional, seperti layanan yang menyasar kesehatan mental anak muda (46%), pelatihan kerja untuk mengenali dan mengatasi tantangan kesehatan mental (41%), serta fasilitas asuransi atau program yang meringankan beban biaya perawatan kesehatan mental dan konseling virtual dengan terapis (39%). Â
Menurut survei ini, program-program tersebut akan mengevaluasi budaya kerja di sebuah perusahaan. Misalnya, mempertimbangkan ulang desain pekerjaan dan kompetensi para penyelia, mengatur target dan ekspektasi kerja secara lebih rasional, menciptakan budaya kebersamaan dan pengambilan keputusan yang inklusif.Â
Salah satu tujuan dari program-program tersebut tentunya berkaitan dengan tingkat kepuasan karyawan. Jika kebutuhan ini terpenuhi, maka setiap pekerja merasa perusahaan sebagai pihak pemberi kerja peduli dengan kesehatan dan kesejahteraannya.Â
Dalam temuan survei ini, karyawan yang merasa kondisi kesehatan dan mentalnya menjadi perhatian perusahaan, Â lebih kecil kemungkinannya untuk meninggalkan pekerjaan atau "resign".Â
Lebih lanjut, temuan survei ini mengungkap, dengan memupuk budaya kepedulian, bahkan memprioritaskan dan menyediakan manfaat kesejahteraan di lingkungan kerja yang aman dan saling mendukung, perusahaan dapat mendorong tingkat partisipasi dan kesuksesan karyawan, serta pertumbuhan organisasi.Â
Patut dicatat, kalangan perusahaan harus mampu mempelajari dan memahami kebutuhan karyawan. Sering kali, pekerja yang tidak puas dan merasa tidak nyaman bekerja di sebuah perusahaan akan mencari pekerjaan lain. Maka, dengan memenuhi kebutuhan pekerja, khususnya seputar kesehatan mental demi mencegah "burnout", perusahaan dapat membuat perubahan inklusif yang berdampak positif bagi kesejahteraan dan kepuasan tenaga kerja mereka secara keseluruhan. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H