Waktu berjalan siput. Daun-daun masih tetap gugur lalu menguncup penuh sejuk. Ia memejamkan mata, mengingat bagaimana awalnya ia sampai keruangan itu—yang tanpa cahaya. Bagaimana ia bisa hidup di ruang sesempit itu—tumbuh, bernapas dan menari. Ingatannya serasa buntu, pecah berserakan. Ia berusaha lagi mengingatnya tapi pecahan ingatannya membaur pada ketakmengertiannya.
Pada sebuah subuh yang ia lupa tepatnya kapan. Ia, yang merasa telah mengendap bertahun-tahun pada sebuah gunung tanpa pengunjung. Asing dan dingin. Sepi menyergap-nyergap, tiba-tiba ia seperti terseret arus. Pemukimannya retak. Sebuah kekuatan menyeretnya. Ia hanyut melewati banyak aral. Terbentur dan saling senggol dengan penghuni gunung tersebut. Belukar-belukar berhasil dilewatinya. Ia terus saja terseret, kemudian ia berubah lahar—licin dan lebih lincah bergerak mengalahkan semuanya, melewati semua rintangan. Hingga ia sampai pada sebuah ruangan dan disambut dengan pelukan hangat oleh…ia tak tahu siapa yang memeluknya. Tapi sejak itu ia merasa kehidupan menginginkannya.
“Kau telah menyelamatkanku dari arus ini, siapa namamu?”
“Kita saling menyelamatkan, kita juga belum dinamai,”
“Lalu akan kemana kita nanti?”
“Entahlah, kita menunggu pintu terbuka, di salah satu pintu itu ada takdir kita
“Kita?”
“Sejak hari ini, kita tak akan terpisah, tubuhku ada pada tubuhmu, tubuhmu menyatu pada tubuhku,”
Hanya itu percakapan mereka. Setelahnya tak pernah lagi. Sebab keduanya ada dalam satu tubuh yang tak terpisah. Mereka bertahan dalam satu kesatuan. Merasakana asing yang sama. Menari bersama dalam satu tubuh.
Enam Agustus, keduanya bergerak dari dan kepada cinta. Menuju satu titik temu—kehidupan. Dua warna dalam satu tubuh berjalan tak pisah menuju pintu keluar. Menghadapi segala belukar. Pada akhirnya keduanya tahu warna hidup sesungguhnya setelah lolos dari pintu tersebut dengan suara pertama yang keluar dari mulut mungilnya eeaa lalu berubah lebih nyaring dan panjang. Tanda kehidupan dimulai.
Perlahan perempuan itu berjalan mendekatiku. Aku tak sanggup menatap matanya, karena itu akan membuatku jatuh cinta. Aku mundur beberapa langkah hingga akhirnya aku terjaga dan mimpi itu terpotong.