Mohon tunggu...
Irlan Gampamole
Irlan Gampamole Mohon Tunggu... karyawan swasta -

terus mencari...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Macet (Bukannya) Berkurang, Demo (Malah) Bertambah

5 April 2011   08:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:06 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1301991403940538091

[caption id="attachment_98914" align="aligncenter" width="608" caption="Angkot parkir di depan Kantor Walikota Manado ketika para sopir berdemo (sumber: http://beritamanado.com)"][/caption] Ada pemandangan menarik pada hari Senin (4/4/2011) kemarin di Manado. Ratusan calon penumpang terlantar di tengah jalan karena tidak adanya angkot yang beroperasi. Penyebabnya adalah karena ratusan sopir angkot tengah melakukan demo menolak pemberlakuan aturan fifty-fifty untuk angkot di kota Manado. Para calon penumpang angkot terlihat menumpuk di Zero Point, perempatan Gereja Sentrum, Pusat Kota, Jl Sam Ratulangi dan jalan-jalan protokol lainnya. Apa sebenarnya aturan fifty-fifty itu? Aturan fifty-fifty (50:50) merupakan suatu aturan baru yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Kota Manado untuk mengatur pembagian hari beroperasi angkot di Kota Manado. Setiap angkot dalam satu trayek/jurusan akan mendapat jatah beroperasi selang-seling satu hari. Jika angkot dengan no. pol A, misalnya, beroperasi pada hari Senin, maka angkot dengan no Pol. B, tidak boleh beroperasi pada hari Senin. Pada hari Selasa, giliran angkot B yang akan beroperasi dan angkot A tidak boleh beroperasi. Begitu seterusnya secara bergantian setiap hari. Dengan aturan ini, maka jumlah angkot yang boleh beroperasi setiap hari di Kota Manado akan berkurang setengahnya. Kepala Dinas Perhubungan Kota Manado, Johanes Waworuntu, sebagaimana dilansir beritamanado.com, menjelaskan bahwa sistem ini akan menguntungkan sopir, pemilik kendaraan, maupun pemerintah kota. Bagi sopir, pemberlakuan sistem fifty-fifty ini akan memberi mereka waktu beristirahat setiap selang sehari, dan ini berarti lebih banyak waktu untuk keluarga. Pendapatan sopir juga diperkirakan akan meningkat dengan sistem ini. Logikanya, dengan jumlah penumpang yang sama setiap hari, bila kendaraan angkutan berkurang setengah, maka penumpang yang naik mikrolet akan meningkat. ”Jadi kalau biasanya setiap satu rit, angkot hanya dapat empat penumpang, bisa jadi setelah pemberlakuan sistem fifty-fifty angkot akan penuh karena jumlah angkot yang beroperasi telah berkurang setengahnya,” ujar Waworuntu. Bagi pemilik kendaraan, keuntungan akan nampak dalam perawatan mobil. Suku cadang angkot akan tahan lebih lama, karena waktu beroperasi berkurang setengahnya. Kemudian kalau ada sesuatu yang rusak pada kendaraan, pemilik kendaraan akan memiliki waktu sehari untuk melakukan perbaikan. Bagi pemerintah kota Manado, aturan baru ini tentu diharapkan akan mengurangi kemacetan di Kota Manado, serta juga mengurangi polusi. Aturan ini langsung ditentang oleh para sopir angkot. Mereka kemudian berdemo di Kantor DPRD Kota Manado. Di DPRD, para pendemo diterima oleh anggota Komisi C Franklin Sinjal, Kepala Dinas Perhubungan Kota Manado Johanes Waworuntu, dan Kasatlantas Polresta Manado Kompol Adnan Hanafi. Para pendemo diwakili antara lain oleh Ketua Asosiasi Pengemudi Indonesia (Aspindo) Sulut Terry Umboh. Yang menarik, anggota Komisi C DPRD, Franklin Sinjal mengaku bahwa aturan fifty-fifty tersebut tidak diketahui oleh DPRD karena belum pernah diajukan oleh eksekutif. Karena itu, menurutnya, aturan ini belum bisa diberlakukan. Komisi C akan mengadakan rapat untuk membahas hal ini. Menurut Sinjal, setiap kebijakan eksekutif menyangkut publik seharusnya dikonsultasikan dulu kepada DPRD. Kebijakan yang dikeluarkan juga harus memiliki payung hukum yang jelas. Namun, hal ini dibantah oleh Kepala Dinas Perhubungan Kota Manado. Menurutnya, Dinas Perhubungan sudah membicarakan dengan legislatif mengenai program ini pada saat rapat dengan Muspida, sehingga salah jika dikatakan program ini dikatakan belum dikonsultasikan dengan dewan. Tidak puas menyampaikan aspirasi di DPRD, para pendemo memaksa bertemu dengan Walikota Manado. Meski sempat tertunda karena Walikota Manado sedang meninjau lokasi bencana angin kencang, namun pada akhirnya aspirasi mereka bisa tersalur. Walikota Manado bersama Wakil Walikota akhirnya menerima perwakilan para sopir pada pukul 12.30 WITA. Pertemuan berlangsung hingga pukul 14.15, yang akhirnya menghasilkan keputusan ditundanya pelaksanaan aturan fifty-fifty. Pemberlakukan fifty-fifty trayek angkot akan dibicarakan lagi dengan semua pihak bersama perwakilan para sopir. Sementara dalam orasi demo, kordinator demonstrasi, Ghajali Jama’an, mengatakan pihaknya menolak pemberlakukan pembagian operasional angkot atau yang lebih dikenal dengan 50:50 (fifty-fifty), karena tidak adanya dasar hukum yang jelas. Menurut para sopir, aturan tersebut hanya akan menyengsarakan sopir. Jika operasional angkot dibatasi, maka pengangguran akan bertambah. Ujung-ujungnya, tingkat kriminalitas akan meningkat. Mereka juga menuntut pemberlakuan aturan tidak hanya diberlakukan untuk angkot, tetapi juga untuk kendaraan pribadi berplat hitam. "Seharusnya angkot diistimewakan oleh Pemkot Manado, bukan sebaliknya dianaktirikan. Padahal di kota lain seperti Jakarta, justru pemerintahnya menganjurkan warga untuk naik angkutan umum, agar kemacetan dapat dihindari. Sedangkan di Manado sebaliknya, Pemkot yang membatasi angkot, sedangkan plat hitam tidak pernah dilarang. Padahal sejak tahun 2000 sudah tidak ada lagi penambahan angkot,” kata Ghajali sebagaimana dilansir beritamanado.com. Aturan fifty-fifty ini adalah upaya ke sekian kalinya dari pemerintah kota Manado untuk mengatasi persoalan kemacetan kota Manado. Sebelumnya, pemerintah sudah pernah hendak mengganti angkutan umum di kota Manado dengan Bus Trans Kawanua pada tahun 2009. Konsep Bus Trans Kawanua nampak jelas meniru konsep Bus Trans Jakarta. [caption id="attachment_98909" align="alignleft" width="236" caption="Kondisi halte bus Trans Kawanua (sumber: http://beritamanado.com)"][/caption] Halte-halte bus yang megah dan kelihatan eksklusif pun dibangun di seantero kota Manado. Tanggal 6 Agustus 2009, Bus Trans Kawanua mulai beroperasi. Namun usianya ternyata tidak bertahan lama. Kabarnya pengoperasian Bus Trans Kawanua merugi sehingga akhirnya pengelolaannya diserahkan ke Perum DAMRI. Kini, sejumlah Bus Trans Kawanua hanya terparkir di Kairagi, kantor Perum DAMRI. Bus Trans Kawanua kini lebih banyak berfungsi sebagai bus sewaan. Bus ini juga terlihat beroperasi apabila ada acara-acara berskala nasional dengan jumlah peserta yang cukup banyak yang dilaksanakan di Manado, seperti pada ARF-DiREx beberapa waktu lalu. Halte bus yang dibangun dengan APBD Manado pun menjadi mubasir. Bahkan disinyalir beberapa halte yang tidak dilengkapi penerangan yang cukup dan terletak di lokasi yang sepi telah menjadi tempat esek-esek. Gagal dengan proyek Bus Trans Kawanua, pemerintah mencoba kebijakan baru, yaitu jalur satu arah di beberapa ruas jalan utama kota Manado, terutama jalan Sam Ratulangi dan Pierre Tendean (Boulevard). Perubahan yang dilakukan yaitu arah lalu lintas di jalan Sam Ratulangi yang sebelumnya dua arah, menjadi satu arah menuju ke arah Karombasan. Sementara jalan Pierre Tendean yang sebelumnya dua arah menjadi satu arah dari arah Malalayang menuju Pusat Kota '45. Selain kedua jalan utama, beberapa jalan lain juga mengalami perubahan menjadi hanya satu arah. Menurut pemerintah, perubahan ini dilakukan untuk meminimalisir kemacetan yang sering terjadi di kedua jalan utama tersebut. [caption id="attachment_98913" align="alignleft" width="300" caption="Macet di Boulevard akibat jalur satu arah (sumber: http://manadotoday.com)"][/caption] Lagi-lagi, kebijakan ini menuai protes. Tanggal 30 Agustus 2010, sopir-sopir angkot di kota Manado kembali berdemo, terutama sopir-sopir yang trayeknya terkena kebijakan jalur satu arah. Banyak calon penumpang angkutan kota yang terlantar karena tidak ada angkutan kota yang beroperasi. Para sopir angkutan kota yang biasa melewati jalur tersebut menolak pemberlakuan perubahan jalur tersebut. Namun, tuntutan para sopir nampaknya tidak digubris pemerintah. Jalur satu arah tetap berlaku sampai hari ini, meskipun target mengurangi kemacetan nampaknya belum tercapai dengan maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun