GURU KEJAM BERDAMPAK NEGATIF Pada EMOSIONAL ANAK
Guru menurut yang tertulis pada UU memiliki pengertian adalah sebuah profesi yang disertai beberapa syarat untuk memperolehnya. Selain harus memenuhi syarat-syarat yang bersifat akademik, menjadi seorang guru juga harus pandai dan mengerti karakter dan psikologi anak-anak didiknya. Terutama guru yang mengajar anak-anak yang baru masuk dan berkecimpung dalam dunia edukasi(anak-anak di usia pertengahan). Anak-anak di usia pertengahan ini mulai bisa mengkonsep dirinya untuk bisa memahami dan mengatur emosi(perasaan) mereka, Mereka juga sudah mulai bisa mengenal dan menjaga harga diri mereka. Pastilah mereka masih belum bisa stabil dalm menjaga perkembangan emosional mereka. Oleh karena itu, guru yang mengajar di usia ini harus mampu bersikap dengan baik dan tepat dalam mengajar dan mempergauli anak didik mereka.
Guru yang baik bukanlah guru yang mahir dalam ilmunya dan memahamkan kepada anak didiknya tentang apa yang telah dia ajarkan. Akan tetapi guru yang baik adalah guru yang bisa meahami karakter dan psikologi anak didik baik dalam kelas maupun luar kelas. Sikap dan perilaku seorang guru(pendidik) yang terlalu keras dan berlebihan dalam mendidik anak pasti akan berdampak negatif dan mengganggu emosional anak terutama di usia pertengahan ini. Anak yang takut akan perlakuan gurunya terhadap dirinya akan berakibat sangat fatal dalam kegiatan belajarnya di sekolah. Akibatnya anak akan mengalami gangguan emosional, seperti gangguan prilaku descruptif, gangguan berbagai kecemasan, depresi masa kanak-kanak dan fobia sekolah.
Ke semua gangguan ini dapat mengurangi semangat anak dalam belajar di sekolah. Bukan hanya itu, melainkan dapat membuat anak enggan dan takut untuk masuk sekolah. Bagi mereka yang mengalami gangguan emosional seperti itu yang merupakan akibat dari perilaku kekejaman guru akan mengklaim bahwa sekolah adalah tempat yang buruk, tempat kekerasan, dan lain sebagainya, bukan tempat bermain, belajar, berkumpul dengan teman, dan bercanda tawa. Nah... karena itulah mengapa guru tidah hanya di tuntut dalam kognitifnya saja, melainkan mereka juga dituntutketrampilan mereka dan keahlian mereka dalam memahami karakter dan psikologi anak didik mereka. Karena guru (pendidik) itu tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan saja, melainkan juga mengajarkan bagaimana anak didik memehami kehidupan dalam bersosialisasi di lingkungan sebayanya khususnya dan umumnya dengan yang lain yang bukan sebaya. Mengajari bagaimana menjalin persahabatan yang baik diantara dirinya dan teman-teman sebayanya. Di dalam semua hal pastilah ada manfaat dan kerugian masing-masing. Anak dalam usia pertengahan ini yang tentu belum stabil perkembangan emosi(perasaan)nya pastilah mengalami kesulitan dalam menjalin persahabatan. Sebagian mereka pastilah meiliki keinginan unutuk lebih baik dan sempurna dibandingkan yang lainnya. Ingin dirinya menjadi lebih terpopuler di depan semua orang sehingga mengabaikan kawan-kawannya. Akan tetapi sebagaian yang lain berpikir dan merasakan, bahwa dengan mereka menjalin persahabatan mereka merasa sangat bermanfaat. Mereka bisa saling membantu dan menemani, canda tawa dan selalu tersenyum.
Maka sudah seharusnya seorang guru(pendidik)melihat teori dari cendekiawan Bloom dalam mendidik anak didiknya. Seorang guru tidak hanya memperhatikan kognitif anak didiknya, melainkan juga mereka harus mendidik afektif(moral dan perilaku) anak didik, agar mereka mampu bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Serta seorang guru/pendidik juga harus mendidik dalam mengembangkan psikomotorik(keahlian) yang dimiliki anak didiknya. Sehingga akan barmanfaat pada guru/pendidik dan anak didiknya.
Semoga Bermanfaat....
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI