Mohon tunggu...
Irandi P. Pratomo
Irandi P. Pratomo Mohon Tunggu... -

Medical Doctor, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia (2008); Resident, Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Persahabatan General Hospital-Faculty of Medicine, Universitas Indonesia (2009 - 2012); Research Student & PhD Candidate, Hiroshima University (2012 - present)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fakta dan Mitos Tuberkulosis

4 Maret 2013   01:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:22 4065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

(Disadur dari penulis yang sama di website Klinik Dokter Paru, http://klinikdokterparu.com/2012/04/04/fakta-dan-mitos-tuberkulosis/)

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia dengan tingkat kematian 1,4 juta jiwa pada tahun 2010 menurut temuan World Health Organization (WHO). Kematian akibat TB sebanyak 95% terjadi di negara-negara miskin dan berkembang dan merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada usia 15 – 44 tahun terutama kaum perempuan.(1) Kasus TB di Indonesia merupakan terbesar keempat di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan sebelum Pakistan dengan angka 690.000 jiwa atau sekitar lebih dari ¼ penduduk Indonesia adalah penderita TB.(2, 3)

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi (menular) dan dapat diobati dengan antibiotik khusus seperti rifampisin dan isoniazid sehingga dapat disembuhkan. Perkembangan pengobatan TB yang telah berlangsung selama puluhan tahun berhasil menurunkan tingkat kematian, terbukti dengan data WHO yang menunjukkan tingkat kematian seluruh dunia menurun sebesar 40% antara tahun 1990 – 2010. (1) Tingkat kesembuhan penyakit TB di Indonesia dalam 10 tahun terakhir menurut WHO menunjukkan angka hampir 100%, baik pada kasus TB dengan dahak positif, dahak negatif maupun kasus kambuh.(2) Mitos-mitos yang berkembang di masyarakat Indonesia mengenai penyakit TB merupakan kekayaan pengetahuan tersendiri yang sedikit banyak mempengaruhi pemahaman masyarakat mengenai TB. Pengetahuan mengenai penyakit TB diharapkan dapat menjadi faktor yang selaras dengan upaya dunia untuk memberantas TB.(1, 4) Artikel ini bertujuan untuk meluruskan dan mengkonfirmasi fakta dan mitos yang beredar di masyarakat seputar penyakit TB dalam rangka pemberantasan TB secara menyeluruh di Indonesia.

Penyakit TB merupakan penyakit keturunan

Penyakit TB bukan merupakan penyakit keturunan. Anggapan ini ditelusuri sudah ada sejak zaman Romawi kuno. Galen, seorang ilmuwan Romawi kuno berkebangsaan Yunani,  menyatakan bahwa penyakit TB, yang dahulu dikenal sebagai pthisis, merupakan penyakit keturunan karena ditemukan kasus pthisis dari individu sekandung. Postulat ini gugur karena ternyata kondisi tempat tinggal dahulu dikenal tidak higienis dan sempit. Ditambah lagi terjadi migrasi dan ledakan jumlah penduduk yang menyebabkan peningkatan kejadian pthisis. Urbanisasi ke daerah Mediterania dari ras-ras Eropa ditandai dengan wabah pthisis yang terjadi pada abad ke-6 hingga ke-7 juga menunjukkan bahwa pthisis bukan penyakit keturunan. Seiring berjalannya waktu, penelitian-penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa pthisis, atau TB, disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis dan berhasil divisualisasi di bawah mikroskop pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.(5)

Penyakit TB merupakan penyakit “kiriman”

Penyakit TB bukan merupakan penyakit “kiriman” atau akibat guna-guna. Salah satu nama lokal kejadian TB sebagai penyakit “kiriman” adalah “kupuk” di Papua yang diceritakan oleh Manangsang dalam buku “Papua: Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa”. Deskripsi masyarakat yang mendapat “kupuk” menurut Manangsang cocok dengan tampilan penderita TB yaitu batuk-batuk darah, kelihatan lemah, lesu, tidak bersemangat, pucat dan tulang berbalut kulit.(6)

Gejala TB biasanya batuk-batuk tanpa sebab yang jelas selama 3 minggu kadang disertai dahak maupun darah, penurunan selera makan, penurunan berat badan dan badan berkeringat.(7) Keadaan umum pasien TB biasanya kelihatan lemah, lesu, tidak bersemangat dan pucat yang oleh dunia kedokteran dari zaman dulu dikenal sebagaiconsumption (penggerogotan). Sebutan penggerogotan karena keadaan tersebut disertai penurunan berat badan drastis sehingga pasien TB terlihat bagaikan tulang berbalut kulit.(5) Penyakit TB tidak harus identik dengan batuk-batuk lama karena keluhan penderita TB bisa saja hanya berupa penurunan berat badan drastis terutama pada anak-anak.(8)

Fenomena penggerogotan ini telah diteliti secara intensif dan kini lebih umum disebut sebagai wasting. Infeksi TB mengakibatkan kebutuhan energi tubuh meningkat, sementara itu penderita TB cenderung hilang nafsu makan yang mengakibatkan kekurangan asupan energi. Ketidak seimbangan energi ini menyebabkan massa otot dan lemak terus menurun (wasting) sehingga terjadi penurunan berat badan bahkan dalam hitungan mingguan.(9) Fenomena wasting paling menjelaskan tampilan penderita TB yang demikian lemah dan tak berdaya sehingga dapat menjelaskan bahwa TB bukan penyakit “kiriman” atau guna-guna.

Penyakit TB merupakan senjata biologis buatan manusia

Penyakit TB bukan merupakan akibat kuman buatan manusia sebagai senjata biologis. Bukti penyakit TB sudah ada jauh sebelum persenjataan biologis modern adalah temuan gibus (tulang belakang bengkok) pada jasad manusia berusia 10.000 tahun yang diduga mengalami TB tulang. Temuan kuman TB sendiri paling tua ditemukan berdasarkan pemeriksaan basil tahan asam (BTA), suatu pemeriksaan rutin untuk diagnosis TB, terhadap gibus pada mumi suku Inca di Amerika Selatan berusia 2700 tahun.(5)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun