Kedua filosofi ini perlu dipegang erat-erat dengan sejajar, ibaratnya ketika kita dan saudara-saudara kita sudah mendapatkan sesuatu dari orang tua, kita dan saudara kita juga perlu untuk selalu menjaga nama baik keluarga kita.
# Tega larane aja tega patine – sebaya pati, sebaya mukti
Salah satu ajaran orang-orang tua berkaitan dengan pedoman hidup adalah “Tega larane aja tega patine”, dan “sebaya pati, sebaya mukti”.
Tega larane aja tega patine berarti kita (mungkin) bisa tega saat melihat saudara kita sakit tapi kita tak boleh tega jika ia menemui kematian. Dalam kehidupan sehari-hari ketika kita menjenguk saudara yang sakit pun, kita suka mendoakan agar dia tetap hidup (diberi umur panjang) meskipun sedang sakit, karena kematian adalah perpisahan yang sebenarnya.
Sedangkan istilah sebaya pati, sebaya mukti berarti kerukunan dalam persaudaraan wajib dijaga sampai ajal menjemput. Dalam menjalani kehidupan, suatu saat sudah pasti akan ada masalah yang bisa merenggangkan jalinan persaudaraan. Akan tetapi, jika kita bisa menyadari keegoisan diri, hubungan persaudaraan tersebut bisa tetap utuh, begitu sucinya hubungan persaudaraan bagi orang-orang jawa sampai sebesar itu sebuah usaha mempertahankan hubungan persaudaraan yang harus dilakukan.
Maka dari itu, selagi mereka ada dan dalam keadaan apapun, JAGALAH MEREKA, JAGALAH SAUDARAMU.
Ketika kita terpuruk, saudara kita-lah orang yang akan membela kita bahkan sampai mengorbankan diri dan keluarganya hanya demi menjaga hubungan darah ini.
Ketika kita menjadi orang sukses, saudara kita tidak akan meminta harta, pangkat atau bagian dari apa yang kita miliki. Tapi dengan bangga mereka akan berkata pada semua orang “lihatlah… saudaraku sudah jadi orang sukses”.
Namun, ketika saudara kita terpuruk, akankah kita meninggalkannya atau melambaikan tangan untuk merengkuhnya?
Tanyakan kepada hati kita sendiri, karena saudara bukan hanya perkara harta, bukan pula masalah yang martabat, tapi ini masalah menjaga hubungan sedarah dan senyawa.
Wallahu A'lam.