Merawat adat/budaya/tradisi yang baik merupakan tanggungjawab bersama terutama oleh masyarakat setempat, bahkan ada kaidah fiqih yang secara spesifik menjadi dasar untuk pelestarian adat/budaya/tradisi yakni “Al-‘Adatu Muhakkamah (Adat/budaya/tradisi bisa dijadikan sebagai sumber hukum)”, tentunya dengan beberapa kriteria yang membolehkannya seperti tidak ada dalil nash dari Al-Qur’an maupun Hadits yang mengaturnya (baca: membolehkan atau melarangnya), Adat/budaya/tradisi tersebut adalah sesuatu yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum-hukum syara’, dan masih ada beberapa kriteria lainnya.
Tradisi Nyiwer adalah tradisi pawai mengelilingi suatu wilayah atau tempat tinggal yang dilakukan oleh masyarakat Dukuhpayung Desa Jatirokeh Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes.
Tradisi Nyiwer ini sudah menjadi warisan adat para pendahulu kampung, meskipun dulu pelaksanaannya tidak secara rutin setiap tahunnya, ujar Kiai Alwi Makmuri selaku Rois Syuriyah NU Ranting Dukuhpayung.
Beliau menambahkan, bahwa hampir sepuluh tahun terakhir ini, tradisi Nyiwer diadakan tiap tahunnya dalam rangka menyambut Tahun Baru Hijriah yang bertepatan dengan hari Asyura (tanggal sepuluh bulan Muharram).
Tradisi Nyiwer dilaksanakan setelah sholat isya berjamaah, namun sebelumnya (setelah sholat maghrib) seluruh masyarakat bersama-sama membaca doa hari Asyura (10 Muharram) di Masjid Atqia Dukuh Payung, Yang membuat Nyiwer ini berbeda dengan pawai obor ditempat-tempat lain adalah titik utamanya pada pawai berjalan kaki mengelilingi desa di malam hari, bukan pada pawai obornya.
Teknis pelaksanaan tradisi Nyiwer, masyarakat berjalan kaki membawa penerang, obor atau alat musik tertentu mengelilingi Desa sejauh 4 kilo yang dimulai dari halaman masjid Atqia sambil membaca surat Al-Ikhlas dan shalawatan yang dipimpin oleh tokoh masyarakat dengan pengeras suara, setelah semua lingkungan dilalui maka rombongan pejalan kaki kembali ke masjid lagi untuk diteruskan dengan pembacaan Tahlil dan Do’a bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat.
Setelah doa bersama, masyarakat yang hadir dibagikan berkat (baca: makanan yang bisa dibawa pulang, biasanya ada saat acara syukuran, walimahan, dan lain sebagainya) sedekah dari warga yang dibawa ke masjid menjelang maghrib, kemudian masyarakat menikmati suguhan atraksi pertandingan bola api antara Banser dengan para pemuda yang diiringi rebana (terbang jawa) grup para sesepuh sehingga suasana acara ramai meriah. Selesai acara atraksi bola api, masyarakat dan para sesepuh serta para tokoh yang hadir dipersilahkan untuk menyantap tumpeng nasi kuning yang telah disediakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H