Ada yang menarik apabila anda membaca berita di Kompas.com hari ini. Bupati Kutai Timur Irsan Noor kini membawa-bawa nama Apkasi dalam kasus sengketa di International Center for Settlement and Investment Dispute (ICSID). Sungguh tindakan yang kurang terpuji mengingat Apkasi tidak terkait perkara tersebut.
Singkat cerita, Churchill Mining Plc melalui anak perusahaannya PT Ridlatama mengajukan permohonan ijin teknis dan prinsip terkait Kuasa Pertambangan (KP) ekplorasi tambang batu bara di wilayah Kutai Timur. Ijin konon telah dikeluarkan Bupati Kutai Timur di wilayah eks PT Nusantara (Group) karena menurut Bupati ijin yang dimiliki Nusantara sudah mati (expired). Rekomendasi Gubernur Kaltim dan Dinas Pertambangan konon juga sudah didapatkan Ridlatama.
Saat Ridlatama mengurus perijinan ke Pemerintah Pusat ada pihak yang melaporkan Ridlatama yang dituduh memalsukan tandatangan dokumen perijinan, namun setelah diteliti pihak Kepolisian Sangata mengeluarkan surat SP3 yang menyatakan tidak terdapat adanya pemalsuan dokumen dalam ijin-ijin yang diperoleh PT Ridlatama.
Wakil Bupati Kutai Timur Irsan Noor yang menggantikan Bupati Awang Farouk Ishak yang terpilih sebagai Gubernur Kaltim membatalkan ijin-ijin Ridlatama dan "menghidupkan" kembali ijin PT Nusantara yang menurut keterangan masyarakat dan LSM di Kaltim kelompok usaha Nusantara itu dimiliki Prabowo Subianto, calon Presiden dari Partai Gerindra. Kinipun Irsan Noor mati-matian mendukung pencapresan Prabowo, meski ia adalah Ketua Partai Demokrat propinsi Kaltim. Ada apa dengan Irsan Noor ?
Tidak dapat menerima pembatalan sepihak, induk perusahaan Ridlatama, Churchill Mining Plc, menggugat Pemerintah Kabupaten Kutai Timur cq Pemprov Kaltim cq Presiden RI cq Pemerintah Indonesia ke Tribunal International Center for Settlement and Investment Dispute (ICSID). Secara formal gugatan Churchill tersebut telah dinyatakan layak untuk dimasukkan dalam agenda pemeriksaan substansi dan umumnya apabila gugatan itu dinilai secara formal bahwa tribunal memiliki jurisdiksi dan layak memeriksa perkara itu maka secara hukum perdata internasional besar kemungkinan gugatan Churchill Mining Plc itu dikabulkan, meskipun tidak akan dikabulkan seluruhnya (USD 1,05 Milyar).
Bukti Pemerintah RI Terlalu Lemah ?
Pihak Churchill sendiri mendalilkan bahwa mereka memegang Bilateral Investment Treaty (BIT) yang dibuat antara Indonesia dan Inggris sehingga pemerintah RI seyogyanya menjamin investasi asing yang telah mengeluarkan banyak modal untuk investasi, sedangkan dalil pihak Pemerintah RI yang mensyaratkan Churchill berinvestasi tidak memalui jalur BPKM dan adanya pemalsuan dokumen.
Secara logika sederhana Tribunal ICSID tidak akan menyoroti alasan pemalsuan dokumen seperti yang didengang-dengungkan Irsan Noor, karena telah ada surat SP3 dari pihak Kepolisisn. Tribunal secara khusus akan meneliti dan memeriksa jika investasi Churchill tersebut didasari oleh BTI tetapi tidak melalui jalur BPKM, serta modal yang telah dikeluarkan Churchill yang mencapai USD 100 juta lebih. Secara yurisdiksi Tribunal juga akan memeriksa hubungan UU Pemerintahan Daerah (UU Otonomi) sebagai dasar hukum dikeluarkannya ijin Kuasa Pertambangan (KP) oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur serta pembatalan sepihak Bupati Kutai Timur atas KP milik Ridlatama.
Berdasarkan informasi A1 (valid), Tribunal "melihat" ada faktor "X" yang menyebabkan Bupati secara serta-merta membatalkan KP-KP yang dimiliki Ridlatama. Dan apabila putusan Tribunal pada akhirnya memenangkan Churchill maka negara Indonesia berpotensi membayar ganti rugi sampai dengan USD 1 Milyar. Bukan uang yang sedikit bukan ?
Perkara itu menjdi perhatian banyak pihak, termasuk pihak Pemerintah Inggris yang konsen terhadap Chruchill Mining PLc. Sedangkan banyak LSM di Kaltim yang justru menyalahkan pejabat daerahnya, yang dikatakan menggadaikan tanah Kaltim untuk perutnya sendiri. Akibat tinta setitik rusak susu sebelangga, jangan akibat ulah satu orang pejabat daerah, negara dirugikan membayar ganti rugi yang tidak sedikit. Namun masih ada waktu pihak RI membuktikan bukti-buktinya di tribunal, namun bila terlambat bukan tidak mungkin Pemerintah Ri akan membayar ganti rugi dalam jumlah yang sangat besar.
Memang dalam kasus Bank Century, Pemerintah RI pernah menang melawan Rafat Ali, pemegang saham bank century yang juga warga negara Inggris, namun nampaknya pemerintah kita harus waspada, jangan sampai kabar buruk itu terjadi di akhir Pemerintahan SBY.