Mohon tunggu...
Irham Rajasa
Irham Rajasa Mohon Tunggu... -

Pemerhati sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maskapai Bujet, Harga Promo, Tarif Bawah dan Keamanan Penerbangan

12 Januari 2015   04:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:20 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang tadi saya menerima SMS dari seorang produser acara TV yang hendak mewawancarai sekitar isu penerapan batas bawah tarif perjalanan udara dan maskapai bujet (Low Cost Carrier/ No-Frills).

Saya kebetulan tidak membawa telpon hari ini, dan sebenarnya kalaupun membawa, tidak berminat menjawabnya. Akan tetapi terpikir juga, tentang Low Cost Carrier yang satu decade ini begitu dekat dengan masyarakat urban Indonesia dan turut mendukung perubahan gaya hidup kelas menengah terutama terkait dengan kemudahan perjalanan dengan tawaran biaya yang murah dibandingkan Full Service Airlines.

Sejak jatuhnya AirAsia QZ8501, tidak hanya membawa luka yang pedih, tapi juga membuka borok-borok manajemen transportasi udara kita (dan percayalah kalau dibuka bidang transportasi laut dan darat, sama-sama juga bobroknya). Mulai dari pelanggaran izin/route terbang (bukan rute ilegal, karena tidak ada rute illegal), standard operasional pemeliharaan pesawat, dll yang mungkin bisa membuat kita bergidik dan berpikir ulang untuk menaiki pesawat terbang.

Sampailah kepada keputusan Menteri Perhubungan untuk menetapkan batas bawah tarif transportasi udara tidak lebih 40% dari batas atas dengan alasan menjamin safety dan memberikan kelonggaran finansial bagi maskapai untuk memastikan standard operasional dilaksanakan dengan tepat, yang langsung di respons negatif dengan sentiment bahwa Menteri Perhubungan hendak mematikan Maskapai Bujet dan menghilangkan harga promo yang tidak ada hubungannya dengan keselamatan pesawat .

Dari seluruh respons negative, saya tidak yakin mereka yang me-respons tersebut pernah membaca peraturan Menteri Perhubungan PM 51 tahun 2014 dan Perubahannya pada PM 59 tahun 2014. Yang disana terdapat detil, penghitungan tariff normal, pengertian batas atas dan batas bawah serta pengecualian-pengecualiannya. Untuk yang merespons negatif, setidaknya dibaca dahulu, sehingga anda lebih berpengetahuan ketika memberikan respons

Sedangkan yang memberikan respons positif juga harus membaca peraturan yang sama, agar tidak terburu-buru menyetujui usulan perubahan tersebut. Saran ini terutama saya tujukan kepada staf-staf ahli Menteri Perhubungan dan jajarannya, agar hati-hati sekali menerapkan kebijakan dan terutama mengenai penetapan batas bawah tarif transportasi udara.

Pertanyaan selanjutnya adalah, siapa yang paling diuntungkan dengan penetapan batas bawah? Tentu maskapai penerbangan. Lalu, siapa yang paling dirugikan (secara finansial)? Jawabannya tentu konsumen/masyarakat yang membeli tiket pesawat.

Pertanyaan selanjutnya, benarkah penetapan tariff bawah transportasi udara akan memberikan ruang finansial bagi maskapai bujet dan ful service? Tentu iya. Tapi apakah akan menjamin maskapai memberikan jaminan keselamatan bagi penumpang? Dalam hal adanya pemasukan untuk maintenance pesawat pasti,tapi dalam hal kecelakaan, tidak ada jaminan. Kecelakaan pesawat selalu melibatkan banyak faktor, jarang sekali pesawat jatuh hanya karena faktor cuaca. (tapi dmungkinkan, apabila maintenance pesawat tidak baik atau umur pesawat sudah tua, sehingga lebih rentan terhadap halangan cuaca).

Pertanyaan berikutnya adalah apakah maskapai bujet menerapkan standard operasional keamanan yang sesuai standard internasional? Ini tentu harus diteliti lebih lanjut.

Apakah maskapai bujet membawa cadangan bahan bakar lebih sedikit dari maskapai full service? Jawabannya ada yang demikian. Alasannya adalah dengan bahan bakar dan bawaan yang lebih sedikit, maka bobot pesawat lebih ringan dan lebih hemat penggunaan bahan bakar. Apakah ini berbahaya bagi penumpang? Ya, dalam kondisi tertentu bisa membahayakan.

Sebenarnya perbedaan mendasar dari maskapai bujet dan maskapai full service adalah pada efisiensi biaya yang dilakukan maskapai bujet seperti penyediaan makanan sebagai kewajiban, inflight entertainment, jarak rute penerbangan, jam terbang, dan manajemen di darat seperti jumlah efisinsi jumlah staf untuk pelayanan check in.Efisiensi juga termasuk pembelian bahan bakar dimuka dengan harga lebih murah, atau ya itu tadi, membawa ekstra bahan bakar dengan jumlah minimum, terkait dengan upaya meringankan bobot pesawat.

Hampir seluriuh maskapai bujet menerapkan hal yang sama, walaupun tidak semuanya, ada variasi yang berbeda antar maskapai bujet satu dengan lainnya.

Demikian pula dengan pemasukan mereka, karena maskapai bujet memotong biaya untuk hal-hal tertentu, maka mereka juga menerapkan biaya tertentu untuk mendapatkan extra revenue, seperti pembelian kursi, penjualan makanan, atau bisnis terkait lainnya seperti yang dilakukan Airasia dengan courier services dan paket liburan bersama hotelnya. Dari sana lah mereka mendapatkan revenue yang cukup besar.

Sedangkan untuk harga promo yang bisa mencapai 0 rupiah, selalu sudah ada perhitungannya dan biasanya harga promo ini hanya tersedia beberapa seats saja untuk menarik perhatian penumpang karenaharga seats berikutnya akan meningkat sejalan dengan semakin dekatnya waktu penerbangan.

Jadi harga promo tidak berhubungan dengan keamanan penerbangan. Akan tetapi, apakah Airasia dan maskapai lainnya menerapkan standard keamanan yang sesuai standard internasional?? Nah itu lain hal, dan itu yang harus dicari tahu.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun