Pasangan Prabowo - Sandi sudah ditetapkan sebagai capres-cawapres, tapi dari semua drama yang sudah berlalu, tetap menarik untuk dijelaskan kenapa pada akhirnya Si Asal Bunyi ini yang terpilih sebagai pasangan Prabowo, bukan yang lain.
Perlu diperhatikan betul bahwa Anies Baswedan sebenarnya juga tertarik menjadi Capres atau Cawapres, itu sudah ditunjukkan dari kalimat-kalimat terakhirnya yang mengatakan bahwa keputusan untuk hal tersebut ( maju sebagai capres- cawapres) adalah tergantung para ketua partai. Akan tetapi terdapat kendala dimana dia bukanlah anggota partai dan pada saat itu PKS bersikeras memajukan kadernya sebagai pasangan Prabowo. Â
Maju dari partai lain juga tidak mungkin karena Demokrat menginginkan AHY menjadi capres atau cawapres, dan SBY tentu berhitung kepandaian silat lidah Anies bila ingin memasangkannya dengan AHY.Â
Tentu SBY tidak ingin kasus Anas Urbaningrum berulang karena tipikal keduanya serupa, kalem dan pandai bersilat lidah. Â Dan belum tentu juga pada saat itu dapat terbentuk poros ketiga.
Ketika mendekati tahap batas pencalonan, PKS yang merasa bahwa kecil kans bagi kadernya untuk mendapatkan posisi cawapres, menyorongkan Anies sebagai capres, bukan cawapres dan berpasangan dengan kader mereka. Tapi hal tersebut juga terbentur dengan treshold.
Kemudian muncullah berita Anies menolak menjadi capres dengan alasan tidak ingin menjadi pengkhianat bagi Prabowo dan pada akhirnya juga menolak menjadi cawapres dengan alasan ingin menepati janjinya pada warga Jakarta.
Akan tetapi sesungguhnya, Â penolakan Anies juga berdasarkan perhitungan dia yang matang. Pertama, dia tidak memiliki dukungan logistik yang cukup untuk menjadi cawapres karena ketika menjadi Gubernur, hampir seluruh dana kampanye ditanggung Sandi, dia hanya keluar sekitar 350 juta saja. Kedua, dia tidak yakin terhadap Prabowo, dia berpikir tentang jabatan dan fasilitas yang telah ia dapatkan dengan tanpa susah payah saat ini, dan tentu rugi besar kalau dia kehilangan posisi tersebut bila kalah dalam pertarungan pilpres.
Oleh karena itu disorongkanlah Sandi kepada Prabowo. Sandi adalah solusi logistik pilpres Prabowo. Logistik yang juga tidak mampu dipenuhi oleh rekan partai koalisinya. Sandi adalah pilihan paling realistis dari segala pilihan yang diajukan, baik dari tekanan ijtima kelompok 212 maupun tekanan rekan partai.Â
Walaupun asbun, Sandi tidak bodoh. Kalau bodoh tentu dia tidak akan menjadi pengusaha.  Sandi adalah pebisnis yang sering bermain dengan strategi untuk melihat peluang dan mengolahnya menjadi keuntungan. Dia beli perusahaan bobrok, dia poles lalu dia jual kembali dgn harga lebih tinggi. Kita sudah mendengar di media bahwa dia digugat karena  menjual tanah rekan bisnisnya, toh sampai skrng dia tidak bisa terjerat hukum. Atau namanya yang tercantum dalam Panama Papers, sebagai pebisnis hitam, tetap tidak ada apa-apa kan?
Dalam politik, Sandi berperan sebagai "the good guy". Dia mengeluarkan statement ingin persatuan, ingin mencium tangan, ingin meminta izin, dll tapi dibalik itu dia mulai menggerakkan kaki tangannya  menyelusup kesana kemari membawa pesan kampanye politik sebelum waktu kampanye dimulai.
Sama seperti saat Pilkada DKI, dia menyebut-nyebut nama Bu Siti di sana, Bu Aminah di sini, Bu Dahlia di situ, seakan-akan menegaskan bahwa dia dekat dengan masyarakat dengan mengingat nama-nama mereka dan bahwa dia benar-benar datang menemui mereka. Nama-nama yang hilang dari kosa katanya ketika dia sudah duduk di kursi Wakil Gubernur DKI. Strategi yang sama diulangi lagi kali ini, menyebut nama Bu Yeni di tempat A mengeluh soal ekonomi, seakan-akan dia dekat dengan masyarakat kecil dan "emak-emak" yang selalu disebutnya.