Mohon tunggu...
Irham Rajasa
Irham Rajasa Mohon Tunggu... -

Pemerhati sosial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Perlu Dibaca

6 November 2014   02:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:31 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat kita adalah masyarakat yang hebat. Hebat dalam jumlah, dalam arti kuantitas yang besar. Sehingga kalau melakukan aktivitas apapun misalnya mem-bully seseorang di media, akan langsung terlihat ke seluruh dunia, yang dengan bangganya disebut telah menjadi World Wide Trending Topic.

Masyarakat kita adalah masyarakat yang hebat, karena terdiri dari aneka ragam perbedaan dan mayoritas ulama nya sering menggunakan dalil perbedaan adalah rahmat, sehingga apapun yang diputuskan selalu dijadikan ramai dengan komentar, pro kontra, perdebatan, dan penetrasi kata-kata berakhir dengan orgasme mulut yang lelah bercuap-cuap melampiaskan nafsu untuk berbeda, kepuasan telah tercapai, keputusan berbeda sudah diambil dan terbukti sudah bahwa “perbedaan adalah rahmat”.

Seakan-akan lupa, bahwa kalau bersatu itu lebih baik daripada berbeda. Tapi sudahlah, karena kita memang beraneka ragam, jadi mungkin lebih nyaman menggaungkan “perbedaan adalah rahmat”.

Masyarakat kita kaya dengan komentator, segala kebijakan pemerintah yang muncul dikomentari dulu, baik buruk nya diulas sedemikian rupa sehingga menjadi rumit dan seakan-akan sulit untuk dilaksanakan. Apabila itu tidak dilaksanakan, maka banggalah para komentator, “Sudah saya bilang kan, mereka mendengar kata-kata saya”. Apabila dilaksanakan, “Lihat saja nanti akibatnya, sudah saya bilang sebelumnya”, kemudian komentator itu akan pergi ke kedai kopi modern, memesan segelas frappucino dan membuka laptopnya, surfing di dunia maya dan mencari lagi kebijakan apa berikutnya yang bisa dijadikan pro dan kontra.

Masyarakat kita, senang bergunjing. Itu sebabnya seluruh saluran televisi memiliki program keren bernama “Infotainment”, yang mungkin diartikan sebagai “ info yang menghibur”, dan hebatnya seluruh infotainment itu tidak satupun memiliki rating yang rendah.Semua berusaha menyajikan berita yang sama, dari angle yang sama, dalam wawancara yg sama, dan gambar yang sama, walaupun disertai dengan tagline yang berbeda. Analisis yang dihadirkan dikatakan setajam cutter, setajam golok atau setajam kampak. Para ahli dihadirkan untuk menganalisis, dari ahli ekspresi muka, ahli semiotika, ahli agama, sampai ahli alam semesta.

Masyarakat kita suka membandingkan sesuatu yang tidak benar dengan sesuatu yang tidak benar. Lebih baik menteri ini yang merokok tapi tidak korupsi, dibanding gubernur itu yang tidak merokok tapi korupsi.Tanpa sadar bahwa yang diperbandingkan tidak benar secara logika. Merokok tidak baik untuk kesehatan, sementara korupsi tidak baik untuk masyarakat. Tapi ya “perbedaan adalah rahmat’ dan membandingkan itu sah sah saja, apalagi kalau memperbincangkannya sambil mengepulkan asap rokok dan secangkir espresso.

Saya teringat pertanyaan seseorang kepada Buya Hamka. “Buya, mana yang lebih baik seorang muslim yang rajin shalat tapi tidak berhenti menggunjingkan orang lain, ataukah seorang non-muslim yang tentu tidak shalat tapi tidak pernah menggunjingkan orang lain. Buya, menjawab singkat, “Bagi saya, yang muslim lebih baik apabila dia tetap shalat dan berhenti menggunjingkan orang lain, dan yang tidak menggunjingkan orang lain lebih baik apabila dia adalah seorang muslim”.

Buya Hamka seorang yang arif dan bijak dalam menyampaikan pendapatnya, dia tidak menghakimi orang lain yang berbeda, tapi ada harapan pribadi yang dia sampaikan dalam jawabannya.

Kita semua rindu pada tatanan masyarakat yang kompak dan saling menjaga toleransi antar umat. Saya ingat masa kecil saya, ketika natal tidak dirayakan semeriah sekarang dan tempat tinggal kami mayoritas adalah muslim. Ketika natal tiba, Ayah saya akan mengajak saya mengunjungi tetangga dekat rumah yang beragama Nasrani yang sedang merayakan natal bersama keluarganya dengan sederhana, dengan pohon natal kecil berkerlap kerlip di sudut ruang tamunya. Ayah saya akan menjadi orang pertama datang berkunjung ke tetangga tersebut,tanpa mengatakan selamat hari natal,tetangga kami pun sudah paham dan mengerti, dia akan tersenyum lebar ketika membukakan pintunya dan mengajak kami masuk kedalam rumah dengan menyuguhkan kue-kue yang mereka miliki.

Begitu pula saat hari raya Idul Fitri tiba, dia akan datang bersama keluarganya untuk saling bersalaman sambil menikmati kue-kue kecil yang ada dan berterima kasih atas hantaran ketupat yang dikirimkan ibu saya satu hari sebelumnya

Indahnya perbedaan. Kalau ini saya setuju bahwa “perbedaan adalah rahmat”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun