Mohon tunggu...
Irhamni Rofiun
Irhamni Rofiun Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Moderat, Pecinta Alquran, Suka Menulis dan Berbagi Informasi, juga Blogger mania: http://irhamnirofiun.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menolak Gaji?

29 Januari 2014   15:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Abdullah bin Sa’di menuturkan bahwa dia datang kepada Khalifah Umar bin Khaththab. Lalu Umar bertanya padanya, “Benarkah informasi dari orang-orang, bahwa engkau memimpin jabatan publik, tetapi ketika diberi gaji engkau menolak?”

“Benar, wahai Amirul Mukminin!” jawabku.

“Apa maksud dengan penolakanmu itu?” tanya Umar.

“Saya punya beberapa ekor kuda dan beberapa hamba sahaya, sedang saya dalam keadaan serba cukup. Saya hendak menyedekahkan gaji tersebut untuk kaum muslimin!”

“Jangan berbuat begitu. Saya pernah menghendaki seperti yang engkau kehendaki, tetapi Rasulullah memberi saya gaji. Lalu saya katakan, ‘Berikan kepada orang yang lebih memerlukan.’ Sampai pada suatu kali, Rasulullah memberi saya gaji. Lalu saya katakan, ‘Berikan kepada orang yang lebih memerlukan.’ Lalu Rasulullah berkata, ‘Ambillah, kemudian boleh engkau sedekahkan. Mana yang diberikan kepada engkau dari harta ini (gaji), sedang engkau tidak mengharapkan dan tidak meminta, hendaklah engkau ambil! Dan kalau tidak ada jangan engkau perturutkan keinginanmu (untuk mendapatkannya).” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Abu Dawud)

Subhanallah. Begitu indah akhlak dari para generasi awal Islam itu. Kita mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari Umar bin Khaththab dan Abdullah bin Sa’di, tentang gaji yang ia terima. Mereka mendapatkan gaji, tapi tak mau menerimanya. Padahal, gaji yang mereka terima adalah hak, dan besarannya sudah disesuaikan dengan beban dan tanggung jawabnya dalam mengemban suatu jabatan. Secara prinsip, hak mesti dipenuhi dulu. Setelah hak didapat, terserah dipakai untuk apa. Bisa digunakan untuk menafkahi diri dan keluarga, bisa pula disedekahkan kepada mereka yang membutuhkan.

Umar dan Sa’di bukanlah konglomerat, tidak juga sekaya Utsman bin Affan. Tapi, dua orang sahabat ini –dan juga pada sahabat Nabi saw. yang lain- tak kalah dalam hal bersedekah, sebagaimana Utsman dan orang-orang kaya seperti dia, bersedekah. Semangat bersedekah inilah yang selalu menjaga dan membesarkan Islam, di mana pun.

Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah Umar dan Sa’di tersebut adalah, tidak mau memanfaatkan jabatannya untuk menumpuk harta benda duniawi. Semangat inilah yang perlu ditaburkan kepada generasi muda Islam agar mereka bergiat dalam bekerja, tapi tidak serakah dan tidak memanfaatkan jabatan atau posisinya untuk memperkaya diri, keluarga, atau kelompoknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun