Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Universitas Itu Tempat Belajar Bukan Penentu Masa Depan

22 Maret 2021   13:37 Diperbarui: 22 Maret 2021   13:42 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini saya dikejutkan dengan kedatangan sepupu saya. Dia berusia jauh lebih muda dibandingkan saya. Awalnya pembicaraan kami lebih ke hal-hal yang berbau wanita seperti produk perawatan kulit. 

Lama-kelamaan pembicaraan mulai menjurus ke arah perkuliahan. Ia mengatakan ingin kuliah di kampus negeri. Menurutnya kuliah di universitas swasta akan membuat sulit mendapatkan kerja. Ia ingin kuliah di universitas negeri yang terkemuka. 

Obrolan itu mengingatkan saya akan kasus seorang pekerja yang tak mau digaji hanya 8 juta karena ia berasal dari universitas terkemuka di Indonesia. Wajar memang masyarakat berlomba-lomba masuk ke universitas bagus karena "katanya" penentu masa depan. 

Wajar juga masyarakat melihat rangking universitas. Bukankah dari kecil sistem pendidikan merangkingkan siswa secara akademik?. Anggapannya siswa yang paling akhir rangkingnya tak jelas masa depannya. Tak heran di tiktok beredar video "balas dendam" siswa kepada guru yang dulu menghinanya. 

Universitas itu bukan penentu masa depan. B.J Habibie dalam kutipannya pernah berkata" Kesuksesan itu bukan milik orang pintar akan tetapi orang yang selalu berusaha". Apa ada orang yang tak kuliah lalu sukses? Apa ada orang yang sukses berasal dari universitas tak terkemuka? Ada banyak malahan. Googling saja di Mbah google.

Universitas itu seharusnya jadi tempat belajar banyak hal. Jangan hanya jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang) atau terlalu berambisi dengan IPK tinggi. Berkhayal dengan IPK tinggi di universitas terkemuka mendapatkan pekerjaan dengan mudah. 

Memang ada beberapa perusahaan yang melakukan perekrutan karyawan di beberapa universitas terkemuka. Akan tetapi ketika proses wawancara kembali lagi pada kemampuan yang dimiliki mahasiswa. Tak heran banyak calon karyawan yang terkejut ketika pengumuman yang berhak menjadi karyawan justru berasal dari universitas "biasa-biasa saja" 

Saat terjun langsung di dunia kerja, saya tahu bahwa almamater dan IPK hanya berpengaruh sedikit saja. Ada banyak keahlian ahli yang berpengaruh. Ada 3 poin penting yang mahasiswa harus belajar di universitas. 

Gambar dari Pixabay melalui Pexels.com
Gambar dari Pixabay melalui Pexels.com

1. Networking  

Membangun relasi sangat penting di masa depan. Teman saya dia pintar hanya saja IPK yang diraihnya ketika kuliah hanya 2,99. Di saat kami baru mendapatkan pekerjaan sesudah wisuda. Ia langsung mendapatkan pekerjaan pertamanya setelah sidang dan itu membuat saya terkejut. 

Ternyata semenjak kuliah ia telah mulai membangun networking dengan baik. Setiap relasi yang ia temui hubungannya tetap terjaga hingga ia selesai kuliah. Tak heran dengan mudahnya ia mendapatkan pekerjaan. 

Relasi bisa didapat dari mana saja. Dari dosen dan menjaga hubungan baik dengannya. Bisa juga dari tempat magang. Memiliki banyak relasi akan memperluas kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. 

2. Kemampuan Berkomunikasi 

Seorang pembicara yang handal tentu harus banyak belajar sebelumnya. Seorang penulis yang profesional juga hadir dari penulis pemula awalnya. Tidak ada bayi yang langsung berlari ketika mereka lahir bukan ?. 

Dalam dunia kerja kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh terhadap karir seseorang. Banyak orang pintar yang gagap ketika harus berbicara di depan umum. Banyak juga karyawan yang memiliki kemampuan akan tetapi tidak paham cara berkomunikasi dengan atasan. 

Kemampuan berkomunikasi itu tidak datang layaknya Ilham. Kemampuan harus diasah seiring waktu. Cara mengasahnya pun hanya perlu konsistensi diri. Di bangku universitas masuklah organisasi dan jangan hanya jadi anggota saja. Belajarlah menjadi ketua divisi dalam organisasi sehingga paham caranya berkomunikasi dengan bawahan. Selain itu, kemampuan berkomunikasi juga dapat diasah dengan ikut menjadi volunteers. 

3. Sikap Inovatif 

Masih ingat kasus ponsel Nokia? Merk ponsel yang sempat berjaya selama 14 tahun lalu bangkut dan dibeli Microsoft. Kebangkrutan Ini terjadi dikarenakan ponsel Nokia tak berinovasi sehingga ditinggalkan pembeli. 

Sikap inovatif dapat dipelajari sejak bangku kuliah. Sering-seringlah mengikuti kompetisi yang diadakan di kampus. Selain jika menang biasanya hadiah yang didapatkan besar. Mengikuti kompetisi yang ada dapat menumbuhkan sikap inovatif dan juga dapat menemukan relasi. 

Tak heran banyak perusahaan yang merekrut karyawan mereka dari mahasiswa yang berhasil melakukan inovasi. Hal tersebut karena perusahaan juga memerlukan orang-orang yang inovatif. Tak hanya itu dengan sikap inovatif dapat mendatangkan peluang bisnis yang pada akhirnya memperoleh keuntungan dan menciptakan lapangan kerja. 

Jadi ketika memasuki bangku universitas jangan terlena dengan iming almamater atau terpuruk karena tidak kuliah di universitas terkemuka. Pada dasarnya universitas hanya tempat kita belajar bukan penentu masa depan. Jadi pelajari banyak hal selagi masih muda dan ada kesempatan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun