Apa yang pertama kali terlintas saat mendengar drama korea? Saat pertama kali mendengar drama korea yang terlintas adalah drama alay dengan konsep cinta yang lebay. Akan tetapi drama yang baru-baru ini saya tonton luar biasa sekali pelajaran yang dipetik. Drama yang membahas mental health yang benar-benar terjadi di dunia nyata. Drama ini berjudul "Its Okay Not To Be Okay" yang dibintangi oleh Kim Soo Hyun dan Seo Ye Ji tak pernah saya skip satu episode pun. Biasanya ketika menonton drama korea saya hanya menonton episode awal dan akhir saja.
Kali ini saya tidak akan me-review bagaimana alur cerita dan sebagainya. Tetapi saya akan menjelaskan beberapa point dari drama korea ini yang sangat membekas di pikiran. Bagaimana penyakit mental bukan hal yang bisa disepelekan. Beberapa poin yang bisa diambil pelajarannya adalah : Â
1. Hidup anak bukan hak orangtua sepenuhnya
Drama kali ini membahas Kim Soo Hyun yang memiliki trauma masa lalu terhadap ibunya. Kim Soo Hyun yang memerankan Moon Gang Tae, pada masa kecilnya ia dipaksa ibunya untuk menjaga abangnya Moon Sang Tae yang memiliki gangguan autisme.Â
Saat Gang Tae pulang sekolah dan menunjukkan prestasinya kepada ibu, sang ibu marah karena ia meninggalkan Sang Tae pulang sendirian. Ia mengatakan bahwa hidup Gang Tae ada untuk menjaga abangnya. Hal ini membuat Gang Tae benci dengan ibunya. Ia menganggap ibunya hanya peduli dengan Sang Tae dan ingin rasanya ia membunuh abangnya.
Ko Moon Young yang diperankan oleh Seo Yeo Ji sebagai seorang penulis cerita anak terkenal ternyata memiliki trauma mendalam kepada ayah dan ibunya. Ayahnya ia cap sebagai pembunuh ibunya dan berusaha membuat ia agak tak seperti ibunya. Ibu Ko Moon Young menganggap anaknya adalah seni yang ia buat. Ia selalu mengatakan bahwa Ko Moon Young adalah seni terbaik yang ia buat. Ia mengajari anaknya untuk membunuh jika dirasa itu harus dilakukan. Dendam tersebut membuat Moon Young benci ayah dan ibunya. Ia juga tak percaya keluarga.
Hal di atas dapat terjadi karena orangtua menganggap anak adalah hak mereka. Orang tua mengatur hidup anak seingin mereka tanpa pernah meminta pendapat anak. Jika diibaratkan hidup anak adalah canvas maka cukup garis dasar saja yang ditentukan selebihnya sebagai orang tua kita membimbing bukan memaksa. Sering kali anak yang dipaksa hidup dalam trauma hingga ia dewasa. Satu hal yang saya pelajari dari cara Ali bin Abi Thalib mendidik anak yaitu anak kamu bukan berasal dari masa kamu hingga jangan paksa anak seperti masa kamu.
  Â
2. Memendam masalah tidak akan menyelesaikan masalah
Setelah ibu mereka dibunuh, Gang Tae menjaga Sang Tae dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menghindari sesuatu. Karena sikap Sang Tae dan perkataan ibu, ia tidak pernah menampakan emosinya. Ia hanya hidup untuk menjaga Sang Tae dan pasrah ketika Sang Tae sedang mengamuk dan memukulnya. Ketika bertemu Ko Moon Young yang memiliki sifat berbeda dengan Gang Tae, ia pun lebih berani mengungkapkan isi hatinya ke Sang Tae. Sang Tae pun mulai lebih dewasa dan melindungi Gang Tae yang merupakan adiknya.
Memendam masalah bukan solusi dari penyelesaian masalah. Drakor ini mengajarkan jika Gang Tae memendam masalah ini terus-menerus tentu Sang Tae tak akan dewasa dan ia akan terus hidup dibawah bayangan Gang Tae. Memendam masalah sama saja memendam bom waktu yang akan meledak entah kapan. Ibaratnya memupuk energi negatif dalam diri suatu kapasitas diri dalam memendam akan habis.
 Â
3. Berhitung sampai tiga ketika ingin mengambil keputusan
Moon Young yang selalu gegabah mengambil keputusan diajarkan oleh Gang Tae untuk mengatur emosi. Ia harus berhitung sampai tiga ketika ia sedang emosi dan ingin melakukan hal yang negatif. Film ini mengajarkan untuk berpikir lebih dahulu ketika akan mengambil keputusan dibandingkan mementingkan emosi sesaat. Gerakan menghitung satu sampai tiga mampu meredakan emosi sesaat.
 Â
4. Kebahagiaan datang setelah menghabiskan jatah penderitaan
Untuk pelajaran yang satu ini saya sangat setuju, bahwa untuk melihat pelangi diperlukan hujan terlebih dahulu. Moon Young, Gang Tae, dan Sang Tae hidup dengan tenang setelah berbagai masalah yang mereka hadapi dan menjadikan mereka keluarga tanpa garis keturunan yang sama. Jadi ketika kita sedang dalam kesedihan jangan terlarut dalam kesedihan tersebut karena sejatinya kita sedang menghabiskan jatah sedih kita untuk menuju jatah bahagia.
 Â
Drakor yang saya tonton kali ini benar-benar menguras air mata. Menyadari bahwa setiap orang memiliki perjuangannya masing-masing jadi berhenti membandingkan hidup dengan orang lain. Dan sesuai dengan judulnya tidak apa-apa untuk tidak baik-baik saja. Tidak masalah jika hidup sedang berada di titik terendah. Karena hidup adalah proses yang tetap harus dinikmati. Semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H