Mohon tunggu...
Muhammad Irham Maulana
Muhammad Irham Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup Untuk Menulis dan Menulis untuk Menghidupkan. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Jangan biarkan kata-kata bersarang di kepala. Biarkan ia menyelinap ke dalam kertas dan berkelana di halamannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Enigma Mahasiswa Hadapi Kuliah Daring

11 Juli 2020   22:45 Diperbarui: 11 Juli 2020   22:56 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuliah online bakal jadi trend tidak hanya saat ada lonceng, pemerintah perlu membekali kampus, terutama mahasiswa dan dosen terkait pendidikan karena mahasiswa adalah para penyubur bangsa setelah kalian tinggalkan kelak 

Sejak presiden menetapkan dua warga Indonesia positif corona, wacana pandemi itu terus menjadi perbincangan publik. Sejumlah ahli hanya bisa memprediksi pandemi itu akan berakhir agustus mendatang. 

Namun melihat fakta baru ini, Jumlah kasus covid 19 malah menyatakan sebaliknya. Achmat Yuniarto mneyampaikan bahwa kumulatif pasien positif covid 19 pada 30 juni 2020 mencapai 56.385. Sebanyak 24.806 dinyatakan sembuh, dan 2.876 meninggal dunia.

Yang sudah pasti, dampak dari akibat pandemi covid 19 ini cukup besar, terutama pada sektor perkenomian. PHK besar-besaran dan pemulangan karyawan bukti nyata bahwa laju perekonomian keos. Menuju hal itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru new normal untuk memulihkan keadaan perekonomian. 

Pendidikan juga terkena dampak dari pandemi ini, khususnya mahasiswa dari berbagai Universitas di seluruh Indonesia terpaksa kembali ke daerahnya masing-masing. Kampus dianggap menjadi salah satu entitas yang cukup serius dalam menmbah jumlah kasus covid 19. Dianggap serius, karena di kampus dihuni oleh ratusan bahkan ribuan mahasiswa dan dosen yang dianggap cukup berpotensi tertular atau menularkan penyakit. Akibatnya, mahasiswa terpaksa melaksanakan kegiatan perkuliahan dengan pembelajaran jarak jauh.

Disisi lain, mahasiswa memiliki enigma atau kebingungan. Kian perkuliahan secara normal ingin dilakukan kembali, tapi di sisi lain, kampus tidak diperbolehkan oleh pemerintah. 

Mahasiswa mau tidak mau harus melakukan perkuliahan dari rumah. Sejak Nadiem Makarim meresmikan mekanisme kegiatan perkuliahan secara online, 

Banyak hambatan dan enigma yang dialami oleh mahasiswa yang kebetulan tinggal di desa. Setidaknya ada 3 hal yang menjadi hambatan dan enigma dalam aktivitas perkuliahan itu.

Pertama, kendala jaringan internet. Minimnya sinyal rupanya dapat menghambat proses pembelajaran mahasiswa. Misal, ketika dosen memaparkan mata kuliah dengan video konferensi: zoom, google meet dan lain sebagainya, sejumlah mahasiswa mengalami gangguan terutama dalam proses pembelajaran berlangsung. 

Suaranya kurang jelas, terkadang sinyal mendut-mendut. Banyak mahasiswa yang kemudian memilih untuk ke lokasi kecematan mencari wifi. "nek gak nang ke kecamatan angel mas ngolehne sinyal, wedine engkok malah kecatet absen" kata Uwes salah satu mahasiswa asal malang ini. 

Kalau tidak ke kecamatan sulit dapat sinyal, takutnya nanti malah kecatat absen. Dianggap efektif karena dikecamatan banyak warung kopi plus wifi yang sinyalnya dianggap cukup maksimal. Kendati demikian, mahasiswa tidak ingin jika perkuliahan ini menyulitkan. 

Mereka berharap menteri pendidikan memperhatikan betul mekanisme pendidikan, terutama kampus yang pengaruhnya besar terhadap negara.

Kedua, kendala referensi, pemberian tugas yang banyak dan minimnya fasilitas menjadi enigma tersendiri bagi mahasiswa. Minim referensi dapat memicu tugas mahasiswa yang menempatkanya kurang efektif . 

Dapat dikatakan, bahwa referensi sangat penting dalam menunjang sebuah tulisan akademis. Sebagai absahan dan pendukung dalam opini, referensi dianggap cukup ampuh untuk memperkuat landasan teori dari tulisan. Di sisi lain, enigma mahasiswa untuk memperoleh referensi yang efektif mengalami kendala. 

Pusat referensi dan buku-buku pengetahuan yang umumnya didapatkan dari perpustakaan kampus, di desa, kecamatan bahkan kota sulit ditemukan. 

Meskipun platform online seperti, Pdf drive, bookfi.net, dan google scholar dapat diakses secara online, tapi tidak sepenuhanya memuat buku-buku atau jurnal yang relevan dengan tugas mahasiswa. Belum lagi, deadline tugas yang singkat mengakibatkan mahasiswa kelabakan. Akibatnya, penilaian tugas oleh dosen kepada mahasiswa tidak berjalan maksimal.

Ketiga, kebijakan UKT, melalui pemendikbud nomor 25 tahun 2020, Nadiem Makarim menyebutkan bahwa regulasi dari sistem UKT diberikan kepada seluruh mahasiswa PTN atau PTS seluruh Indonesia yang mengalami kendala finansial selama pandemi berlangsung. Keringanan UKT tersebut bertujuan untuk meringankan beban mahasiswa, terutama orang tua mereka yang mengalami PHK. 

Selain itu, fleksibilitas kampus juga diharapkan agar mahasiswa dapat mudah menjalankan mekanisme keringanan. Kendati demikian, sejumlah mahasiswa masih merasa keberatan dengan mekanisme regulasi UKT tersebut. 

Persyaratan untuk mengajukan regulasi UKT-pun dirasa rumit. Harus melampirkan beberapa dokumen penting, termasuk didalamnya surat pernyataan dari kelurahan yang menyatakan tidak mampu dalam membayar UKT. Belum lagi, mahasiswa harus mengisi berbagai macam persyaratan lagi dan menyerahkan untuk diverifikasi ke kampus.

Di sisi lain, mahasiswa ingin menuruti kebijakan keringanan UKT tersebut, tapi dari jumlah ukt mulai grade 1 sampai atas hanya dipotong 10 atau 20 persen. 

Tentu ini tidak sebanding dengan perjuangan mahasiswa mondar-mandir dalam proses regulasi tersebut. Harapan besarnya, pemerintah dalam mengamati situasi pendidikan ini seharusnya mempermudah, bukan mempersulit.

Oleh karena itu, untuk mengatasi enigma mahasiswa menghadapi kuliah daring, pemerintah harus betul-betul melek dan membaca bagaimana situasi lapangan pendidikan sebenarnya. 

Pemerintah harus cerdas dalam mengamati aktivitas lapangan bukan dari teori hasil sidang atau rapat. Itu tidak cukup. Pendidikan yang identik dengan sifat memanusiakan manusia perlu mendapat mutu yang berkualitas dan SDM yang unggul. Kalau kuliah online memang menjadi solusi terakhir akibat pandemi, setidaknya pemerintah memperhatikan tiga hal tersebut.

Pertama, pemerintah harus bersedia menjadi pengabdi mahasiswa. Memberikan fasilitas yang layak, memberikan kuota gratis dan bersedia sambang ke rumah-rumah mahasiswa di desa pelosok. 

Kedua, mendesain pembelajaran yang memudahkan mahasiswa, terutama dalam mencari referensi. Pemerintah berkuasa penuh atas kemajuan teknologi. Pemerintah harus membuat situs-situs yang menyediakan puluhan bahkan jutaan buku terbaru yang dapat mengatasi kendala tugas mahasiswa. 

Terakhir, Jika pemerintah bernian untuk membantu mahasiswa dan orang tua mereka, seharusnya pemerintah mengeluarkan dana yang besar tanpa melalui prosedur regulaasi UKT yang sangat tidak berpengaruh bagi mahasiswa dengan hanya diskon 10 atau 20 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun