Mohon tunggu...
M. Irham Jauhari
M. Irham Jauhari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pendiri Terapifobia.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Skor 0-0 di Hari Kemenangan

3 April 2024   23:58 Diperbarui: 4 April 2024   00:06 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain by Canva.com, Dokpri.

Saya harus memulai tulisan ini dengan penuh keyakinan bahwa yang membaca tidaklah akan menyentuh angka 999 orang. Karena tulisan saya di kategori Humaniora tidak pernah menyentuh angka itu. 

Ritual meminta maaf sejatinya adalah ritual sakral diantara dua orang anak manusia. Dua orang yang mengaku salah. Sama-sama merasa bahwa dirinya tidak bisa luput dari kesalahan. Sebenar apapun orang, ada salahnya. Begitu juga sebaliknya.

Ritual sakral itu kini kian mahal untuk hanya berjabat tangan. Pasalnya, takdir telah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Pada kesakralan pengakuan kesalahan dan kerendahan hati untuk meminta maaf. Telah berganti gaya dengan hanya bertukar pesan, dan pada level yang paling simpelnya skor 0-0 di hari kemenangan.

Teknologi telah menggantikan peran jabat dengan emoticon. Meskipun acap kali telah sah dalam percakapan tekstual. Tetapi, tidak pernah benar-benar menggantikan kesakralan berjabat tangan. Saling memandang, memeluk (jika itu diperbolehkan secara syariat). 

Dalam tradisi jawa, skor 0-0 di hari kemenangan itu seharusnya mematuhi adicoro-adicoro yang hampir punah. Seseorang yang sedang melakukan pengakuan kesalahan harus pada posisi sungkem. Sedangkan orang yang disungkemi haruslah pada posisi duduk. Setelah itu pengakuan itu haruslah mengucapkan setiap detil kesalahan. Secara "adicoro" tidak ada yang namanya generalisasi kesalahan. Kesalahan sejatinya adalah setitik noda penyesalan yang harus diucapkan secara detil. Agar pihak termohon mengerti poin kesalahan mana yang harus dimaafkan.

Setiap level pengakuan tersebut tentu saja ada resiko-resiko jawaban yang hadir. Pada titik tertentu kesalahan bisa termaafkan dalam ucapan, tetapi tidak dalam batin. Meskipun soal batin adalah hal di luar kendali peminta maaf.

Setelah risiko dimaafkan dalam ucapan, tetapi tidak dalam perasaan. Bisa kita sebut sebagai kesalahan yang tidak bisa terampuni. Lalu, masalah berikutnya adalah pengampunan. Setiap pengampunan ada hal-hal yang harus dipenuhi pihak peminta maaf. Agar beban dari kesalahan itu dapat mencapai skor 0-0 secara sempurna. 

Dalam tradisi 0-0, kita sedang mereset spiritualitas kita ke taraf 0. Bersih dari dosa seperti bayi yang baru lahir. Karena dosa adalah penghalang berbagai macam kebaikan. Untuk itulah kita semua membersihkan diri dari dosa kepada sesama manusia, agar spiritualitas kita lebih mudah mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Pada tahap tertentu, setiap kesalahan kecil seringkali kita lupakan. Meskipun kita sebagai orang yang salah bisa lupa. Tetapi tidak bagi orang yang kita "salahi". Ingatan sakit hati itu bisa begitu jahat. Kadang pula berimbas kepada kesehatan fisik orang tersebut. 

Maka dari itu, beberapa detik setelah kita menjadi pihak yang meminta maaf. Kita juga akan berbalik arah menjadi pihak yang termohon. Sebuah hari yang penuh dengan tangis, haru dan penuh makna. Semoga kita semua lekas menjadi pribadi yang bersih di hari nan fitri. Kembali suci bagaikan bayi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun