Saya tetap merasa bahwa tulisan karya ChatGPT sangat kering esensi. Jauh berbeda jika dibandingkan tulisan yang berasal dari hati.
ChatGPT memang instan. Seperti segala sesuatu yang instan, pasti ada bahaya yang mengintai di belakang.Â
Seperti "sentuhan" yang tidak bisa dikirim lewat cara apapun (untuk saat ini). Karya ChatGPT sangat kaku dan kehilangan "sentuhan" perasaan.
Pasti ada plus minusnya. Sebuah teknologi selalu bermuka dua. Tergantung tangan siapa yang memegang. Bisa jadi orang lain bisa memanfaatkan ChatGPT untuk menghasilkan milyaran rupiah.
Bukan tidak mungkin.
Tergantung tangan siapa yang memakai.
Di dunia ini yang sempurna hanyalah Allah SWT.
Pada akhirnya, entah sekarang atau lusa. Kita semua harus berdamai dengan teknologi mutahir.Â
Tidak peduli kita segaptek apapun. Pada akhirnya kita tidak akan bisa melepaskan diri dari canggihnya teknologi kecerdasan buatan (AI).
Selagi masih awal, bagaimanapun juga kita harus belajar menggunakan dan memanfaatkan teknologi AI untuk membantu kita mencapai tujuan kita dengan lebih efektif.
Jika tidak, mungkin kita akan mencapai tujuan kita. Tetapi, orang yang memanfaatkan teknologi AI dengan lebih baik daripada kita akan sampai lebih awal di "tempat" yang kita tuju.