Dengarkan baik-baik
Jangan buru-buru membaca
Jangan cepat-cepat kau lahap
Aku tahu kamu lapar
Sedangkan aku masih ingin berbincang
Kuseduh kopi
Kutunggu hadirmu
Di tengah riuh dunia
Di pojok warung
Disana kita berjumpa
Bersua, berbagi cerita
Jantungku berdetak lebih kencang
Seperti genderang mau perang
Ambisi menyala-nyala
Angin meniupnya berkobar-kobar
Lelah tak terasa
Bekerja bagai kuda
Kini aku terkapar
Irama jantungku menggelepar
Ku kira aku akan mati
Kukejar ambisi
Lelah, lelah, lelah
Kupasrah
Aku seperti tak berdaya
Aku malu pada raga
Kuberjalan pelan
Seperti ada yang memberontak
Tapi apa
Ketika aku sampai di sebuah pohon rindang
Sejuknya melelapkanku di pangkuan akarnya
Sesosok kakek tua memakai blangkon berbaju batik menepuk pundakku
"Nak, hidup itu seperti lomba balap karung, gembiramu ketika menang tidak akan mengalahkan gembiramu ketika berlari. Maka nikmatilah proses yang kau jalani."
Aku terkesiap.
Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun
Kini di usiaku yang ke empat puluh tahun
Aku tersadar
Menikmati proses lebih nikmat daripada menikmati hasil
Cucuku menjawab, "bagaimana bisa menikmati hasil kalau tidak pernah berproses, kek?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H