Mohon tunggu...
Irgi  Nur Fadil
Irgi Nur Fadil Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa UNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA INDONESIA Fakultas Pendidikan Agma Islam. Aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Misuh Online

12 Desember 2017   15:04 Diperbarui: 12 Desember 2017   15:07 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Clometan remaja kedinginan

Barangkali medsos (media sosial) zaman sekarang sudah menjadi kebutuhan pokok bagi manusia. Dari anak usia dini hingga usia parubaya, memiliki akun medsos dari facebook, twitter, instagram, whatshapp dan masih banyak lagi jenisnya. Munculnya medsos sebenernya untuk mempermudah manusia untuk bersosial dari jarak jauh.

Dari pelbagai medsos di disuguhkan fitur status atau lebih gamblangnya membagikan sesuatu yang sedang kita fikirkan. Namun fitur ini malah di salah gunakan untuk menggunjing, fitnah, dan yang paling parah status di jadikan sarana misuh secara online. Misuh adalah suatu kalimat yang di gunakan untuk memaki seseorang atau menunjukkan rasa kemarahan. Bagi orang Jawa tidak asing lagi dengan gaya misuh ini, bahkan di suatu daerah misuh malah menjadi kekhasan daerah tersebut.

Dari hasil penelitian, salah satu faktor misuh online adalah merasakan kemarahan dan mereka tidak bisa meluapkan kemarahannya. Kecenderungan misuh online dikarenakan minuru gaya emak-emak. Contoh saja, Cipes salah satu nama akun media sosial yang meluapkan kemarahannya saat cowoknya berboncengan dengan wanita lain.

"Jancuk, ngomonge belajar kelompok tibak e malah boncengan mbek cewek lio, asu. (Jancuk, katanya belajar kelompok rupanya malah main sama cewek lain, Anj***).

Kalimat seperti ini sering saya temukan di medsos, mungkin kalian juga merasakannya. Alah aku sendiri juga sering begitu, pasti kalian pernah juga kan. Namun akhir-akhir ini aku merasa risih jika melihat status yang mengandung unsur memaki. Memaki, meluapkan kemarahan boleh-boleh saja, inikan negara demokrasi. Tapi nggak online juga kali, habis-habisin kuota saja. 

Lagipula kalian bencikan ketika ada pejabat yang mengatakan kata-kata yang tidak sopan, seharusnya kita berfikir untuk menjaga lisan membutuhkan pendidikan karakter. Lah, ini malah mengajari generasi yang akan datang dengan kalimat yang tidak produktif dan di sebar luaskan di medsos toh akhirnya di konsumsi anak kecil. Malah, banyak vidio yang beredar di medsos anak kecil mengucapkan bahasa yang kasar dan malah di jadikan bahan lelucon sama orang dewasa.

Mari sama-sama kita bangun generasi muda dengan gaya bahasa yang produktif. Kelak, saatnya mereka duduk di meja pemerintahan tidak akan kaku dan tidak melempar meja saat lawan bicaranya lebih unggul dalam berargumen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun