Mohon tunggu...
irgi irman
irgi irman Mohon Tunggu... Mahasiswa - irgi

pai h

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tahlilan Bukan Budaya yang Sesat

29 Desember 2021   00:40 Diperbarui: 29 Desember 2021   00:43 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ritual tahlilan, atau salam dari orang mati, mengakar dan menjadi ciri budaya  masyarakat Jawa yang sangat erat dengan adat istiadatnya. Awal mula  acara Selamatan atau Tahlilan dibarengi dengan upacara pemujaan (menghormat) kepada leluhur masyarakat Nusantara yang sebagian besar beragama Hindu dan Budha. 

Padahal, tahlilan merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang muncul dari ibadah ritual. Upacara  sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi mereka yang telah meninggalkan dunia berlangsung pada waktu yang mirip dengan waktu tahlilan.

Kegiatan yasinan dan tahlilan yang dilaksanakan sebagai rangkaian kegiatan takziah tentunya membawa nilai-nilai luhur dalam usaha mengembangkan nilai-nilai ajaran Islam. 

Bacaan-bacaan yang dilakukan pada kegiatan tersebut bersumber dari al-Qur’an dan Hadis. Jadi dimana letak bid’ahnya semisal ada sementara yang menganggap bahwa kegiatan tersebut adalah bid’ah. 

Dalam kaitan ini, membaca ayat-ayat suci al-Qur’an itu adalah ibadah, terlebih lagi ketika ada masyarakat Islam yang tertimpa musibah kematian, tentunya membawa dampak yang sangat positif bagi keluarga yang tertimpa musibah maupun bagi masyarakat sekitarnya.

Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa tradisi tahlilan dan yasinan digunakan  sebagai pertemuan mingguan komunitas taklim dan dzikir  dan sebagai sarana dakwah untuk mendekatkan manusia kepada Tuhannya. 

Di sisi lain, tradisi Tahlilan dan Yasinan dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya masyarakat setempat, orang yang sebelumnya tidak dikenal menjadi kenal, yang sebelumnya tidak dikenal menjadi lebih  akrab. 

Gotong royong, solidaritas sosial, gotong royong, simpati dan  empati juga merupakan aspek lain dari  tradisi Yasinan. Gotong royong saat menyelenggarakan acara. Bantu kami agar acara tetap berjalan sesuai rencana. Perasaan simpati, empati  ketika orang tua mengalami kecelakaan, orang tua meninggal. Ini semua adalah makna lain  yang terkandung dalam tradisi Yasinan.

Tradisi yasinan juga dapat dilihat sebagai pengikat ikatan sosial antara penduduk, dengan mengikuti acara yasinan, warga yang kemarin tidak saling mengenal akan saling mengenal. 

Acara seperti ini bisa mempererat tali silaturahmi antar sesama sebangsa. Selain itu,  warga yang berpartisipasi dalam acara yasinan dapat menumbuhkan semangat empati dan empati bagi sesama untuk berbagi perasaan kepada penyelenggara acara  yasinan.  untuk  tuan rumah yang dituju. 

Oleh karena itu, acara yasinan sangat berpengaruh terhadap solidaritas warga  karena saling membantu. Sangat jelas bahwa dalam kegiatan ini sama sekali tidak mengandung hal-hal yang negatif, Karena tidak melanggar syari'at

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun