Mohon tunggu...
Irfin Nehrun
Irfin Nehrun Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pasca Ilmu Politik UNHAS Makassar-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Tak 'Berujung' Jelang 18 Mei

15 Mei 2014   02:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Koalisi ialah satu-satunya cara yang dilakukan oleh partai politik peserta pemilu 2014 untuk memenuhi syarat dalam mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden 18-20 mei 2014. hasil pemilu 9 april 2014, tak ada satupun partai yang meraih 25% suara secara nasional. jalan pintas yang dilakukan oleh partai politik ialah dengan memainkan strategi koalisi untuk memenuhi angka 25% atau 20% dari total perolehan kursi DPR RI 2014. koalisi yang sudah terbentuk ialah 2 poros koalisi yakni poros PDIP,PKB, Nasdem dan poros Gerindra, PAN, PPP.

Jokowi yang diusung oleh PDIP sebagai Capres 2014-2019 terus menuai respon positif dari berbagai kalangan, singnal adanya dukungan pihak asing kepada Gubernur DKI Joko Widodo semakin kencang demikian pula dukungan arus bawah juga terus mengalir. Tak heran jika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dikomandani Muhaimin dan Nasdem Surya Paloh tak segan-segan memberi dukungan tanpa syarat kepada jokowi dengan alasan kesamaan ideologi partai. Poros Koalisi Gerindra, PAN, dan PPP mengusung Prabowo-Hatta Rajasa sudah semakin jelas. Peluang Demokrat membentuk koalisi untuk mengusung capres kali ini sangat kecil bisa terwujud. SBY dan Demokrat gagal membina koalisi, Sampai dengan saat ini tak ada satupun partai politik yang lolos ambang batas 3,5% perolehan suara nasional yang mau mendekati Demokrat, kendati selama 5 tahun Golkar, PAN, PKS, PKB, PPP masuk dalam partai yang bergabung dalam Koalisi Pemerintahan SBY.

Berbeda halnya dengan partai berlambang beringin, kini gencar melakukan manuver hingga situasi politik kian mencengangkan, Golkar kian merayap mendekati kubu Jokowi untuk melakukan komunikasi politik dengan pendekatan kesamaan program peningkatan ekonomi kerakyatan. Kehadiran tokoh senior Golkar Akbar Tanjung menemui Surya Paloh adalah untuk membicarakan agar Nasdem melalui Surya Paloh tak “mencekal” niat ARB untuk berduet bersama Jokowi, disinilah publik menilai pergerakan Golkar, jika kemudian mampu merubah peta kekuatan politik sekaligus memastikan Jokowi berpasangan dengan Ical pada 18-20 mei mendatang.

Selanjutnya kemana arah berlabuhnya Partai demokrat pada Pilpres kali ini? entah manuver apalagi yang hendak disiapkan oleh sang ketua umum Demokrat SBY agar bisa mengusung calon presiden kali ini?. Partai demokrat yang babak belur yang diterpa kasus Korupsi sejumlah kadernya, pada pemilu kali ini hanya mmpu menempati posisi ke 4 dengan perolehan suara 10,19% tentu tak bisa mengusung calon sendiri, konvensi yang digelar sebelum pemilu legislatif 9 april ternyata tak mampu mendongkrak suara Demokrat, Capres hasil konvensi baru akan diumumkan 15 mei oleh Demokrat, parahnya lagi wacana yang dihembuskan oleh elit Demokrat ialah menawarkan Sri Sultan Gubernur DIY sebagai capres, ini memperlihatkan Demokrat semakin panik, strategi untuk mengaet Golkar untuk berkoalisi dihembuskan dengan melirik sejumlah tokoh senior partai Golkar agar Golkar mau berkoalisi dengan Demokrat. kini publik bertanya, mau diapakan capres hasil konvensi Demokrat setelah diumumkan?

Hasil Pemilu legislatif 2014 tidak ada satupun partai politik yang keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara sah secara nasional 25%, jika dilihat persentase perolehan suara nasional PDIP menempati peringkat pertama dengan perolehan suara 18,95%, menyusul Golkar peringkat dua 14,75%, Gerindra 11,81% urutan ketiga, serta Demokrat 10,19% menyusul PKB 9,04%, PAN 7, 59%, PKS 6, 79%, Nasdem 6,72%, PPP 6, 53%, Hanura 5, 26%, PBB 1,46%, PKPI 0,91%. Jika dilihat hasil perolehan partai politik maka bisa dipastikan tak ada partai yag bisa mengususng calon presiden tanpa harus berkoalisi dengan partai lainya agar bisa memenuhi 25% suara secara nasional, mendapatkan dukungan 20% atau 112 kursi dari jumlah kursi di DPR RI hasil pemilu 2014.

Peta politik saat ini semakin membuat situasi politik nasional menjadi hangat, tanggal 14 mei dipilih oleh PDIP untuk mendeklarasikan diri bersama PKB dan Nasdem mencalonkan Jokowi menjadi Capres tanpa syarat, dengan kekuatan koalisi 34,71% telah memenuhi saarat untuk bisa mengusung pasangan calon presiden. Partai Gerindra dengan Capres Prabowo didukung oleh PAN dan PPP 25,93% juga sudah memenuhi syarat untuk mengusung calon, selanjutnya kemanakah Golkar dan Demokrat akan berlabuh? Akankah Demokrat bersedia berkoalisi dengan Golkar atau sebaliknya? Lantas kemana arah berlabuhnya PKS bersama Hanura?

Jika partai Demokrat membentuk poros koalisi untuk menarik Golkar dan Hanura sangat sulit terwujud, sebab perolehan suara nasional Demokrat tak sesuai harapan jauh dibawah Golkar, namun jika itu terjadi maka Koalisi Demokrat-Golkar, PBB dan PKPI bisa mendapatkan 32,57% suara, secara otomatis memenuhi syarat 25% suara sah nasional. Namun Jika partai Hanura engan untuk berkoalisi dengan Demokrat maka bisa mencapai 27,31% dan berhak mengusung capres, bila PBB dan PKPI tidak bersedia maka Demokrat - Golkar hanya memperoleh 24,94% tidak memenuhi syarat mengajukan capres. namun tetap masih berpeluang apabila Demokrat bisa menarik PBB atau PKPI, sekalipun Hanura dan PKS tak memiliki arah koalisi, disinilah praktek koalisi Transaksional rawan terjadi.

Bagaimana dengan partai Golkar? Partai Golkar sangat dimungkinkan bisa menarik Demokrat bersama Hanura untuk berkoalisi sebab mereka memiliki posisi tawar yang cukup, alasanya sederhana yakni Golkar memiliki suara 14,75%, sangat kecil peluangnya untuk bisa tunduk mengikuti ajakan partai Demokrat. jika gagal menarik Demokrat, Golkar masih cukup berpeluang dengan Hanura bersama PKS dengan 26,8%, atau Golkar, PKS, Hanura, PBB dan PKPI sekalipun tanpa melibatkan Demokrat dalam koalisi bisa mendapatkan 29,17% dukungan suara sah secara nasional.

Jika peta kekuatan politik berubah sebelum 18 mei 2014 mendatang, dan ternyata Jokowi melalui PDIP mampu 'menarik' Golkar untuk berkoalisi, maka secara otomatis Demokrat, Hanura, PKS, PBB dan PKPI hanya mampu meraih 24,61% tidak bisa mencapai 25% suara. Akankah dengan peta kekuatan tersebut membuat Demokrat mendukung Prabowo atau Jokowi? dalam analisa sederhana Demokrat berkoalisi dengan PDIP tidak bisa terwujud, karena 10 tahun Megawati sebagai ketum PDIP memposisikan sebagai partai Oposisi, demikian juga dengan Prabowo, akhir-akhir ini SBY sebagai ketum Demokrat memperlihatkan sikap 'ketidaksukaan-nya' kepada salah satu Capres yang akan melakukan upaya nasionalisasi semua aset asing jika terpilih sebagai Presiden 2014, calon presiden yang dimaksud tidak lain ialah Prabowo Subianto. Inilah hal yang menurut saya alasan sangat mendasar, akan peluang Demokrat mau mendukung Jokowi dan Prabowo sangat kecil.

Demikian halnya dengan PKS semakin tak jelas kemana arah untuk berlabuh, “kegalauan” politik terlihat jelas saat Prabowo ternyata lebih memilih Hatta Rajasa untuk mendampinginya ketimbang PKS, sebelumnya PKS menyodorkan tiga nama sebagai cawapres mendampingi Prabowo diantaranya Anis Matta Presiden PKS, serta Hidayat Nur Wahid. Sikap PKS terus mengalami perubahan akankah ikut mendukung koalisi Prabowo-Hatta ataukah ikut bersama Golkar dan Hanura? Kita tunggu saja nanti....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun