Situasi politik pasca pemilihan legislatif 2014 membawa eskalasi politik kian membingungkan publik, sejak hari pertama dibukanya pendaftaran calon presiden 18 mei 2014 masing-masing partai belum juga mendaftarkan pasangan capres dan cawapres di KPU. Hal ini dikarenakan belum ada satupun partai yang telah membentuk koalisi parmanen mendapatkan pasangan calon wakil Presiden untuk maju bertarung pada 9 juli 2014.
Sebagian besar masyarakat indonesia bahkan dunia internasional terus menanti kapan Game tersebut dibuka kepada publik, publik tidak sabar menunggu sosok cawapres pendamping masing-masing kandidat baik Joko Widodo maupun Prabowo Subianto, ketidak pastian ini di khwatirkan akan membuat pelaku usaha akan merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian yang dibangun oleh PDIP dan Gerindra sebagai partai pengendali Koalisi.
PDIP, Nasdem, PKB dan Hanura yang telah resmi menjadi koalisi mencalonkan Joko Widodo sebagai calon presiden, akhirnya terjawab setelah di umunkan Jusuf Kalla dipilih mendampingi mantan walikota solo tersebut, publik terus menanti ketidakpastian yang ‘sengaja’ diciptakan oleh poros PDIP akhirnya terjawab sudah.
Bagaimana dengan partai Gerindara, PAN, PPP serta PKS yang telah mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon tunggal presiden, Prabowo akhirnya menetapkan Hatta Rajasa sebagai cawapres mendampinginya, PPP sebagai partai yang ikut berkoalisi yang terus melakukan protes mendesak Prabowo untuk tidak gegabah menetapkan Cawapresnya bersama-sama PKS akhirnya melunak mendukung Hatta sebagai cawapres Prabowo.
Kini masih tersisa Demokrat yang belum mendapatkan tempat berlabuh untuk berkoalisi, demokrat yang hanya mendapatkan suara sah nasional 10,19% dengan 61 kursi di DPR RI telah memberikan signal yang jelas untuk oposisi selama lima tahun kedepan, Demokrat yang baru saja mengelar Rapimnas 18 mei 2014 ternyata tak kunjung menentukan sikap untuk berkoalisi dan memilih jalan oposisi sebagai pilihan terbaik, menurut Demokrat saat ini partainya tidak mendapatkan dukungan publik akibat sejumlah kader Demokrat yang terlibat sejumlah kasus korupsi.
Demikian halnya dengan partai yang berlambang beringin yakni Golkar sebagai partai pemenang ke-2 dengan peroleh suara sah nasional 14,75% atau dengan 91 kursi di DPR RI, melalui Rapimnas yang di gelar 18 mei 2014 mengahsilkan keputusan untuk tetap mendukung Aburizal Bakri sebagai calon presiden, Rapimnas Golkar ke-VI memberikan mandat penuh kepada Ical sebagai ketua umum Golkar untuk menentukan sikap terkait arah koalisi koalisi dengan partai lainya, apakah PDIP, maupun Demokrat. Hasil yang diperolehpun tak sesuai harapan, pertemuan ARB bersama Megawati Soekarno Putri tidak membuahkan kesepakatan.
Golkar yang terus bergerilya membangun poros koalisi kini harus gigit jari, Golkar sama sekali tidak bisa mengusung calon presiden sendiri setelah memastikan peluang untuk berkoalisi telah ditutup oleh PDIP, Gerindra serta Demokrat. Jalan satu-satunya yang dilakukan oleh Golkar ialah berkoalisi mendukung pencapresan Prabowo-Hatta Rajasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H