Mohon tunggu...
Muhammad Irfaun Naim
Muhammad Irfaun Naim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ta'allum dan Ta'lim

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Dekadensi Moral Remaja di Era Digital

11 Januari 2024   20:30 Diperbarui: 11 Januari 2024   20:34 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Zaman sekarang merupakan sebuah tantangan sekaligus tuntutan. Di mana kita dihadapkan untuk dapat mengikuti laju perkembangannya tanpa harus meninggalkan dan terbawa oleh derasnya arus kemajuan zaman.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang informasi seperti media sosial menjadi problematik baru. konten-konten dewasa dan budaya barat dengan mudahnya masuk ke media sosial malah menjadi malapetaka. Sebagian besar pengguna internet Indonesia berusia 14 -- 18 tahun dan kini mendominasi media sosial. Usia peralihan remaja ini memiliki keadaan psikologi yang masih labil, mereka sedang senang mencari jati diri. Akibatnya mereka menyerap segala hal informasi yang mereka dapatkan tanpa memfilter terlebih dahulu, termasuk tayangan dan konten media sosial yang disuguhkan. Pada akhirnya proses pencarian jati diri ini, malah menimbulkan penyimpangan sosial yang cukup berat seperti seks bebas, mengonsumsi miras dan narkoba demi kesenangan semata duniawi.

Ketidaksiapan masyarakat khususnya generasi muda terhadap arus perkembangan tersebut menimbulkan distorsi perilaku, perbuatan serta akhlak pada mereka seperti bullying, pergaulan bebas, pencurian, tawuran, miras, narkoba, social media anxiety, sampai pada kasus kematian akibat kekerasan maupun percintaan. Hal tersebut merupakan gejala dari dekadensi moral yang banyak menyelimuti kalangan generasi muda di Indonesia.

Selain itu, nilai-nilai pendidikan agama di rumah, sekolah atau lingkungan yang semakin luntur juga menimbulkan dekadensi moral. Ilmu pengetahuan dianggap begitu lengkap dan rasional atas segala hal yang terjadi di muka bumi, menjadikan manusia tahu segala informasi yang dibutuhkan, sehingga melupakan hubungan vertikal dengan tuhan yang maha esa. Budaya timur yang menghiasi perkampungan di berbagai surau atau masjid berganti kulit dengan budaya barat yang dimakan mentah-mentah. Akhlak karimah para Nabi tidak lagi dijadikan percontohan oleh mayoritas remaja masa ini, melainkan terpengaruh oleh budaya-budaya yang tak mengenal akhlak Nabi.

Kemerosotan nilai-nilai agama ini menjadi penyebab seseorang melakukan sesuatu tanpa mengenal adanya aturan dan batasan, tanpa didasari pedoman dan seolah-olah tindakan yang dilakukannya tidak akan dipertanggungjawabkan. Lunturnya nilai-nilai agama pada seseorang telah menghilangkan kekuatan pengontrol yang ada dalam dirinya. Satu-satunya alat yang menjadi penyekat atau parameter seseorang untuk bertindak adalah norma yang ada di masyarakat dan segala sanksi yang mengaturnya. Akan tetapi biasanya, norma yang ada dimasyarakat tidak sekuat dengan pengawasan dari dalam diri. Maka dibutuhkan nilai-nilai agama yang dipegang erat dalam diri. Sebagai contoh remaja saat ini sulit mengontrol komentar di media sosial, dengan mudahnya mereka menjadi cyberbullying, men-judge sebuah postingan yang tidak mereka sukai tanpa memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Ketidakkuatan sistem pengontrol dalam diri menjadi pemicu seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan kurang baik termasuk dekadensi moral yang terjadi pada generasi saat ini

Kemudian kurangnya pengawasan dalam keluarga terhadap anaknya di rumah juga memicu terjadinya dekadensi moral. Keluarga merupakan lingkungan terdekat anak, bahkan disebut madrasah pertama dan utama bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Di sekeliling kita banyak kita jumpai orang tua lebih memilih gadget untuk menenangkan anak kecilnya yang menangis. Apa-apa mengandalkan gadget sehingga anak terbiasa menjadikan gadget sebagai luapan emosi sedari dini bukannya kehangatan keluarga. Yang mereka tahu hanyalah mencari kesenangan untuk menghibur hatinya dengan tidak memedulikan positif negatifnya. Hal itu terus berlangsung hingga anak menjadi remaja dengan tanpa pengawasan dari orang tua, meskipun dengan dalih sibuk dengan profesinya masing-masing. Itulah yang menyebabkan anak hidup dengan jalan mereka sendiri dengan tanpa arah. Mereka tidak menyadari yang mereka lakukan adalah awal dari mulai hancurnya bangsa ini. Orang tua yang cenderung menyimpang maka anaknya pun berperilaku menyimpang. Dengan demikian, peran serta orang tua sangatlah penting dalam pengawasan pertumbuhan moral bangsa melalui generasinya.

Terjadinya pergeseran moral, khususnya di kalangan generasi muda saat ini perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Moral merupakan akhlak, sebagaimana visi utama  Nabi Muhammad SAW adalah membenahi moral. Li utammima makarimal akhlaq. Maka, perlu kiranya penanganan dari semua pihak, baik pada perangkat sekolah, keluarga, masyarakat maupun pemerintah untuk melakukan sebuah rekonsiliasi sebagai upaya untuk menanggulangi permasalahan tersebut.

Di lingkup pendidikan, penting untuk mengoptimalkan pendidikan yang menggunakan sistem pembelajaran yang benar, dengan membentuk keselarasan kemampuan pendidik dan peserta didik, dan dengan mengutamakan pendidikan moral, ketaatan beragama dan nasionalisme. Memperkuat pendidikan moral menjadi landasan yang krusial, yakni dengan memasukkan etika dan nilai-nilai moral dalam kurikulum pendidikan. Adanya pendidikan keterampilan digital dan etika diperlukan dalam membekali individu dengan pemahaman yang baik tentang tanggung jawab dalam penggunaan teknologi. Kemudian, pendidikan mengenai ketaatan beragama perlu ditanamkan dengan benar kepada generasi muda kita. Agama bukan sekedar teori, namun agama perlu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Selain itu, perlu pendidikan nasionalisme dalam kurikulum pendidikan, untuk mengenal dan mencintai kebangsaan dan kebudayaan di negara kita. Bukan terpengaruh kebiasaan dan kebudayaan dari luar yang kurang menjunjung nilai kesopanan.

Di lingkungan keluarga, kontrol orang tua yang aktif dan pengawasan terhadap aktivitas online anak-anak perlu ditingkatkan, dan dengan memberikan bimbingan tentang etika digital. Penguatan nilai keluarga melalui komunikasi terbuka tentang nilai-nilai yang dijunjung tinggi dapat memberikan fondasi kuat bagi pembentukan karakter anak-anak.

Peranan masyarakat diperlukan dalam menampilkan dan mempromosikan konten positif dan inspiratif, menghadirkan alternatif yang menarik bagi pengguna digital, bukan konten-konten negatif. Menjadikan media sosial sebagai wahana interaksi yang positif untuk mengembangkan kesadaran digital dan menciptakan inovasi teknologi yang bertanggung jawab, membantu untuk beradaptasi dengan kemajuan, dengan tanpa mengorbankan nilai-nilai moral.

Selain memang membutuhkan peran keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat, peran pemerintah juga tidak kalah pentingnya. Pemerintah sudah seharusnya memberikan pendidikan yang berkualitas bagi seluruh masyarakatnya. Nilai-nilai moral dan sosial juga perlu untuk kembali ditanamkan sejak pendidikan dini. Pemerintah juga perlu aktif memblokir berbagai situs pornografi, judi, dll. yang terus bermunculan. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran etika dan norma-norma moral di dunia maya dapat menjadi langkah yang krusial. Kode etik dan regulasi media sosial perlu diperkuat untuk menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan positif. Kampanye kesadaran masyarakat juga dapat membantu dalam memberikan pemahaman tentang dampak negatif dekadensi moral di era digital dan mendorong masyarakat untuk menggunakan teknologi secara bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun