Mohon tunggu...
Irfan Waqfeen
Irfan Waqfeen Mohon Tunggu... -

Learning something new

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjawab Fitnah: Tantangan Mubahalah

27 Juli 2013   08:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:58 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu fitnah yang dilontarkan oleh mereka yang tidak suka dengan Ahmadiyah terhadap pendiri ahmadiyah bahwa beliau telah mengajak Maulvi Sanaullah untuk bermubahalah dengan cara berdoa agar jika diantara mereka berdua salah satunya adalah orang yang sesat dan palsu, maka ia akan menemui ajalnya di masa hidup orang yang benar. Para penentang Ahmadiyah beranggapan bahwa dikarenakan pendiri jemaat Ahmadiyah, Hz. Mirza Masih Mau’ud as wafat lebih dulu, maka beliau terbukti sebagai seorang pendusta dan sesat.

Ini merupakan fitnah yang tidak berdasar sama sekali.

Saya akan coba menjelaskan perkara tersebut agar fitnah ini tidak semakin berkembang. Yaa memang agak panjang tulisannya, tapi fakta memang harus disajikan secara menyeluruh, tidak setengah-setengah karena ditakutkan akan salah tafsir dan pemahaman yang berujung pada fitnah.

Memang benar bahwa Maulvi Sanaullah hidup lebih lama dibandingkan dengan Hz. Masih Mau’ud as. Tapi yang perlu diketahui dan diteliti (bukan asal copas saja) adalah bahwa apakah Maulvi Sanaullah itu menerima tantangan mubahalah itu atau tidak? Ini gunanya kita belajar sejarah (bukan asal copas).

Pada awalnya, tantangan mubahalah ini diajukan oleh Hz. Masih Mau’ud as seperti yang tercantum dalam salah satu buku beliau, Anjam-e-Atham yang diterbitkan pada tahun 1897. Saat itu, beliau berumur 62 tahun sedangkan Maulvi Sanaullah baru berumur 29 tahun. Daftar nama-nama ulama yang diajak bermubahalah oleh Hz. Masih Mau’ud telah dilampirkan dalam buku tersebut dan nama Sanaullah Amritsari termasuk salah satu diantarnya dan berada di urutan yang ke-11. Agar mubahalah ini dapat terlaksana, maka kedua belah pihak (baik yang mengajak dan diajak) harus sama-sama menerima tantangan tersebut. Akan tetapi, Maulvi Sanaullah ketakutan dan tidak mau menerima ajakan tantangan tersebut. Selama 5 tahun sejak ajakan bermubahalah tersebut, Maulvi Sanaullah tidak menanggapi tantangan tersebut. Ia diam seribu bahasa. Namun nampaknya dikarenakan desakan dari murid-muridnya, akhirnya, setelah 5 tahun terdiam, Maulvi Sanaullah pun menerima dan menantang Hz. Masih Mau’ud untuk bermubahalah. Tantangan itu beliau cantumkan di majalah beliau, Ahl-Hadits tertanggal 29 Maret 1907. Meskipun usia beliau sudah berumur 67 tahun saat itu (sedangkan Maulvi Sanaullahbaru berumur 34 tahun), dengan bersandarkan kepada Allah Taala, Hz. Masih Mau’ud as menerima tantangan tersebut dan menulis di buku beliau,

“Saya telah melihat pengumuman dari Maulvi Sanaullah dari Amritsar yang mana di dalamnya ia menyatakan memilki keinginan yang tulus bahwa ia dan saya seyogyanya berdoa sehingga salah seorang diantara kita yang berdusta akan menemui ajal semasa hidup orang yang benar. Ia telah datang dengan membawa satu usulan yang baik. Sekarang, lihatlah…apakah ia tetap berpegang pada hal itu?” (Ijaz Ahmadi, Ruhani Khazain, Vol. 19, Hlm.122)

Ketika Maulvi Sanaullah mengetahui bahwa Hz. Masih Mau’ud as telah menerima tantangan mubahalah yang ia ajukan, ia sangat ketakutan dan mulai mencari celah untuk menghindar. Ia kemudian menulis,

“Saya tidak pernah mendakwakan diri seperti anda bahwa saya adalah seorang nabi, atau seorang rasul atau seorang anak Tuhanatau seorang penerima wahyu. Oleh karena itu, saya tidak dapat dan tidak berani untuk ikut dalam pertandingan semacam itu. Perkataan anda bahwa jika saya mati sebelum anda, anda akan menyatakan bahwa itu adalah sebagia bukti kebenaran anda dan jika anda mati sebelum saya, maka siapakah yang akan pergi ke kuburananda untuk diminta pertanggungjawaban? Itulah sebabnyamengapa anda mengemukakan tantangan yang konyol itu. Saya menyesal, bagaimanapun juga, saya tidak berani ikut dalam kontorversi seperti itu dan kurangnya keberanian saya ini merupakan sumber kehormatanbagi saya dan bukanlah suatu sumber kehinaan.” (Ilhamat Mirza, hal. 116)

Tulisan Maulvi Sanaullah itu mencerminkan alasan mangkirnya Maulvi Sanaullah untuk menghadapi tantangan yang ia buat sendiri. Pernyataannya ini sungguh sangat membuat murid-muridnya kecewa dan ia menjadi bahan ejekan serta kritikan.

Selang lima tahun kemudian (1907) atau tepatnya 10 tahun sejak tantangan mubahalah yang diajukan oleh Hz. Masih Mau’ud as pertama kali, Maulvi Sanaullah kembali menantang Hz. Masih Mau’ud as untuk bermubahalah. Ia menulis,

“Para pengikut Mirza, jika kalian benar, datang dan bawalah gurumu bersama kalian. ….Bawalah dia yang telah menantang kami bermubahalah didalam bukumya Anjam-e-Athan itu dan hadapkanlah dia dengan saya….” (Ahlul Hadits, 29 Maret 1907)

Selama 10 tahun ia terdiam dan tiba-tiba ia kembali lagi dengan mengingatkan akan tulisan Hz. Masih Mau’ud as tentang ajakan mubahalah dengan dirinya. Lalu, apa alasannya ia berbuat seperti itu? Mengapa ia mengacuhkan tantangan itu selama 10 tahun lamanya?

Nampaknya, Maulvi Sanaullah berharap bahwa Hz. Masih Mau’ud as tidak akan menaruh perhatian terhadap ajakan mubahalah nya itu selain karena sebenranya ajakan itu sudah “kadaluarsa” dan juga mengingat umur Hz. Masih Mau’ud as yang sudah mencapai usia 72 tahun. Tapi sayangnya, Hz. Masih Mau’ud as justru malah menerima tantangan itu. Beliau menulis:

“Untuk menjawab tantangannya, saya ingin sampaikan berita gembira kepada Maulvi Sanaullah bahwa Hz. Masih Mau’ud as telah menerima tantangannya.” (Majalah Al-Badar, 4 April 1907)

Pengumuman Hz. Masih Mau’ud as tersebut membuat Maulvi Sanaullah merasa gelisah dan takut. Dan dalam kegelisahan itu, ia menulis:

“Saya tidak menantang anda untuk bermubahalah. Saya hanya menyatakan keinginan saya untuk bersumpah, namun anda menyebutnya suatu Mubahalah, dimana suatu mubahalah adalah melibatkan pihak-pihak yang bersumpah yang berhadapan antara satu dengan lainnya. Saya telah menyatakan kesediaan saya untuk bersumpah dan tidak membuat suatu tantangan untuk bermubahalah. Membuat suatu persumpahan secara sepihak adalah satu hal dan mubahalah adalah soal lain lagi.” (Ahlul Hadits, 19 April 1907)

Jadi, kesimpulanya jelas bahwa dikarenakan Maulvi Sanaullah telah menolak tantangan Hz. Masih Mau’ud as untuk bermubahalah dengannnya, maka tidak ada kaitannya siapa yang meninggal duluan diantara mereka berdua. Dan tidak ada hubungannya kewafatan Hz. Masih Mau’ud as dengan mubahalah dengan siapapun (apalagi dengan maulvi Sanaullah yang jelas-jelas telah menolak tantangan tersebut)

Dan satu lagi informasi yang saya dapatkan dan ingin saya sampaikan adalah tentang siapa itu sebenarnya Maulvi Sanaullah?

Agar pembaca tahu, betapa rendahnya martabat Sanaullah Amritsari di dalam pandangan tokoh-tokoh terkemuka di Arab, saya kutipkan tulisan-tulisan dari tokoh-tokoh arab tentang pribadi Sanaullah.

Qadhi Riyadh, Darul Khilafa Kerajaan Nejad, Syeikh Muhammad bin Abdul Latif al Syeikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahabmenulis tentang Maulwi Sanaullah Amritsari, sebagai berikut:

“Maka janganlah kalian belajar dari dia. Jangan pula ikuti dia, jangan menerima kesaksian apapun darinya baik secara lisan maupun tulisan. Dia tidak sah menjadi imam. Karena saya sudah berulang kali menghujat namun dia tetap bersikukuh dalam pendiriannya itu tentang kesesatan dirinya, maka jelas-jelas dia itu seorang kafir dan kita harus menjauh darinya dan meninggalkannya. Kalau ada yang memihak kepada Maulvi Sanaullah, maka kita harus pula menjauhinya, karena kami sudah berdialog dengannya di hadapan Imam Abdul Aziz ibnu Sa’ud ayyadahullahu, bahwa dia harus rujuk dari pendiriannya yang sesat itu. Tapi dia malah menolak dan ia hengkang dari Mekkah dan pulang ke negerinya dan ia bersikukuh di atas kesesatannya itu.” (Diterbitkan oleh Abdul Aziz, Sekretaris Jami’ah Markaziyyah, Ahli Hadis, Lahore, hal 16)

Di Dalam buku Verslag Mekah, halaman 18, Guru Besar di Mekah, Syaikh Hasan Ibnu Yusuf Zakaria Damascus, menulis tentang Sanaullah Amritsari sebagai berikut:

“Status tafsir yang dimansubkan kepada Maulwi Sanaullaah, dia itu benar-benar seorang yang kotor, budak hawa nafsu, sangat egois. Ia tukang bid’ah, karena apa-apa yang dikatakannya, tidak selaras dengan apa yang dikatakan Kalam Ilahi, melainkan apa-apa yang telah diculik oleh syetan. Syetan benar-benar sudah menjadi sahabat kentalnya dalam hawa nafsunya dan bid’ah.”

Di dalam buku “Verslag Mekkah”, halaman 20 tertulis:

“Sejauh ini saya sendiri sudah melihat tafsir Sanaullah itu. Sebaiknya kita menjauhi tafsir itu, bahkan melihatnya pun haram, kecuali bila orang itu ingin menjawabnya. Seperti itu juga kita harus menjauhi penafsirnya itu.” ( yakni Sanaullah Amritsari)

Semoga tulisan ini bisa meluruskan fitnah yang selama ini berkembang tentang pendiri jemaat Ahmadiyah, Hz. Masih Mau’ud as, khususnya tentang mubahalah dengan Sanaullah Amritsari, agar informasi yang ada dapatkan berimbang, tidak berat sebelah sehingga anda mendapat satu pemahaman yang utuh dari sumbernya langsung dan pada akhirnya dapat mengambil satu keputusan yang jernih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun