Sudah lama sy punya pemikiran mengenai solusi masalah subsidi BBM tapi karena saya bukan siapa2 maka selama ini saya tidak dapat mengkomunikasikan pemikiran sy tersebut kepada pihak2 terkait pembuat keputusan. Mungkin juga dulu belum terkomunikasikan karena mungkin waktunya belum tepat dan pemerintah dan birokrasi pembuat keputusannya juga belum tepat yg mana mereka tidak akan siap menerima ide2 terobosan penyelesaian masalah karena memang tidak kredible dan tidak ada iktikad baik.
Mudah2an dgn pemerintahaan baru inilah saatnya, tapi sekali lagi karena sy bukan siapa2 maka sy hanya bisa menuliskan ide ini lewat kolom Kompasiana ini. Sungguhpun begitu untuk kali ini, kalau Allah berkenan inshaAllah tulisan ini akan sampai dan dapat dicerna oleh  pihak2 pengambil keputasan pada pemerintahan yang akan datang bahkan juga akan sampai kepada Bp Jokowi.
Pemikiran saya sederhana dan sy menyampaikannya juga tidak menggunakan teori2 yang terlalu canggih2. Begini, tidak ada salahnya pemerintah memberikan subsidi BBM dengan mengeneralisir sehingga semua warganegara dapat subsidi. Namun ada mekanisme sederhana untuk menarik kembali subsidi tersebut dari warga negara maupun badan hukum yang tidak berhak dan tidak layak mendapat subsidi. Caranya adalah melalui Pajak Kendaraan Bermotor ( PKB ) yaitu dengan menambahkan satu lagi item dalam komponen PKB yaitu Pajak BBM atau Penarikan Kembali Subsidi BBM. Jumlahnya ? Tinggal kita hitung sesuai kategori kendaraan yaitu kendaraan umum, kendaraan pribadi, kendaraan supermewah, kendaraan mewah, kendaraan biasa dan kendaraan rakyat. Untuk kendaraan umum juga ada kategori yaitu angkutan barang dan angkutan manusia. Angkutan manusia juga ada kategori mewah dan tidak mewah. Semua bisa dikalkulasi dan terlihat dari STNK kendaraan. Kemudian juga bisa dikalkulasi dan ∂ï estimasi berapa konsumsi BBM rata2 dari setiap unit kendaraan pertahun untuk setiap kategori kendaraan tersebut sebagai dasar pengenaan pajak BBM sesuai dengan  berapa nilai subsidi yang hendak ditarik kembali dan berapa yg tetap dibiarkan sebagai subsidi bagi semua kategori tersebut.
Begitu dihitung mungkin akan ketemu angka yang mengagetkan misalnya untuk kategori mobil mewah 3000 cc. Katakanlah rata2 konsumsi bbm nya/hari. 10 liter setahun 3.650 liter dikalikan misalnya subsidi saat ini Rp. 3.000/ltr berarti pajak BBM yang harus dibayarnya pada saat perpanjang STNK dan bayar pajak ada tambahan komponen Pajak BBM sebesar Rp 10.950.000. Mengagetkan bukan ? inilah nilai ketidak adilan dan salah sasaran subsidi yang terjadi selama ini bagi satu orang pemilik satu unit mobil mewah pertahun. Inilah yang harus dikoreksi melalui pengenaan pajak tadi. Gampang bukan ? Memang gampang asal pemerintahnya kredible dan punya iktikad baik. Yang perlu ditata dulu adalah sistem dan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai pemungut Pajak Kendaraan Bermotor. tinggal diatur aja bagaimana sistemnya karena antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebetulnya masalah kantong kanan kantong kiri aja tapi selama ini sengaja dibikin ruwet dan ribet.
Begitu juga dengan penyelewangan dan penyeludupan BBM akibat disparitas harga yang besar dengan harga internasional tentunya dengan pemerintahan yang kredibel tidak sulit untuk menangkapi penyeleweng dan penyeludup itu. Buat apa ada Polri, TNI AL, TNIAD ,TNIAU, Bea Cukai dll kalau untuk menagkapi itu aja tidak bisa. Selama bukan karena tidak bisa tapi karena memang  tidak ada niat.
Kuncinya semua adalah pemerintah yang kredibel, kalau itu ada maka semua bisa diurus dan smua ada jalan keluar. Gitu aja kok repot, kata almarhum Gusdur, hee hee
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H