Mohon tunggu...
Irfan Wahidi
Irfan Wahidi Mohon Tunggu... Akuntan - Hamba Allah SWT yang jauh dari sempurna

Al-fakir yang hanya mengharapkan ridho Allah SWT semata

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membajak Sawah, Kearifan Petani yang Dikorbankan Demi Pabrik Traktor

31 Desember 2015   17:48 Diperbarui: 31 Desember 2015   18:08 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="koleksi pribadi"][/caption]

Belum lama ini kita dikejutkan oleh aksi Presiden Jokowi membagi bagikan Traktor gratis bagi Petani atau Kelompok Tani diseluruh Indonesia. Sepintas memang kelihatan aksi ini sangat spektakuler dan heroik membela Petani. Namun mengingat luas lahan sawah Petani yang mendapat pembagian traktor tersebut tidak bertambah dari zaman dulu sampai sekarang luasnya itu itu saja maka pembagian traktor tersebut tidak akan menambah produktivitas Petani malah akan mengurangi keuntungan Petani mengingat biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk bahan bakar, perawatan dan suku cadang Traktor tersebut. Permasalahan petani untuk luas lahan yang sama bukanlah masalah pengolahan lahan tapi masalah ketersedian air yang konsisten. Adapun untuk pengolahan lahan petani sudah punya kearifan secara turun temurun dari zaman dulu sampai sekarang dengan cara membajak sawah menggunakan kerbau ataupun sapi. Ada banyak keuntungan tambahan petani menggunakan kerbau atau sapi disamping tidak harus mengeluarkan biaya biaya traktor tadi. Pertama kerbau atau sapi kalau dipelihari akan beranak pinak. Disamping itu kerbau / sapi juga  akan menghasilkan susu yng bisa dijual atau dikonsumsi sendiri. Mungkin belum banyak yang tau kalau di Sumatera Barat ada sejenis makanan/minuman lezat  bernama Dadih yang diproduksi dari susu kerbau yang di fermentasi. Terakhir kerbau/sapi juga menghasilkan pupuk kandang dri kotoran dn air seninya. Pupuk kandang atau organik yang tampa biaya  ini secara turun temurun telah digunakan para petani dari jaman dulu smpai skarang  yang menghasilkan padi/beras dengan kulitas yang lebih baik yaitu beras organik dengan harga jual yang lebih tinggi yang memberikan penghasilan lebih tinggi bagi petani. Disamping itu petani juga akan menghemat biaya dengan tidak perlu lagi membeli pupuk kimia. Jadi dengan membajak sawah menggunakan kerbau/sapi  sebetulnya dari jaman dulu petani sudah mempunyai kearifan luar biasa karena dengan dengan demikian petani sudah memposisikan dirinya sebagai petani skaaligus sebagai peternak sehingga mempunyai penghasilan ganda. Maka benarlah apa yang sudah diajarkan Allah SWT dalam Alqur'an surat Al-Mu’minuun [23] ayat 21 yang berbunyi: Dan sungguh pada hewan-hewan ternak terdapat suatu pelajaran bagimu. Kami memberi minum kamu dari (air susu) yang ada dalam perutnya, dan padanya juga terdapat banyak manfaat (tenaga) untukmu, dan sebagian darinya kamu makan.

Menginisiasi bahkan mendorong petani kampung yang lugu mengganti cara mengolah lahan membajak menggunakan kerbau/sapi dengan menggunakan traktor (mekanisasi) pada luas lahan  tidak bertambah adalah mendegradisasi status yang tadinya petani peternak menjadi petani saja. Disamping penghasilan sebagai peternak menjadi hilang penghasilan sebagai petanipun semakin menurun karena biaya tambahan penggunaan traktor. Mestinya alih alih membagikan traktor mestinya yang dibagikan itu adalah kerbau atau sapi yang akan beranak pinak sedangkan traktor hanya akan menguras tabungan petani dan lama lama akan menjadi besi tua. Kalaupun pemerintah ngebet mau membagikan traktor karena lobby pabrik traktor atau importir traktor dan pemberi pinjaman mestinya yang disediakan / dibagikan adalah lahan baru berikut pengairannya terlebih dahulu baru bagikan traktornya. Jadi jangan mengacak acak  kearifan lokal petani yang sudah terbukti andal secara turun temurun. Patut dipertanyakan aakah pemerintah mau memberdayakan petani atau malah justru mengorbankan  atau menjerumuskan  petani. Wallahu 'alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun