Setiap bulan saya sering mendapatkan notifikasi berupa promo atau diskon belanja dari beberapa aplikasi e-commerce yang saya miliki di telepon saya.Â
Notifikasi itu memberitahu kalau di hari tertentu untuk barang atau produk tertentu memiliki promo istimewa. Bahkan merek-merek tertentu juga tidak mau ketinggalan untuk menjadi bagian dari peristiwa tersebut. Berbagai macam strategi marketing-pun dikerahkan untuk menarik perhatian saya sebagai calon pembeli.
Mereka berhasil mencuri perhatian saya. Dengan kata-kata ajaib dari para copywriting dan visual yang menarik dari graphic designer membuat perhatian saya langsung tertuju pada produk yang mereka tawarkan.Â
Mereka mencoba meyakinkan saya, kalau saya membutuhkan barang tersebut. Padahal jika, saya boleh berpikir rasional, saya tidak butuh-butuh amat produk yang sedang mereka tawarkan.
Sesekali mereka mampu mendorong saya untuk membeli. Pada akhirnya, ketika saya memiliki barang atau produk tersebut, saya berkata "Untuk apa saya membeli ini?" itulah kalimat tanya saya kepada diri saya sendiri sebagai bentuk penyesalan.Â
Yang luar biasa dari sebuah produk bukanlah nilai guna atau nilai fungsi dari produk tersebut, yang luar biasa adalah nilai kepuasan. Ketika saya membelinya tanpa memperhatikan nilai guna atau fungsi maka saya hanya membelinya dengan nilai kepuasan.Â
Kepuasan sendiri berada pada ranah emosi. Suatu produk yang baik atau laku dipasaran adalah produk yang mampu mempengaruhi emosi calon pembeli.
Emosi sendiri sering dipahami pada satu perasaan saja (marah misalnya). Sejatinya perasaan memiliki banyak ragam. Ada senang, sedih, hampa dan banyak lainnya. Pemahaman kita terhadap emosi ini yang harus dicerahkan.Â
Menurut pakar neourosains, Dr. Ryu Hasan dengan judul video "Hasrat, Emosi, dan Rasionalitas by Dokdes Ryu Hasan | Mental Brain Series Eps-1" melalui YouTube, InsideOurBrain.Â
Menjelaskan tentang emosi. Menurutnya emosi adalah bagaimana otak kita mengenali pola, entah itu pola yang diluar tubuh kita atau dalam tubuh kita, dan merespon pola itu dengan cepat.Â
Jadi, pilihan yang kita pilih ternyata digerakan oleh otak emosi. Seperti ketika dihadapkan pada rasa lapar, kita makan adalah suatu keputusan yang emosional.