Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Dilema Liga Europa, Antara Gengsi dan Prestasi

26 Februari 2021   21:25 Diperbarui: 27 Februari 2021   03:18 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skor akhir pertandingan babak 32 besar Liga Europa. | foto: Twitter @peluitpanjangid

Pun sama sengan MU yang datang ke Liga Europa sebagai tim buangan Liga Champions. Mendapat lawan Real Sociedad yang diperkuat David Silva, MU mulus-mulus saja melaju ke babak selanjutnya dengan kemenangan agregat 4-0.

Akan tetapi, Arsenal tak usah berkecil hati, sebab ada yang penampilannya lebih mengkhawatirkan ketimbang mereka. Klub itu adalah AC Milan, salah satu wakil Serie A Italia yang lolos ke babak 16 besar hanya bermodal keunggulan gol tandang saja.

Dipertemukan dengan juara Liga Champions 1991 dari Serbia, FK Crvena Zvezda alias Red Star Belgrade, Milan yang lebih diunggulkan hanya memetik dua hasil imbang. 2-2 di leg 1 dan 1-1 di leg 2 yang digelar di San Siro. Sebuah hasil yang jauh dari kata memuaskan.

Selepas pertandingan saja banyak media yang lebih memuji penampilan Red Star yang dilatih legenda Inter, Dejan Stankovic. Red Star tersingkar dengan kepala tegak, begitu narasinya. Intinya, walau lolos ke babak selanjutnya, penampilan Milan mendapat kritik tajam.

Padahal, tampil di Liga Europa adalah sebuah kesempatan besar buat Milan usai bertahun-tahun gagal lolos ke kompetisi Eropa. Sebuah ujian pula setelah racikan Stefano Pioli mulai tumpul di kancah domestik.

Lalu, apakah Liga Europa memang sepenting itu buat tim sekelas AC Milan dan Arsenal? Bagaimana pula dengan Manchester United yang malah lebih keliatan serius di Liga Europa ketimbang Premier League?

Menilik dari hasilnya, kontestan yang lolos ke babak 16 besar diisi mayoritas oleh klub yang haus gelar. Klub yang menaruh harapan meraih trofi di kancah Eropa setelah kemungkinan mereka merengkuh gelar domestik terbilang tipis.

Wakil Inggris misalnya. Arsenal dan Spurs rasanya sudah sulit jadi juara Liga Inggris. Spurs memang masih punya kesempatan juara di final EFL Cup yang baru akan digelar April nanti. Namun, pamor Liga Europa jelas jauh di atas EFL Cup.

Pun sama dengan MU. Walau kini sedang duduk di posisi kedua di klasemen Premier League, butuh keajaiban bagi anak asuh Ole Solskjaer untuk juara. Sebab, di posisi 1 ada Manchester City yang berjarak 10 poin dengan MU. Ingat, anak asuh Pep Guardiola itu suka lupa caranya berhenti ketika sudah berlari kencang.

Lagipula, Liga Europa adalah pelarian terbaik MU usai tersingkir memalukan dari Liga Champions. Setelah buat ulah dengan bikin status "Gini Doang Grup Neraka?", Paul Pogba dkk terlempar dari kompetisi tertinggi Eropa itu. Selain itu, MU bisa berusaha mendapat apa yang mereka gagal dapatkan musim lalu, yaitu trofi Liga Europa.

Musim lalu, MU sudah jauh-jauh sampai babak semifinal. Sayangnya Sevilla menjegal mereka, lalu menjadi juara kemudian. Ada kekecewaan mendalam saat itu. Apa yang dialami MU sesungguhnya sama dengan apa yang dirasakan Inter musim lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun